Catatan Wartawan Senior Radar Lombok, H Sukisman Azmy Berkunjung ke China

70 Tahun Menderita, Warga Beijing Kini Makmur dan Kaya

BERITA-berita hoax atau bohong tentang Negara China, banyak menyebar di Indonesia. Terutama di berbagai media sosial (Medsos). Berita bohong itu di posting (upload) dan di sharing (bagikan) oleh orang tidak bertanggung jawab, hingga viral. Ujungnya, tentu saja sangat merugikan citra Negeri Tirai Bambu ini.

“Lebih baik melihat sekali, dari pada mendengar 100 kali”. Pepatah China ini rupanya yang dimanfaatkan oleh Konsulat Jenderal (Konjen) Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Denpasar (Bali), untuk menangkal berbagai berita bohong tentang China yang beredar di dunia maya.

Caranya, dengan mengundang 10 jurnalis yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di wilayah Nusa Tenggara (Nusra), Provinsi Bali, NTB dan NTT, berkunjung selama seminggu, 23 – 30 Agustus 2019,  untuk melihat secara langsung seperti apa kehidupan masyarakat di China.

Selama di China, rombongan wartawan diajak keliling ke sejumlah tempat di Beijing, dan beberapa provinsi di Tiongkok. Dan yang menarik, para jurnalis juga diberikan kebebasan untuk menulis, atau memberitakan berbagai hal yang ada di China, baik itu sisi positif maupun negatifnya.

Salah satu yang beruntung diundang berkunjung ke Tiongkok ini adalah H Sukisman Azmy, wartawan senior Radar Lombok, yang juga Ketua PWI NTB. Seperti apa kisahnya? Berikut adalah catatan pengalamannya, seperti yang dikirimkan melalui pesan whatsap (WA) ke WA Redaksi radarlombok.co.id, Selasa kemarin (10/9).

Catatan diawali dengan rombongan wartawan yang berangkat dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai (Bali), Jumat dini hari (23/8), sekitar pukul 01.00 Wita, dan tiba di Beijing, China, sekitar pukul 08.00 Wita.

Sebelumnya, sambil menunggu pemberangkatan, dan ketika diterima di Kantor Konjen RRT di Denpasar-Bali, para wartawan banyak mendengar keluhan dari Konjen RRT, terkait maraknya berita bohong tentang China yang beredar di Indonesia. Karena itu, mengapa pihak Konjen RRT memandang perlu mengundang wartawan untuk melihat langsung kehidupan masyarakat di China.

Karena menurutnya, kedua Negara, Indonesia dan China, memiliki hubungan khusus sejak ratusan tahun, dan tentu saja perlu diharmoniskan. Terlebih di abad 21 dengan era yang serba teknologi ini, peningkatan jalinan hubungan ke dua negara tentu sangat penting dilakukan.

Sebelum acara makan malam, juga diputarkan video terkait kemajuan China saat ini, khususnya di daerah wisata, ketika Presiden RI, Jokowi, berkunjung ke masjid tertua di Beijing. Dimana konsep jalur maritim dunia abad 21, yang menurut istilah Jokowi, adalah poros maritim dunia. Program itu hampir sama dengan program yang dilakukan China, sehingga perlu dikembangkan bersama.

Khusus Provinsi NTB, terkait program belajar ke China yang akan dilepas Gubernur NTB minggu ini, menurut Konjen RRT sangat positif, dan Gubernur NTB juga dinilai berpikir maju dan cerdas. Kenapa? Karena NTB sangat butuh SDM berkualitas, terutama untuk tenaga kedokteran dan pertanian. Apalagi tempat belajarnya juga universitas terkemuka di China. Sehingga dengan dikirimkannya 1000 orang mahasiswa untuk belajar selama 5 tahun ke depan ke China, akan membuat NTB lebih maju dan berkualitas.

Karena itu, pihak China juga akan memberikan bea siswa untuk membantu mahasiswa asal NTB. Selain  teknologi yang berkembang saat ini, juga sangat dibutuhkan NTB. Jadi sangat tepat kalau NTB mengirimkan mahasiswanya untuk belajar ke China.

Namun khusus beasiswa untuk wartawan yang hendak melanjutkan kuliah S2 dan S3 ke China, akan diupayakan tahun depan (2020). Karena pendaftaran tahun ini sudah ditutup. Terkait itu, akan dikirimkan guru bahasa Mandarin untuk mempercepat penguasaan bahasa para calon mahasiswa, sehingga bisa cepat kuliah di China.

