Dewan Ajak Tolak Kebijakan Menteri Susi

Abdul hadi (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Kebijakan  Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti yang semakin membatasi aktivitas nelayan mendapat respon keras dari  anggota DPRD NTB.

Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan penangkapan dan pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan  dinilai semakin  menyulitkan  kehidupan ribuan nelayan lobster. Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Hadi benar-benar berang. Politisi yang dikenal santun ini tidak bisa menepis kekecewaannya terhadap Menteri Susi. “Sipapaun dan pihak manapun, tidak boleh berdiam diri. Kita harus bangun kekuatan melawan Peraturan Menteri Susi,” tegas Hadi kepada Radar Lombok, Kamis kemarin (19/1).

Menurut  Ketua DPW PKS NTB  ini, kondisi rakyat sudah banyak menderita dengan kebijakan pemerintah pusat. Berbagai  kebutuhan sehari-hari yang dinaikkan biayanya telah mencekik rakyat. Bukannya memberi solusi,  Menteri  Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti  malah semakin menambah derita rakyat.

Terkait dengan Permen nomor 56, Hadi mengaku pemerintah pusat tidak pernah melakukan komunikasi dengan daerah. Padahal, kebijakan yang dibuat dampaknya ke daerah. “Mereka buat aturan seenaknya, mengaku paling benar dan cinta rakyat. Tapi kita disini yang nyata-nyata melihat dampak negatif dari kebijakan itu, terus apa mereka bertanggung jawab ?,” sesalnya.

Baca Juga :  Gubernur Patuhi Keputusan Menteri Susi

[postingan number=3 tag=”dewan”]

Hadi belajar banyak dari Permen Kelautan dan Perikanan RI  sebelumnya yang  ditolak keras oleh seluruh nelayan lobster. Sampai saat ini, Menteri Susi tidak pernah serius memberikan kompensasi. Padahal, berbagai  janji telah diumbar ketika nelayan se-Indonesia marah.

Penolakan terhadap Permen  Kelautan dan Perikanan RI  Nomor 1  tahun 2015 begitu massif. Padahal waktu itu tidak ada larangan untuk budidaya lobster.  Sementara saat ini, Permen   Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2016

terbaru malah dengan  tegas disebutkan larangan itu. Dalam pasal 7, ditegaskan bahwa setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budidaya.  Kemudian, bagi siapapun yang menangkap lobster,  kepiting dan rajungan diwajibkan melepasnya jika  dalam kondisi bertelur. Selain itu, lobster tidak boleh ditangkap ukuran panjang dibawah 8  centimeter atau beratnya dibawah 200 gram. “Ini  yang namanya kebijakan memiskinkan rakyat itu, ini sudah. Kita sudah pusing lagi ditambah puyeng,” katanya.

Oleh karena itu, Hadi menyerukan kepada pemerintah provinsi NTB, khususnya gubernur dan wakil gubernur untuk tampil melakukan konsolidasi. “Semua elemen di NTB harus bersatu menolak Permen ini, terus konsolidasi juga dengan provinsi yang lain. Kita harus satukan persepsi dan samakan sikap,” ujarnya.

Baca Juga :  Dewan Loteng Tetapkan Perda LKPJ 2016

DPRD Provinsi NTB sendiri tidak akan tinggal diam. Melalui jejaring partai, mulai dari tingkat kabupaten/kota dan pusat harus bersuara melawan Permen   Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2016. Hadi sendiri mengaku siap tampil mendorong semua politisi di DPR-RI, terutama Dapil NTB untuk melakukan perlawanan.Pemerintah daerah, baik eksekutif maupun legislatif harus bersama-sama mendatangi Menteri Susi. “Begini, kita harus revisi lagi Permen itu. Pokoknya kita harus datangi langsung Menteri Susi, anggota DPR-RI yang Dapil NTB bergerak juga dong. Jangan diam saja, sekarang saatnya kita tunjukkan bahwa wakil rakyat itu benar-benar memikirkan nasib rakyat,” ucap Hadi.

Ketua komisi II DPRD NTB, HL Jazuli Azhar juga sangat miris dengan nasib ribuan nelayan lobster. Menurutnya, duka lama belum terobati, luka baru malah ditancapkan lagi.”Pemda memang tidak boleh diam, harus ada langkah antisipasi secepatnya,” kata Jazuli.

Salah satu hal penting yang menjadi perhatian Jazuli, apabila nelayan tidak bisa lagi menangkap lobster, haruslah ada mata pencaharian lain untuk tetap melanjutkan hidup. Para nelayan membutuhkan uang utuk menyekolahkan anak-anaknya dan membiayai kebutuhan sehari-hari. (zwr)

Komentar Anda