MATARAM – Gelombang aspirasi pemekaran wilayah kembali menguat dari Pulau Sumbawa. Komite Percepatan Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (KP4S) menyuarakan tuntutan agar pemerintah pusat segera mencabut moratorium (penundaan sementara) pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB), dan mengesahkan pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS).
Melalui pesan berantai yang beredar luas di media sosial dan grup pesan instan, KP4S mengajak seluruh masyarakat Pulau Sumbawa untuk mendukung aksi solidaritas yang akan digelar pada Rabu, 15 Mei 2025, di Pelabuhan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).
“KP4S Pulau Sumbawa mengajak seluruh penduduk Pulau Sumbawa untuk menginformasikan kepada sanak saudara, baik yang tinggal di dalam maupun di luar Pulau Sumbawa, agar tidak melintasi jalur Pelabuhan Poto Tano pada tanggal 15 Mei 2025. Karena akan dilaksanakan aksi (unjuk ras) akbar, sebagai bentuk tuntutan kepada Presiden Prabowo melalui Kementerian Dalam Negeri, untuk mencabut moratorium dan mengesahkan UU DOB Provinsi Pulau Sumbawa,” bunyi pesan tersebut.
Dalam seruan tersebut, KP4S menegaskan bahwa aksi ini tidak dimaksudkan untuk menyandera masyarakat atau mengganggu warga dari daerah lain, melainkan sebagai bentuk protes moral kepada pemerintah pusat. “Papua dan Kalimantan Utara bisa dimekarkan, kenapa kami (PPS) tidak? Provinsi Pulau Sumbawa harus jadi!” tulis KP4S.
Menanggapi rencana aksi tersebut, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) juga menyatakan sikapnya. Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) NTB, Yusron Hadi, menyampaikan bahwa pemerintah menghormati hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat, namun harus tetap dalam koridor hukum dan menjaga ketertiban umum.
“Pemerintah Provinsi NTB tetap menghormati setiap penyampaian aspirasi dan pendapat, namun harus dilakukan dengan baik, dan tidak mengganggu ketertiban umum, terlebih bila berpotensi mengganggu aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat,” kata Yusron, Selasa (13/5).
Yusron menjelaskan bahwa wacana pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa bukanlah isu baru. Aspirasi tersebut, sudah pernah diusulkan ke pemerintah pusat, namun terbentur moratorium DOB. Ia menegaskan, kewenangan pembentukan provinsi sepenuhnya ada di tangan pemerintah pusat.
“Kita di daerah, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota, tidak memiliki kewenangan dalam pembentukan DOB. Saat ini yang bisa kita lakukan adalah terus membangun NTB agar lebih maju,” ujarnya.
Yusron juga mengajak seluruh masyarakat NTB, termasuk warga Pulau Sumbawa, untuk tetap menjaga ketertiban dan keamanan yang selama ini telah terjaga baik. “Mari kita curahkan tenaga dan pikiran kita untuk bersama-sama melanjutkan pembangunan dan memajukan daerah kita. Salah satu modal utama dalam pembangunan adalah situasi yang aman dan tertib,” imbuhnya.
Yusron menekankan pentingnya menjaga kelancaran jalur transportasi, termasuk Pelabuhan Poto Tano, sebagai nadi kehidupan masyarakat, dan roda utama perekonomian di wilayah tersebut. “Transportasi adalah entitas vital dalam kehidupan sosial ekonomi kita. Mari kita bijak dalam menyampaikan aspirasi, tanpa mengorbankan hajat hidup orang banyak,” tutup Yusron.
Terpisah, Anggota DPR RI Dapil Pulau Sumbawa, Johan Rosihan mengatakan, bahwa usulan pembentukan PPS adalah sebuah perjuangan sangat panjang yang dilakukan berbagai elemen masyarakat di Pulau Sumbawa. “Saya pikir ketika design Daerah Otonomi Baru (DOB) sedang dibahas, maka aksi ini menemukan momentumnya,” ucap mantan Anggota DPRD NTB ini, kemarin.
