MATARAM – Federasi Serikat Pekerja Nasional (SPN) menolak keputusan Pemerintah yang mengizinkan pengusaha berorientasi ekspor memangkas upah pekerja atau buruh maksimal 25 persen. Hal itu dinilai semakin menyesengrakan para pekerja.
“Ngawur pemegang kebijakan Negeri ini. Terlihat tidak pro buruh dan buruh selalu menjadi obyek penderitaan,” kata Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Lalu Wira Sakti kepada Radar Lombok, Kamis (16/3).
Wira menyesalkan kebijakan Pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat, termasuk aturan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Dalam pasal 7 Permenaker tersebut, pemerintah menetapkan kebijakan penyesuaian upah pada perusahaan industri padat karya berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global. Wira menuding Menaker Ida Fauziyah tidak mengerti masalah dan diskriminatit yang ada dalam Permenaker tersebut.
“Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ini beang keroknya. Buruh harus melakukan perlawanan dan bagaimana mencabut Permenaker ini. Tidak ada pilihan lain kecuali melawan,” tegasnya.
Wira menegaskan Permenaker yang diterbitkan tidak berdasar dan ia tidak sepaham dengan istilah keadaan tertentu yang pada akhirnya memperbolehkan pengusaha mengurangi besaran upah buruh. Ia menyebut Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 itu membelah pengusaha dan buruh.
“Sudah sangat jelas bukti bahwa tidak ada keberpihakan untuk mensejahterahkan buruh. Dimulai sejak dilahirkan UU tentang Outsourching hingga UU Omnibuslaw. Semuanya kepentingan asing dan asing selaku pengendali modal,”ujarnya.
Apabila Pemerintah tidak kunjung mencabut kebijakan ini. Pihaknya mengancam akan melakukan aksi di depan Kantor Kemnaker sebelum Ramadan 2023. Sebab dengan tegas buruh menolak dan meminta aturan tersebut dicabut.
Untuk diketahui Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang memperbolehkan perusahaan orientasi ekspor bayar upah buruh hanya 75 persen dari total gaji yang harus diterima. Ini dilakukan setelah ada usulan dari pengusaha garmen, tekstil dan sepatu yang terdampak ekonomi global. (cr-rat)