MATARAM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mengalami penurunan drastis. Kepala Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK, Dian Patria, mengungkapkan bahwa capaian MCP NTB hanya mencapai 53,94 persen hingga November 2024. Angka ini turun signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencatat rata-rata 80,11 persen.
“MCP NTB lagi drop sekali, hanya 53,94 persen. Padahal tahun lalu rata-rata sudah 80 poin. Jadi ada penurunan sekitar 30 poin,” ujar Dian Patria, saat ditemui usai rapat koordinasi evaluasi capaian MCP di NTB, Jumat (22/11).
Dian merinci sejumlah daerah dengan capaian MCP terendah, yakni Kabupaten Dompu sebesar 11,42 persen, disusul Lombok Timur 35,39 persen, dan Lombok Utara 46,14 persen. Selanjutnya Kota Bima, Sumbawa, dan Lombok Tengah berturut-turut mencatat capaian di 47,14 persen, 58,16 persen dan 58,22 persen. Sementara itu, Kota Mataram dan Pemerintah Provinsi NTB hanya mencapai 66,06 persen dan 66,26 persen. Kabupaten dengan capaian tertinggi adalah Sumbawa Barat 74,57 persen dan Lombok Barat 67,76 persen.
Penurunan MCP ini menurut Dian, mencerminkan rendahnya komitmen kepala daerah dalam upaya pencegahan korupsi, serta minimnya kepatuhan terhadap regulasi. “Kalau dua-duanya rendah, ujung-ujungnya nanti bisa fraud, yang ujung-ujungnya bisa korupsi. Potensi korupsi kita tinggi,” kata Dian Patra.
Beberapa penyebab rendahnya capaian MCP disinyalir berasal dari faktor non-teknis. Salah satunya adalah kurang lengkapnya dokumen karena sejumlah admin terkait sedang tidak bertugas. “Dompu nilainya cuma 11, saya tidak tahu alasannya. Katanya dokumennya dibawa admin yang lagi sekolah,” katanya.
Selain itu, tahun Pilkada juga dianggap menjadi salah satu faktor yang memperlambat dukungan kepala daerah. Banyaknya pejabat pelaksana tugas (Plt) di tingkat pemerintahan turut memengaruhi kelancaran administrasi.
Karena itu sambung Dian, Inspektorat Provinsi NTB akan menyurati seluruh kepala daerah di NTB untuk segera melengkapi dokumen MCP. Kepala daerah juga diimbau untuk menjadikan KPK sebagai mitra kerja, bukan sekadar pengawas.
KPK menilai bahwa Pemda NTB memiliki potensi sumber daya manusia (SDM) yang cukup baik dibandingkan wilayah timur lainnya, seperti Papua dan Maluku. Namun, capaian MCP yang rendah menjadi tanda tanya besar. “Kalau MCP NTB kalah dengan wilayah timur lainnya, itu jadi pertanyaan,” ungkap Dian.
Dian juga mengingatkan bahwa inspektorat daerah harus menjadi garda terdepan dalam upaya pencegahan korupsi, bukan sekadar pelengkap administrasi. Dengan kerja sama yang lebih kuat antara KPK dan inspektorat, diharapkan kinerja pemerintah daerah dapat lebih transparan dan akuntabel.
“Itu harapan kami kepada inspektorat anda adalah ujung tombak pencegahan di Pemda. Kalau anda kuat kita lebih ringan. Tinggal sejauh mana mereka punya keberanian untuk menyampaikan, melaporkan apapun minimal ancaman atau dugaan baik formal atau informal,” ujarnya.
Namun Asisten III Setda NTB ini membantah disebut potensi korupsi tinggi karena MCP ini sifatnya hanya pencegahan. Dengan sisa waktu yang tinggal 1 bulan ini seluruh instansi dipastikan akan melengkapi dokumen yang dipersyaratkan. Sehingga akhir tahun 2024 seluruh entitas nilai MCP diatas 78 atau masuk zona hijau. “Khusus untuk KSB, KLU dan Kota Mataram karena menjadi nominator dari Kabupaten/Kota anti korupsi kita harapkan nilainya diatas 90 persen,” katanya.
Wirawan menyampaikan MCP mencakup 8 area intervensi. Mulai perencanaan, penganggaran, pengadaan barang dan jasa. Selanjutnya pelayanan publik, pengawasan APIP, manajemen ASN dan pengelolaan BMD serta optimalisasi pajak. “Beberapa dokumen sudah di upload. Sekarang tahap verifikasi oleh tim KPK,” tandasnya. (rat)