Dan ketika rombongan sampai di Beijing, disampaikan Erika, pemandu rombongan PWI yang dibawa langsung dari Konjen China di Bali, bahwa kehidupan warga Beijing, 70 tahun lalu sangat menderita, dan terkesan kumuh dan kotor. Selain itu, tingkat polusinya juga sangat tinggi, sehingga tidak nyaman untuk ditempati. Belum ditambah lagi penduduknya yang banyak, dan hidup susah.

Namun kini penduduk Beijing sangat kaya dan makmur, berkat terobosan pemerintah, dan keinginan masyarakatnya yang hendak maju. Bahkan saat ini pendapatan per kapita mencapai Rp 135 juta per tahun. Meskipun jumlah penduduknya sangat padat, dimana pada tahun 2018, tercatat sebanyak 215,45 juta jiwa, dengan luas daerah mencapai 16.410.540 kilometer persegi, dan mengalami 4 musim karena posisinya di bagian utara Tiongkok.

Pernyataan Erika itu juga diperkuat oleh Li Changda, atau yang akrab dipanggil Ali, Konjen China di Bali. Dimana katanya, kini Beijing telah berubah menjadi kota modern, dengan bangunan yang sangat megah dan mewah, sehingga dijadikan juga sebagai ikon kota wisata yang bersejarah. Tercatat setahun ada 3 juta wisatawan lokal yang berkunjung. Belum lagi wisatawan mancanegara yang datang, membuat kota ini seperti menjadi magnet orang untuk berkunjung.

Disampaikan, Beijing sudah ada sejak 3000 tahun yang lalu, dan selama 860 tahun Beijing dipercaya sebagai Ibu Kota Negara. Apalagi sekarang ini, dengan keberadaan 19 jalur kereta bawah tanah, dan kendaraan umum, membuat kota ini bertambah ramai.

Bandara yang sangat luas dan modern, dengan pepohonan menghijau sepanjang jalanan di areal-areal perkantoran dan perumahan, seakan memperlihatkan betapa kaya dan makmurnya warga Bejing. Apalagi ketika melihat lalu lalang kendaraan mewah buatan Eropa yang berkeliaran setiap hari di jalanan yang rapi dan bersih. Ditambah dengan keberadaan Gedung Opera yang megah, museum mewah dan wah berlantai enam, tak ayal membuat warganya menjadi bahagia dan sangat kerasan.

Karena perekonomiannya sangat baik, warga Beijing pun selalu bisa berwisata seminggu tiga kali. Tak heran kalau pariwisata di Tiongkok juga ikut berkembang pesat. Ikon-ikon wisata baru pun bermunculan, dan terus dikembangkan atau diperbanyak. Tidak ketinggalan wisata budaya dan sejarah, termasuk menggali sejarah Tiongkok.

Untuk belanja dan kegiatan sehari-hari, pemakaian uang secara manual juga telah dikurangi. Masyarakat Beijing yang hendak melakukan transaksi, mereka cukup membawa handphone (Hp), dan foto barcode barang yang diinginkan, sudah langsung terbayar. Namun meskipun telah modern, kehidupan tradisional dengan nilai-nilai budaya tetap dilestarikan.

Menurut Konjen China di Denpasar, peralatan modern gampang dibuat, cukup mempelajari lewat internet, dan membuka prototipenya, maka akan dengan mudah dimengerti. Tetapi kalau budaya, tentu harus dipelajari secara langsung di China, dengan waktu yang cukup lama pula.

Kesimpulannya, Bejing adalah kota yang tepat untuk dijadikan contoh, kalau melihat segala perkembangan dan kemajuan modern yang dicapai saat ini. Belum lagi keramahan warganya, yang tetap mempertahankan budayanya. Disamping pendapatan atau gaji pekerjanya yang sangat tinggi, meskipun jumlah penduduknya sangat padat.

Berbagai kondisi di Beijing-China ini, tentu sangat tepat kalau kedepan dilirik oleh Pemerintah Provinsi NTB, untuk melakukan upaya promosi wisata. Sehingga angka jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke NTB, khususnya ke Lombok bisa meningkat. (*)

Komentar Anda