Dana Bagi Hasil Tembakau Berkurang Drastis

H.Masri
H. Masri.(Janwari Irwan/Radar Lombok)

Dipotong Separuh untuk BPJS Kesehatan

SELONG-Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCT) pada tahun 2019 ini jumlahnya lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya. Berkurangnya dana ini karena sebagiannya dimanfaatkan untuk pembayaran BPJS Kesehatan.

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Lombok Timur, Masri, mengatakan, penyaluran DBHCT pada saat ini masih dalam tahapan. Rencananya untuk penyaluran dana semua UPT pertanian akan dikumpulkan. Hanya saja jumlah dana tahunini berkurang dari jumlah yang diterima tahun sebelumnya. “ Kita akan kumpulkan UPT yang ada untuk menyepakati apakah petani tembakau Virginia dan Rajang ini akan dipukul rata, atau seperti apa,” katanya, Senin (23/09).

Karena jika melihat besaran dana DBHCT, masing-masing petani akan menerima Rp 490.000 per hektar. Sementara pada tahun 2018 besaran yang diterima Rp 1.090.000 perhektar.” Tahun lalu yang diberikan ke petani sebesar Rp 17,3 miliar. Pada tahun 2019 dana yang diberikan hanya Rp 8,4 miliar saja,”katanya.

Sebagian uang yang merupakan jatah petani digunakan untuk membayar utang BPJS. Karena itu sesuai dengan permintaan pemerintah pusat untuk menyalurkan sebagian dana itu untuk pembayaran iuran BPJS Kesehatan. “Jadi mulai tahun 2019 dana itu dialihkan ke BPJS, dan ada juga ke yang lain. Yang jelas 50 persen itu dimanfaatkan untuk yang lain,” tegasnya.

Sementara itu ada tiga desa yang belum menerima dana tahun 2018 lalu yaitu Desa Batunampar dan Desa Wakan Kecamatan Jerowaru, dan Desa Pengkelak Kecamatan Sakra Barat. Tahun ini mereka akan menerima dana itu. “Tapi kemarin saya ditelpon kalau dari sekian ribu petani yang belum mendapat dana DBHCHT pada tahun 2018, hanya sebanyak 65 orang petani yang masih aktif rekeningnya. Selebihnya sudah mati,  dan ini yang sedang diselesaikan,” katanya.

Bagi warga yang belum mendapat dan dana DBHCT pada tahun 2018, rencananya uang itu akan diberikan pada bulan Oktober mendatang.” Untuk tahun 2018 lalu sebanyak tiga desa yang tidak bisa mengambil uang,” katanya.

Tertahannya uang DBHCT pada tahun 2018 disebabkan karena data yang terlambat diberikan oleh pemerintah desa. Padahal berdasarkan aturan yang ada, data penerima paling lambat diterima pada tanggal 31 Desember. Sementara data dari tiga desa ini tidak bisa masuk sehingga harus menunggu perubahan.

“ Karena uang itu tidak bisa keluar pada tahun yang lalu, maka sekerang uang itu masih disimpan di rekening daerah, dan akan keluar sekarang, tetapi apakah boleh uang itu diberikan meski rekening penerima sudah mati? Ini yang harus ditunggu,” tandasnya.

Dipangkasnya DBHCT untuk membayar tunggakan iuran BPJS Kesehatan jadi pertanyaan. Pasalnya dana itu harusnya dimanfaatkan untuk petani, bukan yang lain. Apalagi pada saat ini petani tembakau masih banyak yang belum memiliki kartu BPJS. “ Di sisi lain cukai dari tembakau ini manfaatnya sangat besar pagi masyarakat yang lain. Tapi disatu sisi petani tembakau meradang akibat anjloknya harga, kalau manfaatnya sangat besar, seharusnya petani tembakau diberikan kesejahteraan,” kata Lalu Junaidi, Ketua LSM Gumi Paer Lombok.(wan)

Komentar Anda