Corona Mulai Mengancam Sektor Property

Property
MEMBANGUN : Salah satu komplek perumahan yang telah usai dibangun di wilayah Lombok Barat. (devi handayani/radar lombok)

MATARAM – Status darurat pencegahan penyebaran wabah virus Corona (Covid-19) berdampak di semua lini sektor usaha. Tak ketinggalan sektor property mulai ikut tiarap akibat penyebaran wabah virus Corona yang sampai saat ini belum ada pihak manapun bisa memprediksi kapan berakhirnya wabah penyakit yang berasal dari Wuhan Cina tersebut.

Di NTB sektor property, baik itu di perumahan subsidi maupun komersil ikut tiarap dampak dari penyebaran wabah virus Corona. Hampir sebagian besar pengusaha property terpaksa menghentikan untuk sementara proyek pembangunan perumahan, baik subsidi maupun komersil di NTB.

“Sudah tidak ada lagi pembangunan konstruksi perumahan. Karena adanya beberapa kendala, salah satunya kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sudah tidak ada lagi,” kata Ketua DPD REI NTB H Heri Susanto, Minggu (3/5).

Menurut Heri, properti saat ini kondisinya sedang terhenti untuk sementara waktu. Pertama dari sisi produksi yang sudah tidak ada, karena di tengah tanggap darurat Covid-19 di NTB. Kemudian persoalan konsumen tidak dapat melakukan proses akad dan FLPP tidak memiliki kuota.

“Anggota REI itu ada 79 perusahaan dan yang aktif itu tidak lebih dari 10 masih membangun, karena beberapa pertimbangan,” jelas.

Diterangkan Heri, proses pembangunan tetap berlanjut dilakukan oleh sebagian perusahaan anggota REI, lantaran adanya permintaan dari para pekerja untuk melanjutkan pembangunan, meskipun pembangunannya tidak semasif seperti biasanya sebelum wabah virus Corona.

Baca Juga :  Enam Petugas Medis Puskesmas Kota Raja Dirawat ke RSU Labuhan Haji

“Memang ada beberapa anggota kami masih kerja, karena memang kadang kala paksaan dari para tenaga kerja mereka,” ujarnya.

Tak hanya itu, lanjut Heri, terkait dengan konsumen-konsumen yang dianggap layak oleh perbankan sebelum terjadinya Covid-19, sekarang banyak di anggap tidak layak. Sehingga tidak dapat dilakukannya proses akad antar konsumen dengan pengembang (developer) khususnya untuk program rumah subsidi. Pasalnya, banyak calon konsumen terpaksa dirumahkan oleh perusahaan, dimana hal tersebut ditakutkan oleh pihak perbankan.

Karena rata-rata sebagian besar konsumen di rumahkan dan ada juga sebagian pekerja yang mengajukan pembiayaan rumah subsidi hanya menerima setengah gaji, bahkan tidak ada digajinya.

“Yang Awalnya mereka layak untuk mencicil ternyata tidak bisa, sehingga perbankan kadang-kadang tidak bisa melanjutkan untuk akad,” terangnya.

Padahal, dari pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyarankan pihak perbankan untuk tetap melakukan akad, yang nantinya langsung di restrukrisasi. Namun dari perbankan kemungkinan tidak menginginkan hal tersebut dengan berbagai pertimbangan dan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian.

“Ketika mereka di akadkan, bulan depan mereka sudah tidak bisa bayar, makanya bank tidak mau seperti itu. Karena dari perbankan punya mekanismenya sendiri,” jelasnya.

Baca Juga :  Cegah Penyebaran Corona, Jalan Raya Aikmel Ditutup

Selain itu, lanjut Heri perbankan yang terkait dengan FLPP tidak punya kuota sekarang ini. Ia mencontohkan, seperti Bank BTN Syariah sudah tidak ada kuota. Bahkan Bank NTB Syariah yang juga menyediakan pembiayaan kredit FLPP sudah habis (kuota). Sehingga walaupun developer memproduksi dan konsumen ada, tetap sama saja tidak bisa akad. Padahal, jika perumahan ini di genjot harapan REI akan bisa berdampak terhadap perputaran roda ekonomi masyarakat di tengah pandemi Corona.

“Kondisinnya memang lebih berat, bahkan bisa dikatakan kondisi covid-19 ini lebih berat dengan kondisi gempa tahun 2018 lalu. Gempa bumi tahun lalu kami masih ada progress, masih bisa akad. Tapi untuk saat ini betul-betul tidak bisa,” ungkapnya.  

Heri mengatakan untuk saat ini para pengusaha property masih bisa bertahan. Namun, jika kondisi Covid-19 sampai berlanjut hingga Agustus, maka akan lebih parah kondisinya. Karena perusahaan ini punya budget (kas atau dana buffer) hanya bisa bertahan 3-4 bulan kedepan.

“Kalau 3-4 bulan kedepan tidak ada perbaikan (Covid-19), ya sepertinya pengusaha otomatis tutup sementara, sambil menunggu kondisi. Bisa juga permanen kalau  berkepanjangan,” pungkasnya. (dev)

Komentar Anda