Buron, Ruslan Dituntut 7,5 Tahun Penjara

Kasus Korupsi BSPS KLU
TUNTUTAN: Bangku terdakwa korupsi BSPS KLU terlihat kosong saat dibacakanya tuntutan pada sidang yang di gelar di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin kemarin (3/7) (M.Haeruddin/Radar Lombok )

MATARAM—Ruslan terdakwa  perkara korupsi terhadap program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Lombok Utara  tahun 2013 dituntut selama 7 tahun 6 bulan penjara.

Tuntutan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Imam Firmansyah dalam sidang secara  inabsensia yang digelar di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin kemarin (3/7). Selain dituntut selama 7 tahun 6 bulan penjara, terdakwa juga dibebankan membayar denda sebanyak Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.  JPU juga membebankan terdakwa untuk membayar uang pengganti sebanyak Rp 1.114.525.100. “Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa  dan mengadili perkara ini agar menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 7 tahun dan 6  bulan penjara serta denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan,”ungkap JPU membacakan tuntutanya.

Ruslan dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU. No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP. ”Terdakwa dinyatakan terbukti sebagaimana dalam dakwaan primer,”ujarnya.

Hal- hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa sangat bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas korupsi. Perbuatan terdakwa menyebabkan sebagian besar masyarakat penerima bantuan di Desa Senaru dan Desa Sukadana tidak dapat memperbaiki rumahnya menjadi rumah yang layak huni serta terdakwa tidak kooperatif dan melarikan diri dari proses hukum. “Sedangkan hal- hal yang meringankan terdakwa tidak ada,”ujarnya.

Baca Juga :  Penginapan Tiga Gili Masih Sepi Peminat

JPU memberikan tuntutan tersebut dengan melihat fakta persidangan. Dalam proses penarikan dana BSPS masing-masing penerima bantuan tersebut menyalahi prosedur,  dimana proses penarikan dan transfer tidak langsung ke rekening penerima akan tetapi ke rekening terdakwa tanpa kehadiran masing-masing penerima bantuan. BRI unit Tanjung melakukan  over booking dana bantuan yang disalurkan pemerintah dari rekening masyarakat penerima bantuan ke rekening terdakwa. 

Setelah dana  masuk ke rekeningnya, terdakwa kemudian mengirim material bangunan kepada masyarakat penerima bantuan di Desa Senaru dan Desa Sukadana tanpa melalui prosedur, dan tidak mempertanggungjawabkan dana bantuan BSPS yang telah diterimanya. “Pengiriman bahan bangunan tersebut, ada yang dua kali dan ada yang satu kali. Setiap pengiriman bahan bangunan tersebut, nilai bahan bangunan kurang dari Rp 7,5 juta  dan sebagian besar tidak ada masyarakat yang diberitahukan bukti jumlah   bantuan yang sudah diterima dan berapa nilai bantuan yang belum diterima. Terdakwa hanya menyebutkan barang dan jumlah barang,”ujarnya.

Perbuatan terdakwa yang mengirim dan menyerahkan material bangunan kepada beberapa masyarakat penerima bantuan yang nilainya kurang dari Rp 7,5 juta  tersebut timbul dari satu kehendak yang sama untuk memiliki sebagian dari bantuan dana yang seharusnya diterima oleh masyarakat tersebut. “Dengan demikian unsur beberapa perbuatan yang ada hubunganya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut. Selain itu, selama persidangan terhadap diri terdakwa tidak ditemukan adanya alasan pemaaf maupun alasan pembenar menurut hukum,”ujarnya.

Baca Juga :  Bayar Rp 20 Juta, Wabup Keluhkan BPJS Kesehatan

Karena terdakwa tidak ada sehingga sidang dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan putusan dari majelis hakim yang diketuai oleh Albertus Husada. ”Sidang kita lanjutkan pekan depan dengan agenda putusan,”ujar ketua majelis hakim.

Dalam dakwaan sebelumnya, JPU mendakwa Ruslan dengan dua dakwaan yakni dakwaa primer dan dakwaan subsider.Kasus yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp. 1.114.525.100. 

Pada tahun 2013 Kemenpera melaksanakan program bantuan sosial berupa Dana BSPS kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk membangun rumah yang layak huni atau  lingkungan yang sehat serta aman oleh MBR. Bantuan tersebut dalam bentuk bahan bangunan senilai Rp 7,5 juta perorang.

Terdakwa selaku pemilik toko UD ADIZ menyalurkan bahan bangunan atau  material tidak sesuai prosedur dan tidak mempertanggungjawabkan dana bantuan BSPS yang telah diterimanya. Sejak kasus ini dalam penyelidikan, terdakwa menghilang. Dia kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).(cr-met)

Komentar Anda