SELONG – Pj. Bupati Lombok Timur HM. Juaini Taufik memberikan tanggapan terkait kasus dugaan tindak pidana pemilu (Tipilu) yang menjerat Kades Sukarara Kecamatan Sakra Barat, Sudirman.
Juaini menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya preventif untuk memastikan netralitas ASN dan kepala desa di wilayah tersebut. Ia mengaku telah memberikan peringatan berkali-kali agar ASN dan perangkat desa tetap menjaga netralitas dalam setiap kegiatan pilkada. “Sejak awal kami sudah tekankan untuk menjaga netralitas kepada ASN dan Kades. Kami tidak bosan-bosan untuk mengingatkan di berbagai kegiatan, agar menjaga netralitas,” ujar Juaini.
Juaini juga menjelaskan bahwa Pemkab Lombok Timur telah mengadakan deklarasi netralitas bagi ASN dan kepala desa di Pilkada 2024 sebagai bentuk komitmen tegas untuk mencegah adanya keberpihakan. Menurutnya, deklarasi ini bertujuan mengingatkan kembali peran ASN dan aparatur desa sebagai pihak yang harus berdiri di atas kepentingan publik, bukan mendukung salah satu pasangan calon.
Kasus Tipilu yang menimpa Kades Sukarara, kata Juaini, diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi ASN dan aparatur desa lainnya. Ia menekankan pentingnya kesadaran diri untuk tidak mengabaikan pengawasan, termasuk pengawasan dari masyarakat sekitar. “Mungkin kami tidak selalu bisa mengawasi setiap saat, tapi ada masyarakat yang ikut mengawasi. Jadi jangan sampai itu diremehkan,” tambahnya.
Juaini menegaskan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh Kades Sukarara tidak bisa dibenarkan. Sebagai pejabat publik, ASN dan Kades memiliki tanggung jawab untuk mematuhi aturan dan undang-undang yang berlaku. Jika kasus ini sudah ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), menurutnya, hal tersebut menunjukkan adanya indikasi pelanggaran Undang-Undang yang terkait dengan Pilkada.
Ia pun mengimbau agar semua pihak lebih berhati-hati dalam bersikap, terutama dengan semakin meningkatnya intensitas pengawasan di masa puncak Pilkada. “Untuk itu mari kita sama-sama untuk saling mengawasi diri masing-masing. Tidak hanya di dunia nyata, dunia maya juga tidak luput dari pengawasan Bawaslu. Maka hati-hati bermain media sosial,” tandasnya.
Sementara itu Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Lombok Timurn, Salmun Rahman, berharap Bawaslu bersikap adil dalam menangani kasus yang melibatkan Sudirman, Kades Sukarara. Menurutnya, kasus ini perlu dikaji lebih dalam terkait kehadiran Kades tersebut dalam kegiatan kampanye. Ia meminta Bawaslu meninjau kembali apakah ada unsur kesengajaan dalam tindakan Kades tersebut. “Kami minta kebijakan saja kepada Bawaslu untuk melihat dan mengkaji ulang, sejauh mana dan seberat apa pelanggaran yang dilakukan,” kata Salmun.
Salmun juga menyoroti keputusan untuk langsung membawa kasus ini ke ranah pengadilan. Menurutnya, bisa saja tindakan Kades mengangkat simbol kampanye Paslon dilakukan secara spontan atau tanpa niat tertentu. Kades tersebut, jelas Salmun, telah memberikan klarifikasi kepada Dinas PMD bahwa insiden ini murni terjadi karena ketidaksengajaan. “Dari pengakuan kades itu, sebenarnya dia tidak ada niat untuk mendekat ke Paslon. Tetapi karena dipanggil oleh tim sukses, di mana tim itu pernah berjasa kepadanya saat nyalon sebagai kades. Sehingga karena merasa tidak enak akhirnya dia maju. Kami berharap agar penanganan kasus Kades Sukarara bisa adil,” tandasnya.
Diketahui bahwa Sudirman, Kades Sukarara, diduga melanggar netralitas di Pilkada 2024 karena terlihat menghadiri kampanye salah satu Paslon Bupati Lotim dan ikut berfoto dengan mengangkat tangan, menunjukkan simbol nomor urut lima. Saat ini, kasus tersebut sudah menjalani sidang pertama.
Kasus ini menunjukkan tantangan dalam menjaga netralitas aparatur pemerintahan desa dan ASN, terutama dalam dinamika politik yang berkembang menjelang Pilkada. Meskipun kasus ini masih dalam proses, Pemkab Lotim menegaskan bahwa mereka akan terus mengawasi dengan ketat dan berharap setiap aparatur desa dan ASN menjaga profesionalisme serta mematuhi aturan agar pesta demokrasi dapat berlangsung secara adil dan bersih.
Sudirman diduga melanggar ketentuan Pasal 188 Jo Pasal 71 UU No. 6 Tahun 2020. Pasal tersebut mengatur tentang penetapan peraturan pengganti UU No. 2 Tahun 2020 yang menjadi perubahan ketiga atas UU No. 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya.
Dalam kasus ini, Sudirman diduga mendukung secara aktif salah satu paslon dengan nomor urut 5 dalam Pilkada Lombok Timur. Tindakan Sudirman yang menjadi bukti utama dalam kasus ini termasuk mengacungkan lima jari, yang diduga sebagai bentuk dukungan kepada calon nomor urut lima. Tidak hanya itu, ia juga dilaporkan berfoto bersama dengan paslon tersebut, sebuah tindakan yang oleh tim Gakumdu dianggap sebagai dukungan terbuka.
Menurut undang-undang yang berlaku, kepala desa dilarang keras untuk terlibat atau memberikan keuntungan kepada salah satu pasangan calon dalam kontestasi pilkada. Sebagai pejabat pemerintah di tingkat desa, kepala desa diharuskan netral dan tidak menunjukkan keberpihakan politik, terutama dalam momen-momen penting seperti pemilihan kepala daerah.(lie)