Dia mengungkapkan, bahwa Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah bersepakat untuk merancang design pengembangan provinsi di Indonesia. Atas kesepakatan tersebut, dia melihat sangat wajar jika ada gerakan untuk merespon hal itu, untuk mendorong dan mendesak pembentukan PPS. “Saya kira ini adalah respon wajar,” terangnya.
Dia mengatakan, dari aksi unjuk rasa besar-besaran tersebut, maka masyarakat akan diingatkan bahwa ada agenda yang diperjuangkan masyarakat Pulau Sumbawa. Sehingga orang tidak lupa bahwa PPS itu masih bisa diperjuangkan.
Sebab itu, pemerintah pusat diingatkan agar apa yang menjadi tuntutan rakyat ini harus bisa dipertimbangkan. “Ada kawasan yang namanya Pulau Sumbawa, dengan segala persyaratannya yang siap menjadi provinsi sendiri,” terang Johan.
Ketika disinggung soal rencana aksi unjuk rasa yang akan disertai penutupan atau blokade Pelabuhan Pototano di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Johan menegaskan, bahwa setelah bertemu langsung dengan kelompok yang menamakan diri KP4S (Komite Persiapan Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa) yang merasa bertanggung jawab atas demo tersebut, mereka memastikan tidak akan ada blokade atau mengganggu pelayanan publik.
Pihaknya juga sudah memperoleh kepastian dari mereka (KP4S) bahwa tidak ada dalam pikiran mereka itu untuk memblokade atau mengganggu pelayanan publik. “Mereka hanya ingin mengingatkan bahwa ada agenda yang belum selesai kita perjuangkan,” imbuhnya.
Kalaupun ada isu-isu seperti itu, maka itu yang harus dijaga dan direspon oleh pihak keamanan. “Dan jangan membuat spekulasi-spekulasi yang membuat masyarakat terpecah belah,” ucapnya.
Lebih lanjut menurutnya, bahwa aksi damai yang akan dilakukan sejumlah elemen masyarakat Pulau Sumbawa itu adalah agenda yang sangat baik, menyuarakan aspirasi yang sudah lama diperjuangkan.
Mereka tidak mungkin akan melakukan aksi yang bisa menimbulkan antipati terhadap masyarakat. Hal ini adalah agenda baik. Agenda yang diperjuangkan adalah untuk membangun kesadaran masyarakat. “Jika melakukan blokade, maka artinya mereka berhadapan dengan masyarakat. Karena itu menurut saya itu tidak akan terjadi,” tandas Johan.
Menurutnya, persoalan dukungan elit Pulau Sumbawa ataupun pemerintah daerah, baik Kabupaten/Kota maupun Pemerintah Provinsi NTB sudah clear. Hal itu ditunjukkan ketika 11 tahun yang lalu, semua persyaratan pengesahan PPS sudah terpenuhi, namun terhenti karena ada moratorium DOB. “Semua elit di Pulau Sumbawa sudah oke, jika mereka tidak oke, maka tidak akan terpenuhi persyaratan itu,” imbuh Johan.
Namun persyaratan tersebut terhenti, karena moratorium, dan itu bukan karena yang lain. “Jadi jangan dikembangkan kesana kemari, yang justru bisa memanaskan situasi ketika ada demo seperti itu,” tandas Johan.
Johan juga mengapresiasi sikap Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal yang menyatakan bahwa PPS itu adalah urusan pemerintah pusat, dan bukan daerah. Menurutnya itu adalah jawaban yang tepat, karena itu bukan kewenangan Pemprov NTB.
“Ini kehendak rakyat arus besar yang terjadi di Pulau Sumbawa. Saya pikir Miq Iqbal (sapaan akrab Gubernur, red) akan bijak. Jadi pernyataan beliau itu jawaban bijak dari seorang pemimpin,” lugasnya. (rat/yan)