Dermaga Tawun Hanya Setor 60 Juta per Tahun

GIRI MENANG – Sejak dibangun tahun 2013 lalu, Dermaga Tawun di Desa Sekotong Barat Kecamatan Sekotong hanya mampu menghasilkan retribusi untuk Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 60 juta per tahun. Mengingat ini adalah pelabuhan regional, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Lombok Barat akan merintis fast boat (kapal cepat) yang akan melayani penyeberangan menuju gili-gili yang ada di Kecamatan Sekotong dengan harapan pendapatan meningkat.” Sejak tahun 2013 pendapatan dari retribusi penyeberangan di Tawun sebesar Rp 60 juta per tahun. Ini masih kurang. Makanya kita akan merintis fast boat yang berkoordinasi dengan pihak provinsi. Ini sebagai salah satu peningkatan retribusi,” ungkap Kepala Dishubkominfo Lombok Barat Ahmad Saikhu kepada Radar Lombok, Sabtu (27/8).

Ia yakin jika ada fast boat,  maka jumlah kunjungan wisatawan yang memanfaatkan dermaga Tawun akan semakin meningkat. Hal ini misalnya terbukti adanya jasa penyeberangan menggunakan kapal cepat dari dan ke Senggigi. Yang jelas kata Saikhu, Pelabuhan Tawun dan Senggigi kedepan akan tetap menjadi sentral yang menghubungkan semua gili di Sekotong. Mengingat kunjungan wisatawan semakin meningkat dan harus membutuhkan perhatian. “ Sehingga kapal-kapal tidak langsung ke lokasi tujuan, terlebih dahulu akan singgah di dermaga ini,” tambahnya.

Baca Juga :  Akan Ada Penyesuaian Tarif Kapal Lagi

Tawun termasuk pelabuhan regional. Pemerintah akan terus memberikan perhatian agar Tawun memberi PAD yang lebih tinggi.

Terkait  perluasan dermaga Tawun, Saikhu menegaskan belum ada rencana itu. Apa yang ada saat ini masih dalam keadaan bagus. “ Dermaganya kan masih baru, dibangun tahun 2013. Masih dalam kondisi bagus,” katanya.

Baca Juga :  Sidang Paripurna Dewan Kerap Molor

Sementara itu anggota DPRD Lombok Barat Dapil Sekotong-Lembar, Mariadi, menilai kawasan Sekotong kini semakin ramai oleh wisatawan. Karena itu ia pun berharap Pemkab memanfaatkan momen bagus pariwisata ini. Ia berharap retribusi Tawun bisa ditingkatkan. “ Jadi kalau hanya Rp 60 juta saya rasa jauh dari target,” ungkapnya.

Menurutnya, minimnya retribusi ini kemungkinan besar disebabkan lemahnya kontrol pendapatan oleh pihak Pemkab sendiri. Berdasarkan data di lapangan, setiap masuk ke gili para pengunjung membayar Rp 5 ribu, belum lagi penyewaan perahu dan lain-lain.  Perahu di sekitar Tawun jarang ganggur karena ramainya penyeberangan.  Karena itu ia memastikan Pemkab bisa meraih di atas Rp 100 juta per tahun.” Terkait kebocoran dewan belum tahu. Ini memang kurang kontrol,” ungkapnya.(flo)

Komentar Anda