MATARAM — DPRD NTB memastikan pembahasan rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) APBD 2024 yang telah diserahkan pihak Eksekutif, akan difokuskan pada pendapatan daerah yang bersifat jelas dan tidak bodong, seperti halnya pembahasan APBD sebelumnya.
Hal itu disampaikan Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaedah, sekaligus menegaskan bahwa dalam pembahasan KUA-PPAS APBD 2024, tidak benar jika ada informasi bahwa alokasi dana pokok pikiran (Pokir) DPRD NTB dinaikkan pada APBD 2024 ini. “Itu isu tidak benar. Apalagi nilainya sampai Rp 400 miliar,” kata politisi Partai Golkar ini kepada awak media, di kantor DPRD NTB, kemarin.
Diungkapkan, alotnya pembahasan yang terjadi bukan karena soal ada tambahan Pokir Rp 400 miliar. Namun karena Pemprov melalui TAPD terlambat memasukkan KUA/PPAS APBD 2024, yang seharusnya antara Juli-Agustus sudah dimasukkan ke DPRD, tetapi TAPD Pemprov baru memasukkan pada Minggu ke dua November 2023.
Akibatnya terjadi hujan interupsi yang dilakukan para anggota Dewan saat sidang paripurna DPRD NTB, yang tujuannya lebih pada mengingatkan Pj Gubernur NTB dan Pj Sekda NTB untuk fokus dalam penyehatan APBD dan tepat waktu sesuai jadwal yang sudah ditetapkan.
“Buktinya kita bersurat dua kali ke Pemprov NTB, karena kita komitmen untuk dan bagaimana APBD kita sehat, dan tidak ada lagi pendapatan yang tidak jelas muncul di APBD 2024,” tandas Isvie.
Politisi Golkar ini juga menyebutkan bahwa total nilai APBD NTB yang diserahkan sebesar Rp5,78 triliun. Dimana lanjut dia, ada informasi dana Pokir naik di APBD 2024. Maka Isvie memastikan spekulasi itu tidak benar.
“Pokir DPRD NTB itu sudah ditetapkan jauh-jauh hari saat pembahasan Musrenbang Provinsi. Itu tidak ujug-ujug atau tiba-tiba. Jadi itu isu tidak benar. Pokir itu juga jika disahkan adalah program OPD, dan bukan milik DPRD yang melaksanakan secara teknisnya,” ungkap Isvie.
Senada, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB, Ruslan Turmudzi memastikan bahwa pendapatan bodong seperti di APBD sebelumnya. Diantaranya dari pengelolaan Gili Trawangan yang mencapai ratusan miliar, dipastikan tidak ada lagi dalam APBD 2024.
Hal ini lantaran pihaknya tidak mau lagi terjebak dalam nilai pendapatan besar, namun di lapangan hal tersebut sangat sulit diwujudkan. “Cukup sudah APBD sebelumnya ada pendapatan Gili Trawangan mencapai ratusan miliar, tapi hingga kini kita tidak bisa mencapai target yang sudah ada. Karena uangnya memang tidak ada masuk,” ucap politisi PDIP ini.
Menurut Ruslan, tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) jatah Pemprov atas keuntungan bersih PT AMNT senilai Rp 278 miliar, dipastikan dananya sudah di Kementerian Keuangan. Bahkan sudah ada peraturan Kementerian Keuangan untuk alokasi jatah Pemprov NTB, Pemkab KSB, dan Pemda Kabupaten/Kota lainnya. Ini termasuk alokasi tahun 2023 senilai kurang lebih Rp 75 miliar.
Dana DBH AMNT ini tinggal ditransfer saja. Makanya pihaknya memasukkan dalam APBD NTB 2024, sebagai pendapatan yang wajib diterima. “Tinggal Pemprov melakukan penagihan ke AMNT dengan adanya Pergub yang sudah dirampungkan untuk menagih dana itu,” jelas Ruslan.
Lebih lanjut untuk pendapatan di Gili Trawangan yang menjadi salah satu destinasi unggulan di NTB, pihaknya dalam APBD 2024 hanya bisa memprediksi memperoleh angka pendapatan sekitar Rp 50 miliar saja. Itu karena hingga kini masih ada sengketa hukum terkait penguasaan lahan yang dilakukan oleh warga yang mendiami tanah milik Pemprov.
“Kami tidak berani memasukkan asumsi pendapatan yang mencapai ratusan miliar kayak dulu. Paling yang bisa prediksi angkanya hanya sekitar Rp 50 miliar dari Gili Trawangan, dengan melihat kasus hukum yang masih berjalan hingga kini,” jelas Ruslan.
Ditambahkan, pendapatan riil dalam APBD 2024 lainnya yakni PKB dan BBNKB yang merupakan salah satu dari pajak Pemprov untuk kendaraan bermotor juga difokuskan pada aspek yang riil.
Ruslan juga optimis bahwa APBD NTB 2024 bisa sehat, lantaran tidak ada lagi dana direktif dari kepala daerah, seperti halnya pada pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur, Zul-Rohmi. “Kalau soal dana Pokir, tidak benar itu naik. Ini karena dana Pokir kita sudah sepakat bahwa itu menjadi program dan kewenangan OPD Pemprov,” tandasnya. (yan)