Enam tenaga kerja wanita (TKW) asal NTB yang melarikan diri ke Turki akhirnya dipulangkan. Mereka selanjutnya dikembalikan ke keluarga masing-masing. Apa saja cerita mereka selama sebulan lebih bekerja di Turki?
ALI MA’SHUM – MATARAM
Enam wanita berkumpul di ruang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda NTB. Senyum sumringah nampak jelas di wajah mereka. Mereka bersenda gurau antara satu dan lainnya.
Mereka ini enam orang TKW yang berhasil melarikan diri dari majikannya di Turki. Mereka kabur karena kerap mendapat siksaan. Juga tidak menerima gaji dan bayaran. Keenamnya yaitu Sri Ainun Kamal (21 tahun), Siyanti (21 tahun), Sisi Kurniati (19 tahun), Lilis (19 tahun), Sri (21 tahun) dan Junari (21 tahun). Keenamnya warga Kabupaten Dompu.
Sri mengaku tergiur dengan gaji besar yang ditawarkan. Ketika perekrut (tekong) menawarinya, ia tidak berpikir dua kali untuk menyetujui. Apalagi keberangkatan ke Turki tidak dipungut biaya sama sekali. ‘’ Paspor dan semua dokumen lainnya itu diurusin. Malah kami diberi uang belanja Rp 2 juta,’’ ujarnya di Mapolda NTB, Kamis kemarin (22/2).
Bulan September 2017, mereka diberangkatkan melalui Jakarta. Hanya semalam di Jakarta, langsung diberangkatkan ke Turki. Sesampainya di Turki, mereka dibawa ke kantor agen di Kota Istanbul Turki. Setelah tiga hari menunggu calon majikan, Sri kemudian dioper untuk bekerja di Kota Mersin Turki. ‘’ Kami disana empat minggu menunggu dan dioper ke Mersin Turki,’’ akunya.
Di Mersin, ia bekerja sebagai asisten rumah tangga. Disana ia bertugas menyetrika baju, dan mencuci piring. Pekerjaan itu dijalani selama 15 hari. Ternyata, janji yang diterima tidak seperti yang diharapkan. Selama bekerja, ia mengaku sama sekali tidak digaji. Ia juga hanya diberi makan hanya sekali sehari.
Penderitaannya tidak berakhir. Ketika pekerjaannya ada yang salah, majikannya ternyata ringan tangan. Ia mengaku mendapat siksaan. ‘’ Saya ditendang dan ditampar di kantor agen. Saya tidak akan pernah lupa,’’ imbuhnya.
Kerap mendapat siksaan, ia dan rekannya yang lain memilih untuk melarikan diri. Saat itu mereka dikembalikan majikannya ke agen. ‘’ Kebetulan saya dan lainnya itu lama di kantor agen, jadi cukup tahu jalan. Saat teman-teman yang lain datang, kami langsung lari ke KBRI,’’ terangnya.
Kekerasan yang menimpanya membuatnya trauma. Ia dan lainnya mengaku hanya ingin bekerja dan diperlakukan dengan baik. ‘’ Pasti kapok dan trauma. Ini tidak seperti yang kami bayangkan. Janji yang ditawarkan sangat menggiurkan. Kami tidak akan pernah lupa sampai dipukul. Semoga pelakunya diproses. Saya siap menjadi saksi,’’ latanya.
Ainun juga menyampaikan kekecewaan yang sama. Sebagai lulusan sekolah kesehatan, ia mengaku akan dipekerjakan sebagai tenaga kesehatan. Namun kenyatannya tidak demikian. ” Jelas trauma dan kapok. Saya tidak mau tergiur dengan gaji besar lagi. Mending kerja disini saja,” katanya.
Lain lagi dengan Sriyanti. Sebelum ke Turki, dia pernah bekerja di Jordania. Begitu ada tawan ke Turki, Sriyanti langsung setuju. Ia mengaku ingin mengulang kesuksesannya bekerja di Jordania.
Ia berhasil membeli 1,5 hektare tanah di kampung halamannya. Tapi kenyatan yang diterima tidak demikian. ” Ini kan juga tidak ngeluarin biaya sama sekali. Makanya saya mau berangkat,” ungkapnya.
Setelah dipulangkan dari Turki, mereka sempat ditampung di Rumah Perlindungan dan Trauma Centre (LPTC) Gerung sejak 1 Februari 2018. Baru Kamis kemarin mereka dipulangkan ke keluarganya. (*)