Datang Wajib Lapor, Po Suwandi Langsung Dijebloskan Penjara

Dr Agus (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Direktur PT Anugerah Mitra Graha (AMG), Po Suwandi dijebloskan ke sel tahanan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, untuk menjalani pidana penjara selama 13 tahun, Kamis sore (19/9). Ia dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kuripan, Lobar, ketika mendatangi Kejati NTB untuk melakukan wajib lapor atas tahanan kota yang dijalani.

“Iya, hari ini terpidana Po Suwandi kita eksekusi ke Lapas,” ungkap Wakil Kepala Kejati NTB, Dedie Tri Haryadi, Kamis (19/9).

Po Suwandi, salah satu dari delapan terdakwa kasus korupsi tambang pasir besi di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Lotim tahun 2021-2022. Jaksa eksekutor menjebloskannya ke Lapas, berdasarkan petikan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) yang telah diterima dari Pengadilan Negeri (PN) Mataram.

Dalam putusan kasasi MA nomor :  4960 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 28 Agustus 2024 itu, hakim menyatakan menolak permohonan kasasi penuntut umum dan terdakwa Po Suwandi. “Dia kasasi, kita juga kasasi. Kasasi itu ditolak, jadinya menguatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) NTB. Status tahanan kota itu dihapus. Kembali menjatuhkan pidana penjara 13 tahun. Itu yang menjadi pertimbangan,” katanya.

Apabila terdakwa menolak menandatangi surat eksekusi atau penahanan yang dilakukan jaksa eksekutor, Dedie memastikan itu bukan jadi masalah. “Kita buat berita acara yang bersangkutan tidak mau tanda tangan (surat eksekusi). Yang  penting sudah dapat petikan putusan. Resmi kok,” tegasnya.

Terpisah, penasihat hukum Po Suwandi, Lalu Kukuh Kharisma mengaku terkejut dengan eksekusi penahanan yang dilakukan Kejati NTB. Pasalnya, kliennya datang ke Kejati NTB dengan tujuan wajib lapor. “Baru saya terima kabar juga, pas dia (Po Suwandi) wajib lapor, dieksekusi. Kami nggak paham dengan jaksa, kenapa terburu-buru,” ucap Kukuh.

Baca Juga :  Membela Diri Hingga Dua Begal Terbunuh, Amaq Sinta Tidak Dapat Dipidana

Padahal lanjutnya, salinan resmi putusan kasasi MA belum diterima. Dengan begitu, ia meminta kliennya untuk tidak menandatangani surat eksekusi tersebut. “Kami suruh jangan tanda tangan, karena mau eksekusi pakai apa. Kita mau peninjauan kembali (PK) setelah eksekusi kan nggak bisa, pertimbangan hakim kan nggak ada. Makanya diatur di KUHAP, eksekusi dilakukan setelah putusan secara lengkap,” katanya.

Meskipun nanti Po Suwandi ditahan, Kukuh menyebut penahanan itu bersifat penahanan titipan sampai menunggu salinan lengkap putusan kasasi. “Pak Po Suwandi dalam kondisi sakit, seharusnya ada diskresi dari mereka (jaksa),” ujarnya.

Sebelum dijebloskan ke sel tahanan, Po Suwandi merupakan tahanan kota. Ia ditetapkan sebagai tahanan kota oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mataram yang diketuai Isrin Surya Kurniasih, yang sebelumnya merupakan tahanan rutan.

Seiring berjalannya waktu dalam proses persidangan tingkat pertama itu, Po Suwandi dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun  2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Po Suwandi dijatuhi pidana penjara selama 13 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan. Serta membebankan Po Suwandi untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 17,7 miliar subsider 6 tahun kurungan penjara.

Baca Juga :  Demokrat dan NasDem Ajukan Gugatan Sengketa ke Bawaslu

Dalam amar putusan hakim tingkat pertama, menetapkan PO Suwandi tetap berada dalam tahanan kota. Kasus ini berlanjut ke upaya hukum tingkat banding pada Pengadilan Tinggi (PT) NTB. Terdakwa mengajukan banding dan dilawan jaksa penuntut.

Dalam putusan hakim banding yang diketuai Gede Ariawan, menerima permintaan banding dari kedua belah pihak tersebut.   Putusan banding dengan nomor : 2/PID.TPK/2024/PT MTR itu, hakim menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Mataram Nomor 17/Pid.Sus-Tpk/2023/PN.Mtr, tanggal 5 Januari 2024 yang dimohonkan banding.

Tidak ada perubahan sama sekali, akhirnya terdakwa menempuh upaya hukum tingkat kasasi pada MA. Hasilnya, MA menolak permohonan kasasi tersebut.

Humas Pengadilan Negeri  (PN) Mataram, Kelik Trimargo mengaku baru menyerahkan petikan putusan kasasi Po Suwandi kepada pihak kejaksaan maupun terdakwa. “Salinan putusan lengkap belum, baru petikan. Rabu (18/9) kemarin kami sampaikan kepada para pihak,” ujar Kelik.

Petikan putusan kasasi dengan perkara Nomor: 4960 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 28 Agustus 2024, yang menolak   menolak permohonan kasasi penuntut umum dan terdakwa Po Suwandi itu yang menjadi landasan Kejati NTB mengeksekusi penahan Po Suwandi.

Diketahui, pengerukan yang dilakukan PT AMG di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya tersebut tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM. Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa RKAB itu berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.

Dengan tidak ada persetujuan itu, mengakibatkan tidak ada pemasukan kepada negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan hasil audit BPKP NTB, kerugian negara yang muncul sebesar Rp 36,4 miliar. (sid)

Komentar Anda