MATARAM — Perum Bulog NTB berencana mendatangkan sebanyak 15 ribu ton hingga 17 ribu ton beras impor ke NTB. Kedatangan beras impor ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan masyarakat, sekaligus stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), serta program bantuan pangan (Bapang) di NTB.
“Kita pemerintah tidak ada opsi lain untuk mendapatkan beras ke sini (NTB, red),” ungkap Pimpinan Wilayah Perum Bulog NTB, David Susanto saat ditemui di Mataram, Senin kemarin (13/11).
David mengungkapkan, stok beras di Gudang Bulog saat ini sekitar 19 ribu ton, yang hanya cukup sampai Februari 2024.
Sementara itu Pemerintah Pusat sudah mengintruksikan agar penyaluran bantuan pangan beras tahap III harus dialokasikan pada bulan Desember 2023. “Kita mungkin akan meminta Bulog Pusat untuk memasukkan beras (impor) atau menambahkan stok disini,” ujar David.
Rencananya, 17 ribu ton beras dari luar daerah itu akan masuk ke NTB sekitar bulan Desember. Adapun beras impor ini akan dikirim secara bertahap, untuk memperkuat stok pada bulan Januari hingga April 2024.
“Tergantung pusat mau dikirim dari mana, bisa dari luar daerah maupun luar negeri. Karena semua daerah sudah mendaptkan beras impor, yang malah lebih parah dari NTB. Jawa Timur pun mendapatkan beras dari luar Jatim,” tuturnya.
David tidak menampik bahwa setiap bulan ada panen gabah di tingkat petani di sejumlah daerah di NTB. Hanya saja Bulog masih kesulitan untuk melakukan penyerapan gabah maupun beras dari petani, lantaran harga yang dipatok melampaui batas harga pembelian pemerintah (HPP).
“Harga pada saat panen raya kemungkinan masih tinggi, sehingga pada saat bulan Maret ada kekurangan stok dari Bulog untuk kebutuhan program Bapang,” jelasnya.
David menjelaskan, harga pembelian gabah kering panen yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 5.000 per kilogram. Sedangkan gabah kering panen sebesar Rp 6.300 per kilogram.
Sementara harga pembelian untuk beras sebesar Rp 9.950 ribu per kilogram. Pihaknya pun meyakini bahwa harga gabah ditingkat petani saat panen raya pada April 2024 nanti masih tetap mahal. Padahal Bulog membutuhkan sekitar 8.500 ton beras untuk penyaluran tiap bulannya.
Terhadap rencana mendatangkan beras impor ini, Bulog kata David, sudah melakukan koordinasi dengan Pemprov NTB. “Karena ini untuk masyarakat untuk SPHP, bantuan pangan, dan sebagainya, maka kalau tidak ada tambahan dari luar daerah NTB kekurangan stok,” terangnya.
Meskipun NTB akan mendatangkan beras dari luar daerah, namun David memastikan itu tidak akan menurunkan marwah NTB sebagai daerah lumbung padi nasional. Menurutnya NTB masih kuat menjadi daerah penopang cadangan pangan nasional.
“Ada beras dari luar tidak mengganggu komitmen Bulog untuk menyerap beras dari petani. Untuk menyerapnya kita tunggu kebijakan peemerintah apakah harga HPP dirubah dan lainya,” katanya.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur NTB H Lalu Gita Ariadi mengatakan jika kondisi ketersediaan bahan pangan, khususnya beras dalam kondisi darurat. Maka bukan tidak mungkin NTB akan mendatangkan beras dari luar daerah. “Yang haram saja bisa halal kan kalau darurat. Masak kita mau mati dengan ego. Itu yang kita analsis semua,” ucapnya.
Terkait kemungkinan pasokan beras impor masuk ke NTB, sebagai imbas dari kebijakan pemerintah pusat terhadap pemenuhan program bantuan pangan, harus tetap melalui kajian. Adapun jika kebijakan tersebut berakibat fatal terhadap ketersediaan pangan masyarakat dalam beberapa bulan ke depan, Pemprov tidak akan bertahan pada egonya untuk menolak beras impor.
”Tetapi kalau dalam keadaan ketersediaan memadai, dan mencukupi, kemudian dipaksakan untuk masuk, ya bagaimana dengan petani kita,” pungkas Lalu Gita. (rat)