Dewan Belum Restui Anggaran Rp 10 Miliar

H Nursiah (DHALLA/RADAR LOMBOK)

PRAYA-Dugaan smuggling alias penyelundupan anggaran sebesar Rp 10 miliar dalam APBD 2017, masih menjadi pembahasan panjang di tingkat badan anggaran (banggar) DPRD Lombok Tengah.

Pascaevaluasi Gubernur NTB, pengadaan anggaran tambahan untuk pembangunan Kantor Bupati Lombok Tengah, itu semakin membuat gaduh antara eksekutif dan legislatif. Eksekutif sendiri dikabarkan sudah setuju dengan anggaran tersebut yang diinisiasi bersama Komisi III itu. Tetapi, di sisi lain anggaran itu belum mendapat restu dari unsur pimpinan dewan.

Sekda Lombok Tengah, H Nursiah yang dikonfirmasi mengenai masalah ini mengaku sudah klir. Sudah tidak ada persoalan karena sudah lolos dari evaluasi gubernur. Pihaknya tinggal membahas dengan banggar untuk bebera hasil evaluasi tersebut.

Diakui Nursiah, beberapa item RAPBD 2017 memang mendapatkan koreksi. Terutama tentang rencana pendapatan asli daerah (PAD), rencana anggaran, dan realisasi anggaran. Gubernur menyarankan agar belanja daerah disesuaikan dengan potensi ril. Sehingga terdapat balance antara pemasukan dengan pengeluaran. ‘’Itu koreksi yang disampaikan dalam evaluasi gubernur,’’ beber Nursiah, kemarin (29/12).

Nursiah juga memeberkan soal kritikan pedas gubernur terhadap RAPBD 2017. Di mana Pemkab Lombok Tengah dinilai tidak konsiten terhadap belanja dan potensi anggaran. Kritikan pedas ini dilandasi dengan Permendagri No. 31 Tahun 2016. Terutama soal anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 85 miliar.

Hanya saja, masalah ini sangat krusial karena pembahasan di banggar dan KUA-PPAS dilakukan sebelum peraturan presiden (perpres) keluar.  Tidak mungkin menunggu aturan itu keluar baru membahas anggaran. Hingga kemudian, anggaran tersebut hanya dapat dibahas pada rapat gabungan komisi. ‘’Kalau persoalan ini masalahnya terpusat, sehingga anggaran lebih dulu dibahas baru peraturannya keluar,’’ katanya.

Bagaimana dengan persoalan anggaran Rp 10 miliar dari dana bagi hasil pajak yang diperuntukkan bagi pembangunan kantor bupati baru? Nursiah mengaku, masalah anggaran itu sudah jelas. Tidak ada masalah lagi. Peruntukan anggaran itu sudah jelas untuk redesign (detail enginnering design/DED) Rp 5 miliar, pematangan lahan Rp 500 juta, dan pembuatan dokumen analisis dampak lingkungan (amdal) Rp 500 juta. ‘’Saat ini sudah mulai dilakukan pengkajian dan hibah gubernur juga sudah pasti,’’ jelasnya.

Lalu sisanya Rp 4 miliar untuk apa? Jelas Nursiah, sisanya anggaran tambahan Rp 4 miliar dari angka Rp 10 miliar tersebut akan ditambah untuk penyedia dana tahap pertama multiyears dari angka Rp 217 miliar. Untuk tahun pertama 2017, anggaran akan dikucurkan Rp 50 miliar. Angka Rp 4 miliar itu akan masuk ke dalam angka multiyears. ‘’Biar nanti di APBD perubahan kita tidak terlalu berat karena terlalu banyak beban anggaran yang akan kita keluarkan,’’ paparnya.

Apakah anggaran Rp 10 miliar ini masuk dalam angka Rp 217 miliar? Tidak, tegas Nursiah. Anggaran Rp 217 miliar itu tetap untuk pembangunan fisik sesuai rencana. Nah, tambahan anggaran Rp 10 miliar ini di luar angka Rp 217 miliar tersebut. Ini mengingat dalam nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara ekskeutif dan legislatif tidak mencantumkan tempat baru. Atau, yang saat ini direncanakan akan dibangun di eks PTP Puyung Kecamatan Jonggat. ‘’Anggaran senilai Rp 217 miliar itu disebutkan pembangunan akan dilakukan di tempat semua (kantor bupati sekarang).  Jadi ketika ada perubahan tempat, maka membutuhkan tambahan anggaran,’’ katanya.

