Demo Tolak Kenaikan BBM Ricuh, Polisi dan Mahasiswa Adu Jotos

Demo Tolak Kenaikan BBM
RICUH: Aparat kepolisian terlibat adu jotos dengan massa aksi dari BEM Universitas Mataram dan KAMMI Kota Mataram. (DERY HARJAN/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Puluan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mataram dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kota Mataram, berunjuk rasa di depan Depo Pertamina Ampenan, Kamis kemarin (12/4).

Para mahasiswa ini menolak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan Pemerintah Jokowi-JK. Pasalnya, kenaikan BBM sudah terjadi dua kali dalam tahun ini. Awalnya, para mahasiswa ini bertolak dari bundaran Universitas Mataram. Mereka kemudian bergerak melintasi separuh jalan Majapahit. Kemudian berbelok ke jalan Saleh Sungkar Ampenan. Baru kemudian belok kiri di simpang lima menuju Depo Pertamina Ampenan.

Sepanjang perjalanan, massa aksi dikawal aparat kepolisian yang dipimpin langsung Kabag Ops Polresta Mataram Kompol Taufik. Massa aksi yang berangkat sekitar pukul 09.00 Wita, kemudian tiba pukul 11.00 Wita. Setelah panjang lebar berorasi secara bergantian, massa aksi pun akhirnya mulai memanas.

Puncak memanasnya massa aksi terjadi ketika salah seorang mahasiwa memanggil teman-temannya untuk menghentikan sebuah truk milik pertamina. Truk ini sedang mengangkut elpiji 3 kg untuk didistribusikan dari depo. Tak pelak, aksi itu memancing keributan.

Aparat kepolisian mencoba menghentikan aksi mahasiwa untuk tidak mengganggu truk tersebut. Namun, para mahasiswa tampak semakin nekat. Sehingga terjadi adu jotos antara mahasiswa dan polisi. Beberapa orang mahasiwa terpaksa harus terlibat perkelahian dengan aparat kepolisian.

Untuk mengamankan aksi itu, aparat kepolisian pun terpaksa mengambil tindakan refresif. Mereka menggunakan kekerasan untuk menghentikan aksi brutal mahasiwa yang semakin tak terkendali.

Di tengah kericuhan itu, polisi akhirnya mengamankan dua orang mahasiwa bernama Afif dan Jamil. Keduanya diduga sebagai provokator yang menyebabkan kericuhan terjadi. Insiden berdarah juga terjadi dalam aksi itu, seorang mahasiwa yang diketahui bernama Mukhtar mengalami luka di bagian kepalanya. Satu orang mahasiwa juga nyaris pingsan dalam aksi itu.

Baca Juga :  Kesalahan Tanda Tangan Ijazah Dipertanyakan

Menurut Korlap Aksi, Lalu Onang Wahyu Pratama, luka itu terjadi akibat pukulan aparat kepolisian. Dalam tuntutannya, Onang dan kawan-kawan menolak keras kenaikan BBM yang dilakukan Pemerintahan Jokowi-JK. Pasalnya, pemerintah sudah dua kali menaikkan BBM tahun 2018 ini.

Sejak tanggal 20 Januari 2018, pemerintah menaikkan harga pertalite senilai Rp100 per liternya. Kemudian tanggal 24 Maret 2018 Pertamina kembali secara resmi merilis pengumuman melalui websitenya untuk kenaikan harga pertalite senilai Rp150 sampai Rp 200 per liternya.

Kenaikan harga tersebut dilakukan pemerintah  dalam kurun waktu tiga bulan saja pada tahun 2018. Hal ini tentunya merupakan kado pahit yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya di awal tahun. “Ini tentu kado pahit bagi kami sebagai rakyat di awal tahun 2018,” pungkasnya.

Alasan Pertamina menaikkan harga pertalite dipicu kenaikan harga minyak mentah dunia. Fluktuasi harga minyak bulan Januari hingga April 2018 rata-rata di atas USD 60/barel. Padahal, asumsi harga minyak mentah dunia menurut APBN 2018 adalah senilai USD 48/barel. Hal ini tentunya membuat Pertamina menaikkan harga jual pertalite dipasaran dinaikan.

Kenaikan harga pertalite ini menurut Onang berdampak pada perekonomian rakyat. BBM jenis pertalite sudah terlanjur menjadi alternatif konsumsi energi rakyat di tengah minimnya ketersediaan premium di pasaran. BPS mencatat bahwa tingkat inflasi bulan Maret 2018 disumbang kenaikan harga pertalite. Persentase inflasi bulan Maret 2018 sebesar 0,20 persen.

Pengurangan alokasi kuota BBM premium juga menjadi kado istimewa. Secara nasional pemerintah sudah mengurangi kuota alokasi premium ke seluruh wilayah di Indonesia. Bukan hanya kuota premium yang dikurangi, realisasi distribusinya pun dipangkas sejak 3 tahun terakhir.

Baca Juga :  Ratusan Warga Tuntut Uang Kerohiman

Persentase realisasi distribusi premium ke setiap wilayah di Indonesia secara nasional sebesar 56,25 persen tahun 2017. Hal ini menjadi suatu yang mengejutkan, padahal persentase realisasi distribusi premium pada tahun 2016 secara nasional mencapai 81,67 persen dan 89,66 persen tahun 2015.

NTB pada tahun 2017 hanya mendapatkan persentase realisasi distribusi premium sebesar 77,32 persen. Padahal 3 tahun sebelumnya persentase realisasinya mencapai rata-rata 90 persen. Pengurangan ini juga terjadi pada jumlah alokasi premium. Padahal premium masih menjadi konsumsi tertinggi di NTB. Persentase konsumsi energi di NTB per tahunnya sebesar 67 persen.

Massa mempertanyakan kebijakan pemerintah tersebut. Pemerintah dianggap terlalu kejam kepada rakyatnya. Kebijakan mengurangi distribusi premium di pasaran, tetapi kembali menaikkan harga pertalite yang menjadi alternatif konsumsi rakyat. ‘’Berdasarkan hal itu, kami menolak keras kenaikan harga BBM, khususnya pertalite,’’ tegasnya.

Dalam aksi itu, massa kemudian membubarkan diri karena tak mendapatkan jawaban dari pihak Depo Pertamina Ampenan. Massa aksi kemudian bergerak ke Mapolresta Mataram untuk menuntut kebebesan dua teman mereka yang sempat ditahan. Setelah dilakukan musyawarah mufakat, akhirnya polisi membebaskan kedua mahasiswa itu.

Kabag Ops Polresta Mataram Kompol Taufik yang dikonfirmasi mengaku sudah membebaskan kedua mahasiswa itu. Tindakan refresif yang diambil sudah sesuai ketentuan. Kedua mahasiswa itu ditahan karena diduga sebagai provokator dalam aksi itu. ‘’Ada dua orang yang kita tahan, tapi langsung kita bebaskan setelah ada kesepakatan,’’ katanya. (cr-der)

Komentar Anda