
TANJUNG – BUMD Tioq Tata Tunaq sudah mulai menjalankan bisnisnya. Bahkan sudah mencetak laba. Namun BUMD masih kekurangan modal.
Direktur BUMD Tioq Tata Tunaq Hesti Rahayu mengatakan bahwa sejak berdiri pada 2019, pihaknya hanya pernah menerima penyertaan modal Rp 1 miliar. āKewajiban pemda itu menyiapkan Rp 3,1 miliar. Tetapi kita baru dapat Rp 1 miliar. Penyertaan modal itu baru turun pada 2021,” ujarnya, Kamis (9/2).
Dana Rp 1 miliar tersebut kata Hesti, peruntukannya 30 persen operasional, kemudian 70 persen bisnis. Adapun bisnis yang dijalankan Ā yakni pengadaan beras dan hasil pertanian lain.
Di dalam perencanaan lanjut Hesti, sebetulnya banyak usaha yang ingin dijalankan. Hanya saja terkendala modal. “Pada 2022 seharusnyaĀ sudah ada penambahan modal. Di dalam perencanaan yang ada, dalam 2 tahun setelah berdirinya BUMD ini penyertaan modal sebesar Rp 3 miliar seharusnya sudah terpenuhi,” bebernya.
Hanya saja hingga saat ini belum ada kejelasan untuk penambahan penyertaan modal itu. āSaya berusaha agar Rp 1 miliar ini bisa dimaksimalkan. Bisnis kita mulai jalan September 2021 yaitu beras. Itu dimulai dari pengadaan beras,ā bebernya.
Diakui, pada tahap awal tidak gampang bagi pihaknya yang hanya terdiri dari empat orang. Begitu sudah mendapat kerja sama dengan lumbung beras, tinggal bagaimana memasarkan. “Itu kita mulai keliling dari hotel Gili hingga dari Senggigi untuk mempromosikan beras. Berasnya kita kasih untuk tester. Respons mereka sebetulnya positif tetapi mereka terkendala sudah punya vendor yang ada jangka waktu,” bebernya.
Dari sekian banyak hotel yang diajak kerja sama hanya dua hotel yang bersedia pada 2022. Padahal saat itu target setidaknya 10 hotel. āTarget 10 hotel tersebut tetapi dengan asumsi penyertaan modal nambah lo. Jangan Rp 1 miliar karena ini sistemnya tunda bayar,” ujarnya.
Mantan Komisioner KPU NTB ini menyebutkan bahwa selain menyasar hotel, pihaknya juga menyasar ASN yang jumlahnya mencapai 2.595 orang. “Dari rencana yang saya buat jika semuanya mengambil beras masing-masing 10 kg, maka yang laku itu sekitar 25 ton. Itu bisa kaya raya BUMD kita,” bebernya.
Hanya saja, kenyataannya hanya 8 persen ASN yang membeli beras BUMD. Itu karena sebagian besar ASN KLU berasal dari luar daerah. āJadi ada keengganan membawa beras pulang jauh-jauh dari KLU,” bebernya.
Jika dari segi harga kata Hesti beras BUMD ini tidak terlalu mahal, yaitu Rp 115.000 per 10 kg. Berasnya ini adalah kelas super. Jika membeli di supermarket bisa Rp 130.000 per 10 kg. Ditegaskan, untuk memajukan BUMD ini, memang butuh proses panjang. Selain harus ada dukungan pemda, juga harus ada kesadaran masyarakat membeli produk lokal.
Ke depan pihaknya berharap pemda segera memberikan penambahan penyertaan modal dan intervensi kepada ASN agar membeli beras BUMD. “Saat ini saja kita sebetulnya sudah ada laba. Pada Desember 2021 itu kita hitung laba kita sekitar Rp 86 juta. Tetapi itu bukan hanya hasil penjualan beras saja tetapi ada juga sayur dan buah. Tahun 2022 kita juga ada laba, Ā tetapi detailnya saya belum cek. Kita optimis BUMD ini bisa sukses ke depan,” tutupnya. (der)