Dalam MoU yang sudah dibangun tidak disebutkan tempat dengan asumsi anggaran Rp 217 miliar. Apakah itu penambahan anggaran itu tidak melanggar aturan? Nursiah menegaskan, tidak. Karena peruntukan anggarannya sudah jelas. ‘’Dan ini sudah disepakati antara dewan dan pemda. Dan yang lebih tahu itu internal komisi yang ikut rapat pembahasan anggaran,’’ pungkasnya.

Sementara anggota Komisi I DPRD Lombok Tengah, Suhaimi yang dikonfirmasi mengaku, masalah itu sebenarnya sudah diributkan pada rapat gabungan komisi. Semua anggota dewan sudah tahu. Hanya saja, masalah ini membesar ketika dipublikasikan.

Ketua TAPD H Nursiah pada rapat gabungan komisi sudah mengakui, bahwa anggaran Rp 10 miliar itu di luar angka Rp 217 miliar. Hanya saja, yang dipersoalkan dalam MoU itu hanya tercatat anggaran Rp 217 miliar tanpa penambahan. Ketika kemudian ada tambahan anggaran, maka harus dibuatkan aturan. ‘’Inilah yang kami sebut kemudian dengan asas kehati-kehatian. Jangan sampai buru-buru memutuskan yang nantinya bisa berdampak fatal. Karena semua uang APBD itu harus dibelanjakan dengan aturan,’’ jelasnya.

Politisi muda ini menerankan, jika kemudian ada anggaran akan dibelanjakan tanpa aturan. Maka, itulah yang disebut ilegal. Atau, dalam masalah ini smuggling alias diselundupkan. Ditakutkan, jika masalah ini tidak diributkan maka akan menjadi kebiasaan di internal komisi tertentu nantinya. ‘’Kasarannya, kalau mau mainkan anggaran. TAPD Gak usah sogok 50 anggota dewan. Cukup sogok beberapa orang yang paham anggaran di internal komisi. Selesai perkara. Tapi apa iya?,’’ tanyanya geram.

Suhaimi mengaku, dalam MoU itu sudah jelas dan tidak bisa diganggu gugat. Ketika persoalannya dari MoU itu, maka patut dipertanyakan. ‘’Inilah yang pertanyakan selama ini. Mau dikemanakan anggaran Rp 10 miliar itu, dan apa dasar hukumnya?,’’ tanyanya lagi.

Sebab, jelas mantan aktivis ini, dalam klausul MoU jumlah anggaran tidak boleh berubah. ‘’Kecuali, ada gejolak moneter yang mengharuskan ada lonjakan harga barang secara siginifikan. Baru bisa dirubah MoU itu,’’ jelasnya.

Lantas apa solusi Anda soal anggaran Rp 10 miliar ini? Aturannya harus jelas, tegas Suhaimi. Karena sebelumnya, pemda sudah sanggup membuatkan aturan untuk anggaran Rp 10 miliar itu. ‘’Ini untuk kebaikan kita bersama. Kita perlu asas kehati-hatian dalam mengelola anggaran ini,’’ imbuhnya.

Anggota Komisi III DPRD Lombok Tengah, HM Mayuki yang dikonfirmasi mengenai masalah ini enggan berkomentar. Karena masalah ini masih dalam ‘sengketa’ antar pimpinan dewan. Sehingga pihaknya menyerahkan sepenuhnya masalah ini pimpinan dewan. ‘’Saya no coment dulu masalah ini,’’ katanya.

Wakil Ketua DPRD Lombok Tengah, Ahmad Ziadi yang dikofirmasi belum siap memberikan keterangan terkait masalah ini. ‘’Coba langsung ke ketua dewan saja,’’ pintanya.

Informasi yang dihimpun Radar Lombok, Ahmad Ziadi sempat perang dingin dengan Sekda Nursiah terkait masalah anggaran ini. Politisi Partai Demokrat ini kesal karena persoalan ini terkesan dimainkan selama ini. Terutama kebijakan eksekutif yang secara sepihak menentukan dan mengalihkan anggaran. ‘’Makanya Pak Ziadi tidak akan pernah mau menyetujui APBD ini, karena eksekutif masih terkesan tertutup,’’ ungkap sumber koran ini di internal DPRD Lombok Tengah. (dal)