Bunuh Bayi di Kandungan Dibantu Pacar karena Masih Kuliah

DITANGKAP: Sepasang kekasih dan penjual obat penggugur kandungan ditangkap dan ditahan di Polresta Mataram. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Mataram berinisial DNQ (19) ditahan polisi bersama kekasihnya, berinisial FRS (24). Keduanya telah mengaborsi atau membunuh buah hati hasil hubungan haramnya.

“Dari keterangan dokter, usia bayi tersebut kurang lebih 6 bulan. Sudah punya tangan dan kaki,” terang Kasubnit 2 PPA Satreskrim Polresta Mataram Aiptu Putu Yulianingsih, Senin (17/3).

DNQ berasal dari Desa Lunyuk Ode, sedangkan FRS warga Desa Lunyuk Rea, Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan (Rutan) Polresta Mataram. “Sudah kita lakukan penahanan sejak 14 Maret 2025 kemarin,” katanya.

Pelaku menggugurkan kandungan di kosnya, wilayah Ampenan. Terungkapnya kasus aborsi tersebut setelah DNQ dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram. “Kami mendapatkan informasi adanya dugaan aborsi. Kemudian kami menindaklanjuti laporan atau pengaduan tersebut, dan mendatangi rumah sakit,” ungkapnya.

Keduanya berpacaran sekitar 2 tahun. Sekitar Agustus 2024, keduanya melakukan hubungan layaknya suami istri yang membuat DNQ hamil. DNQ mengetahui dirinya hamil sekitar Oktober 2024. “Mereka ini berdiskusi, apakah mau dipertahankan (kandungan) atau dibuang (digugurkan),” ujarnya.

Pada Januari 2025, keduanya sepakat untuk mengugurkan bayi tersebut. FRS membeli obat penggugur kandungan ke salah satu temannya berinisial ATS (20), warga Ampenan, Mataram. ATS ini juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Polresta Mataram. FRS membelikan DNQ obat penggugur kandungan sebanyak dua butir seharga Rp 530 ribu. “Satu diminum dan satu lagi dimasukkan ke dalam vagina. Tetapi kondisi bayi saat itu masih sehat, bergerak,” katanya.

Kandungan DNQ semakin membesar. Tanggal 12 Maret 2025, FRS kembali membeli obat penggugur kandungan ke ATS sebanyak 2 butir seharga Rp 800 ribu. Satu butir dimasukkan lewat vagina dan satunya lagi dengan cara diminum. Meminum obat penggugur kedua kalinya ini menunjukkan reaksi. Sehari setelahnya, DNQ mengalami kontraksi hebat dan melahirkan bayi berusia 6 bulan di kamar mandi kosnya.

“Pada hari Kamis 13 Maret, pukul 23.00 WITA barulah dia (DNQ) merasakan perutnya benar-benar sakit. Dan saat itu dia merasakan ingin buang air besar atau BAB, tetapi setelah di kamar mandi bukan (mau) BAB. Tetapi bayi yang keluar dari rahimnya.

Akhirnya berusaha mengeluarkan bayinya dengan cara ditarik,” ucap dia.
Pasca-melahirkan, DNQ dan bayi yang dilahirkan dilarikan ke Puskesmas Ampenan oleh FRS. “Di sana (Puskesmas Ampenan) dilakukan tindakan penanganan bayi, memang saat itu kondisinya (bayi) menurut DNQ masih hidup,” katanya.

Tidak lama mendapat perawatan medis di Puskesmas Ampenan, DNQ dirujuk ke RSUD Kota Mataram. Sekitar pukul 02.00-03.00 WITA, bayi tersebut dinyatakan meninggal dunia. “Nah itulah kami diberitahukan oleh rumah sakit bahwa ada dugaan aborsi dan kami menangani,” imbuhnya.

Motif menggugurkan kandungan tersebut karena DNQ masih kuliah. Dan FRS juga saat ini belum memiliki pekerjaan tetap, setelah berhenti bekerja di pertambangan. “Mungkin belum siap menikah. Mungkin itu menjadi alasannya kenapa mereka melakukan hal itu (menggugurkan kandungan),” cetusnya.

Kasus ini masih dalam pengembangan. Hasil pemeriksaan, tersangka ATS mengaku obat penggugur yang dijual ke FRS didapatkan dari teman kakaknya, yang bekerja sebagai tenaga medis. “Untuk kakaknya ATS ini akan segera kita panggil, dan temannya juga yang memberikan obat itu. Karena menurut ATS, sudah tiga kali membeli obat (penggugur kandungan) di tempat yang sama,” katanya.

Ketiga tersangka sudah ditahan di Rutan Polresta Mataram. Mereka dijerat Pasal 77 A Ayat (1) Jo Pasal 45 A UU RI No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. “Ancaman hukuman 10 tahun penjara,” tandasnya. (sid)