
YOGYAKARTA–Potensi energi terbarukan di Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya energi panas bumi di Pulau Flores, kembali menjadi sorotan nasional. Bertempat di ILC Jogja, Gerakan Aliansi Mahasiswa NTT Yogyakarta menggelar seminar bertajuk “Energi Panas Bumi untuk NTT: Peluang dan Kendala” yang mempertemukan akademisi, pengamat kebijakan, praktisi energi, serta perwakilan dari PLN.
Ketua panitia, Roni Dakuya, dalam sambutannya menegaskan bahwa Flores tidak hanya dikenal karena tanahnya yang “panas” secara geologis, tetapi juga menyimpan potensi besar untuk menjadi motor penggerak transisi energi nasional.
“Kita di Flores punya emas di perut bumi. Tapi jangan sampai ini hanya jadi rebutan korporasi. Harus dikelola dengan berpihak pada masyarakat adat dan keberlanjutan lingkungan,” ujarnya.
Roni juga menyoroti dominasi perusahaan besar dan negara asing dalam penguasaan sumber energi dunia.
“Energi bukan sekadar bisnis. Ini soal kedaulatan dan partisipasi. Jangan biarkan kita hanya jadi penonton di rumah sendiri,” tegasnya.
Energi dan Diplomasi: Tantangan Kawasan Pinggiran
Dalam sesi diskusi, berbagai pandangan mengemuka, termasuk pentingnya melihat energi dalam konteks geopolitik dan diplomasi. Potensi panas bumi NTT disebut dapat menjadi model kerja sama internasional berbasis kearifan lokal, bukan dominasi modal asing.
Prof. Agung Harijoko, Guru Besar Geologi dari Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar kedua di dunia, namun pemanfaatannya masih sangat minim.
“Flores dan kawasan lain di NTT merupakan bagian dari Cincin Api dunia, yang menyimpan cadangan panas bumi besar. Tapi kita masih terkendala kebijakan, investasi, dan sumber daya manusia,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa pengembangan geotermal memerlukan pemahaman geologi yang mendalam serta dukungan kebijakan yang ramah investasi, tetapi tetap berpihak pada masyarakat.
“Energi geotermal adalah energi bersih, dan bisa dimanfaatkan tak hanya untuk listrik, tapi juga pemanasan rumah kaca, spa, hingga pengolahan hasil pertanian,” tambah Prof. Agung.
PLN: Panas Bumi adalah Masa Depan Energi NTT
Perwakilan PLN, Davianus H. Edy, menyampaikan bahwa beberapa proyek panas bumi sedang berjalan di wilayah NTT. Ia menyebut energi ini lebih stabil dibandingkan diesel dan tidak tergantung pada cuaca.
“Kami sadar pentingnya menjaga lingkungan. Semua proyek sudah melalui kajian AMDAL dan melibatkan masyarakat sejak tahap awal,” ujarnya.
Edy memastikan bahwa PLN berkomitmen untuk menghindari praktik penggusuran dan perampasan ruang hidup.
“Energi ini untuk masyarakat, bukan sebaliknya,” katanya.
Dari Diskusi ke Aksi: Seruan Pemuda untuk Swasembada Energi
Seminar ini menjadi ruang reflektif sekaligus seruan konkret bagi mahasiswa, pemuda, dan masyarakat sipil NTT untuk membangun jalan menuju swasembada energi. Isu ini bukan hanya menyangkut aspek teknis dan teknologi, tetapi juga berkaitan erat dengan keadilan, hak masyarakat adat, dan arah kebijakan energi nasional.
Gerakan Mahasiswa NTT Yogyakarta berharap hasil seminar ini menjadi masukan strategis bagi pemerintah daerah, DPRD, dan pemangku kepentingan lainnya di NTT. (RL)