MATARAM — Tudingan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB telah berlaku zalim terhadap daerah-daerah penghasil tembakau di Pulau Lombok, ditanggapi Direktur Lombok Global Institute (Logis), Fihiruddin.
Sebagai putra Lombok Tengah, ia mengaku daerahnya sebagai penghasil utama tembakau selama ini telah diperlakukan tidak adil dan fair dalam pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang dikelola Pemprov NTB.
Buktinya, Loteng dan dua kabupaten lainnya, yakni Lombok Timur dan Lombok Barat, justru memperoleh manfaat minim dari berbagai program yang anggarannya bersumber dari DBHCHT tersebut. “Tentu ini sangat tidak adil dan fair bagi kabupaten penghasil tembakau,” kata Fihir, Jumat kemarin (24/1).
Seharusnya menurut Fihir, tiga kabupaten penghasil utama tembakau terbesar di NTB, harus memperoleh prioritas program yang pembiayaannya bersumber dari DBHCHT. Namun kenyataanya, daerah penghasil utama tembakau justru relatif minim memperoleh manfaat. Terutama kepada para petani tembakau yang ada di daerah penghasil.
Program-program yang anggarannya bersumber dari DBHCHT, semestinya harus dipergunakan bagi kepentingan para petani tembakau. Karena DBHCHT itu berasal dari jerih payah para petani tembakau.
Namun selama ini kata dia, para petani tembakau harus berjuang dengan persoalan yang dihadapi, seperti halnya kelangkaan pupuk, dan lainnya.
“Seharusnya DBHCHT itu diperuntukkan bagi petani tembakau, untuk menjawab persoalan yang dihadapi mereka,” imbuh Fihir.
Menurutnya, pengelolaan DBHCHT yang tidak adil dan fair terhadap kabupaten penghasil tembakau, tidak terlepas dari adanya permainan dalam pembahasan anggaran antara Tim Alokasi Penganggaran Daerah (TAPD) Pemprov NTB dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB. “Ini akibat permainan anggaran di TAPD dan Banggar,” duganya.
Disampaikan Fihir, dari hasil temuan investigasi yang dilakukan pihaknya, program yang anggarannya bersumber dari DBHCHT hampir sebagian besar dibahasakan sebagai Direktif Gubernur. Namun sebetulnya itu adalah pokok-pokok pikiran (Pokir) dari Anggota Dewan.
Sebagian besar program itu ditumpuk di Kabupaten/Kota di Pulau Sumbawa, meskipun bukan penghasil utama tembakau di NTB. “Dan anehnya, dalam temuan kami, banyak Pokir Dewan yang anggarannya dari DBHCHT itu berasal dari Anggota Dewan yang bukan berasal dari Dapil Kabupaten/Kota di Pulau Sumbawa,” ungkapnya.
Sementara dalam aturan, Anggota Dewan tidak diperbolehkan menempatkan Pokir-nya di Kabupaten/Kota yang bukan Dapil-nya. Karena Pokir ini adalah hasil serapan aspirasi dari Anggota Dewan di Dapil-nya masing-masing.
Namun kenyatannya lanjut Fihir, banyak Aggota Dewan yang menempatkan Pokir di Kabupaten/Kota yang bukan Dapil-nya. “Hal ini jelas sudah melanggar aturan,” tegas Fihir.
Sebab itu, dia mengatakan pihaknya akan melaporkan temuan hasil investigasi terkait pengelolaan DBHCHT itu kepada aparat penegak hukum (APH). “Persoalan ini akan kita laporkan ke APH,” tandas Fihir. (yan)