SELONG—Desa Songak yang masuk wilayah Kecamatan Sakra, Kabupeten Lombok Timur (Lotim) dikenal sebagai daerah yang kaya dengan kesenian tradisional dan budaya adat. Salah satunya yakni tradisi Adat Bejango Beleq.
Kegiatan yang digelar pada Kamis kemarin (29/12), dihadiri Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Lotim, beserta para pejabat kecamatan dan tokoh agama.
Adat Bejango Beleq yang artinya mengunjungi dengan jumlah yang besar ini diikuti oleh semua lapisan masyarakat Songak. Kegiatan melewati beberapa proses, sebelum ke proses ritual yang bertempat di pemakaman keramat desa setempat.
“Sebelum kita menuju ke makam keramat, maka kita sebelumnya berkumpul di kantor desa, untuk kemudian jalan bersamaan menuju masjid untuk berzikir meminta doa kepada Allah. Baru kemudian kembali lagi ke kantor desa untuk mengambil dulang, yang dilanjutkan berjalan menuju pemakaman untuk proses terakhir. Karena proses masnusia di dunia ini nantinya akan berakhir di kuburan,” jelas Ketua Lembaga Adat Darmajagat Desa Songak, Murdiah.
Ditegaskan, Bejango Beleq merupakan budaya adat yang harus dikerjakan setiap tahun, dan akan terus dilestarikan. Dimana pelaksanaan Bejango Beleq ini dilakukan setiap akhir tahun, atau bulan Desember, dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan meminta doa selamat kepada yang maha kuasa.
Tak hanya itu, pelaksanaan Bejango Beleq ini juga bertujuan untuk mengubah citra masyarakat Songak, yang sejak dahulu dikenal karena keburukannya. Padahal masyarakat Songak sekarang sudah tidak ada yang seperti itu lagi. “Kalau dulu Songak ini merupakan tempat orang yang suka menyihir. Karena ada mitos yang mengatakan, bahwa ada sebuah benda yang jatuh ke sungai, sehingga siapapun yang minum disungai itu akan meninggal. Tapi itu hanya mitos,” jelasnya.
Sementara Kepala Disbudpar Lotim, H. Hariadi Juaini menyampaikan bahwa prosesi adat Bejango Beleq sangat kental dengan adat religi, dimana sebelum melakukan ritual masyarakat akan bersama-sama berdoa kepada Allah. “Sebelum ritual, masyarakat sebelumnya ke masjid untuk berdoa, dan ke kuburan sebagai tempat mengingat peristirahatan terakhir kita,” ujarnya.
Lebih lanjut disampaikan, saat ini adat dan budaya sudah tergerus perkembangan teknologi dan zaman. Sehingga dengan adanya kegiatan seperti ini, maka harus tetap dilestarikan, dan dijadikan sebagai bahan silaturrahmi dengan masyarakat lain.
Terkait dukungan dari pemerintah, pihaknya sendiri sangat mendukung adanya acara-acara adat seperti ini. Hanya saja, untuk tahun ini pemerintah memang belum dapat berkontribusi dalam melestarikan adat dan budaya ini.
“Terkait dengan dukungan dari pemerintah, nanti anggarannya akan dibicarakan pada anggaran perubahan. Mengingat kegiatan ini juga dilaksanakan pada akhir tahun,” pungkas Hariadi. (cr-wan)