Corona Renggut Nyawa Pasutri

MENINGGAL : Kepala Dikes NTB, dr Nurhandini Eka Dewi mengungkapkan adanya suami-istri yang meninggal akibat Covid-19 saat RDP di ruang Komisi V DPRD NTB, Kamis (2/7). (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK )
MENINGGAL : Kepala Dikes NTB, dr Nurhandini Eka Dewi mengungkapkan adanya suami-istri yang meninggal akibat Covid-19 saat RDP di ruang Komisi V DPRD NTB, Kamis (2/7). (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK )

MATARAM – Sebagian masyarakat sudah hidup normal seperti sebelum wabah Covid-19 menyerang NTB. Hal itu membuat Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Pemerintah Provinsi NTB menjadi khawatir.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dr Nurhandini Eka Dewi mengingatkan seluruh masyarakat untuk tidak menyepelekan virus corona. Pasalnya, saat ini sudah ada suami dan istri yang meninggal dunia setelah terserang Covid-19. “Virus corona ini kejam. Kita punya pasien di NTB, kedua orang tuanya meninggal dunia karena Covid-19. Sekarang jadi yatim piatu,” ungkap Eka usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPRD Provinsi NTB, Kamis (2/7).

Pasien yang tinggal di daerah zona merah tersebut merasakan duka yang sangat mendalam. Bagaimana tidak, hanya dalam seminggu harus kehilangan kedua orang tuanya. Adanya keluarga yang meninggal seperti suami istri, selama ini hanya terdengar di daerah lain. Untuk Provinsi NTB sendiri, kasus suami istri yang meninggal akibat Covid-19 bari ditemukan dalam satu keluarga saja.

Awalnya, tutur Eka, ayahnya yang terlebih dahulu dinyatakan terjangkit Covid-19. Barulah kemudian ibunya. “Ayahnya sakit duluan, ibunya sakit belakangan. Tapi kemudian ibunya meninggal, setelah 6 hari ibunya meninggal, ayahnya juga meninggal,” terangnya.

Saat ini, lanjutnya, keluarga tersebut masih berduka. Eka mengaku belum bisa menyebutkan identitas dan alamat lengkap keluarga tersebut. “Saya gak enak dengan keluarganya. Mereka sedang berduka. Bayangkan dalam seminggu, anak-anak ini kehilangan orang tuanya. Bagaimana rasanya? Yang jelas mereka dari daerah zona merah (Mataram atau Lombok Barat),” ujarnya.

Pristiwa duka tersebut baru-baru ini terjadi. Eka tidak ingin masyarakat lain merasakan kembali apa yang dialami keluarga tersebut. “Karena itu, kita semua harus tetap waspada. Dan ingat, sudah banyak juga pasien meninggal tanpa penyakit bawaan,” imbuhnya.

Baru-baru ini juga, seorang pasien usia 36 tahun yang tergolong masih muda meninggal dunia setelah terjangkit Covid-19. Padahal, pasien tersebut tidak memiliki penyakit bawaan. “Kasus-kasus meninggal tanpa komorbid sudah banyak. Orang yang awalnya baik-baik saja, setelah 2 hari meninggal karena Covid-19. Itu usianya 36 tahun,” ungkap Eka.

Hingga saat ini, sudah lebih dari 15 pasien Covid-19 yang meninggal tanpa penyakit bawaan (komorbid). “Ada 4 orang pasien anak-anak yang meninggal, itu juga murni karena Covid-19. Tidak memiliki penyakit bawaan,” ucap Eka.

Hal yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat, saat ini masih berlangsung proses transmisi lokal. Seseorang yang tidak pernah keluar rumah, juga bisa terkena Covid-19 apabila kontak dengan pasien positif Covid-19 atau Orang Tanpa Gejala (OTG). Para orang tua, bayi dan kelompok rentan lainnya harus dijaga dengan baik. “Banyak yang bilang ibunya tidak pernah keluar, tapi kok dinyatakan positif Covid-19. Siapa yang pernah bersentuhan dengan ibunya? Walaupun tidak ke mana-mana, tapi kan tetap kontak dengan orang. Itulah dia terkena OTG,” jelas Eka.

Oleh karena itu, rapid test dan swab terus dilakukan. Tujuannya bukan untuk memperbanyak jumlah kasus positif, namun justru memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Sejauh ini, sudah dilakukan rapid test terhadap lebih dari 21.000 orang. Hasilnya, sebanyak 2.099 orang atau 10 persen reaktif. “Pengalaman kita, orang yang hasil rapid test reaktif, ketika di-swab sebanyak 20 persen positif Covid-19,” katanya.

Pemerintah sudah berbuat banyak agar masyarakat sadar. Namun terkadang, ada mantan pasien yang bersikap tidak mendukung upaya pemerintah. “Seperti pak Husni Thamrin, beliau diberikan obat juga kok. Saya punya rekamnya. Jadi tidak benar jika tidak diberikan obat. Tetap pasien diberikan obat dan vitamin,” ucapnya.

Meskipun begitu, Eka patut berbangga pada masyarakat NTB. Terutama terhadap generasi muda. “Hebatnya orang NTB, daya tahan tubuhnya bagus. Terutama yang muda-muda. Tapi yang Lansia dan balita, itu cepat sekali membunuh,” ujar Nurhandini Eka Dewi.

Sementara itu, anggota Komisi V DPRD Provinsi NTB, TGH Hazmi Hamzar meminta Gugus Tugas untuk menjadikan mantan pasien sebagai Duta Covid-19. Bukan justru dilepas begitu saja setelah sembuh. Belajar dari kasus pasien Covid-19 Husni Tamrin yang merupakan anggota DPRD Kota Mataram. Setelah sembuh berbicara di publik bahwa dirinya tidak pernah diberikan obat, namun nyatanya bisa sembuh.

Menurut TGH Hazmi, seluruh pasien sembuh harus dibekali materi sosialisasi pencegahan Covid-19. “Seperti tuan guru dari Aikmel, beliau cocok jadi Duta Covid-19. Kenapa tidak digunakan untuk menyadarkan masyarakat bahayanya Covid-19,” ucap Hazmi Hamzar.

Beberapa anggota Komisi V DPRD NTB lainnya juga banyak menyuarakan berbagai persoalan tentang Covid-19 dalam RDP tersebut. Mulai dari keanehan rapid test hingga biaya pasien. Tidak lupa juga persoalan lainnya disuarakan kepada mitra kerja, seperti masalah pendidikan, ketenagakerjaan dan lain-lain. (zwr)

Komentar Anda