Buron BSPS Divonis 7,5 Tahun Penjara

Sidang Vonis Korupsi BSPS KLU
VONIS 7,5 TAHUN PENJARA : Terdakwa Ruslan dalam kasus korupsi program BSPS KLU divonis 7,5 tahun penjara. Sidang tersebut digelar tanpa kehadiran terdakwa (in absentia) karena masih jadi buronan Kejari Mataram, Senin kemarin (24/7). (Ali Ma’shum/Radar Lombok)

MATARAM—Sidang kasus korupsi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Lombok Utara memasuki agenda pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Mataram.

Sidang yang digelar tanpa kehadiran terdakwa  (in absentia)  ini menghukum terdakwa Ruslan  dengan 7 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan penjara.

Vonis  ini sama   dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang sebelumnya. Terdakwa yang masih buron ini juga dibebankan membayar denda pengganti sebesar Rp 1.114.525.100.

Majelis hakim juga menegaskan, jika denda tersebut tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka empat item harta benda terdakwa diperintahkan untuk disita. Seperti satu bidang tanah seluas 4.639 meter persegi dan rumah panggung di simpang tiga di Dusun Embar-Embar Desa Akar-Akar Kecamatan Bayan KLU. Satu bidang tanah seluas 400 meter persegi dan bangunan berupa toko UD ADIZ di Desa Akar-Akar KLU dan  Satu bidang tanah seluas 12.772 meter persegi di Dusun Teluk Desa Sukadana Kecamatan Bayan KLU. ” Jika harta bendanya tersebut tidak mencukupi maka diganti subsider 3 tahun hukuman penjara,” kata ketua majelis hakim AA Ngurah Rajendra di Pengadilan Tipikor PN Mataram, Senin kemarin (24/7).

Ruslan dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut sebagaiman diatur dalam dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupso Jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca Juga :  Curi Motor, Pecatan Polisi Diringkus

Adapun hal-hal yang memberatkan terdakwa. Antara lain perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah RI yang sedang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi. Perbuatan terdakwa menyebabkan sebagian besar masyarakat penerima bantuan di Desa Senaru dan Desa Sukadana tidak dapat memperbaiki rumahnya menjadi rumah yang layak huni. Terdakwa juga tidak koperatif dengan melarikan diri (buron) dari proses hukum tanpa pernah sekalipun menghadiri persidangan. ” Tidak ada hal yang meringankan dalam diri terdakwa,” ungkapnya.

Majelis hakim juga memerintahkan agar amar putusan tersebut diumumkan oleh Pemkab KLU dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram. ” Putusan ini juga agar dikabarkan kepada keluarga terdakwa,” katanya.

Hakim menguraikan sesuai dengan fakta persidangan. Terungkap, dalam proses penarikan dana BSPS masing-masing penerima bantuan tersebut menyalahi prosedur.  Dimana proses penarikan dan transfer tidak langsung ke rekening penerima, akan tetapi ke rekening terdakwa tanpa kehadiran masing-masing penerima bantuan. BRI unit Tanjung melakukan  over booking dana bantuan yang disalurkan pemerintah dari rekening masyarakat penerima bantuan ke rekening terdakwa.

Setelah dana  masuk ke rekeningnya, terdakwa kemudian mengirim material bangunan kepada masyarakat penerima bantuan di Desa Senaru dan Desa Sukadana tanpa melalui prosedur, dan tidak mempertanggungjawabkan dana bantuan BSPS yang telah diterimanya. Pengiriman bahan bangunan tersebut, ada yang dua kali dan ada yang satu kali. Setiap pengiriman bahan bangunan tersebut, nilai bahan bangunan kurang dari Rp 7,5 juta.  Sebagian besar   masyarakat tidak  diberitahukan bukti jumlah   bantuan yang sudah diterima dan berapa nilai bantuan yang belum diterima. Terdakwa hanya menyebutkan barang dan jumlah barang.

Baca Juga :  Ngaku Jual Togel untuk Kebutuhan Hidup

Perbuatan terdakwa yang mengirim dan menyerahkan material bangunan kepada beberapa masyarakat penerima bantuan yang nilainya kurang dari Rp 7,5 juta  tersebut, timbul dari satu kehendak yang sama untuk memiliki sebagian dari bantuan dana yang seharusnya diterima oleh masyarakat tersebut.

Pada tahun 2013 Kemenpera melaksanakan program bantuan sosial berupa Dana BSPS kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk membangun rumah yang layak huni atau  lingkungan yang sehat serta aman oleh MBR. Bantuan tersebut dalam bentuk bahan bangunan senilai Rp 7,5 juta perorang.

Terdakwa selaku pemilik toko UD ADIZ menyalurkan bahan bangunan atau  material tidak sesuai prosedur dan tidak mempertanggungjawabkan dana bantuan BSPS yang telah diterimanya. Sejak kasus ini dalam penyelidikan, terdakwa menghilang. Dia kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).(gal)

Komentar Anda