Budidaya Apel Sembalun Sangat Menjanjikan

SELONG—Buah apel yang selama ini kita kenal berasal dari Malang, Jawa Timur, ternyata di Lotim, khususnya Sembalun, juga terdapat lokasi budidaya apel yang cukup baik, dan tidak kalah dengan Malang. Sehingga banyak yang menganggap kalau Sembalun adalah “Malang”-nya Lombok. Sehingga Sembalun tak hanya dikenal dengan buah strowberinya saja, tetapi juga buah apel, dan berbagai varian buah lainnya.

Sebagai daerah tujuan wisata, Sembalun memang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan daerah lainnya. Memiliki cuaca yang sejuk, dengan alamnya yang eksotis dan subur, Sembalun tidak saja memberikan kesan indah bagi setiap pendatang atau wisatawan, tetapi mereka juga terkagum-kagum dengan kesuburan tanahnya.

Bahkan saking suburnya daerah Sembalun, sehingga kemudian sampai ada semboyan, “Jika saja uang bisa tumbuh, maka pasti juga akan tumbuh subur di Sembalun”. Prospek budidaya apel Sembalun memang sangat menjanjikan.

Begitu masyarakat mengetahui bahwa di Sembalun ada kebun apel, para wisatawan lokal khususnya, mulai ramai-ramai berwisata ke Sembalun, sembari memetik apel. Sehingga mereka tidak perlu lagi jauh-jauh ke Malang hanya untuk menikmati petik buah apel sambil selfie.

Baca Juga :  Pemisahan Tenda Pria dan Wanita di Rinjani Dibatalkan

Pada budidaya buah apel, untuk lahan sekitar 40 are bisa ditanami sebanyak 50 sampai 70 pohon, dan akan dapat menghasilkan Rp. 17 sampai Rp. 25 juta setiap panen dilakukan. Saking antusiasnya para wisatawan yang ingin memetik buah apel Sembalun, pemilik kebun apel sampai kewalahan melayani pengunjung. Bahkan belum saatnya panen, karena buah masih muda. Namun para pengunjung sudah tidak sabaran dan memaksa tetap masuk. Meski untuk itu mereka harus membeli tiket masuk sebesar Rp. 15 ribu per orang. “Awal bulan ini kami sempat di demo oleh para pengunjung, karena kami tidak mengijinkan mereka masuk,” kata ibu Buang, pengelola sekaligus pemilik salah satu kebun apel di Sembalun.

Ia memiliki lahan sekitar 40 are yang ditanami pohon apel sekitar 50 batang. Seiap panen dikatakan ia bisa memperoleh sekitar Rp. 17 juta sampai Rp. 20 juta. Adapun masa panen dua kali dalam setahun, yaitu Mei dan September. “Namun kali ini saya rugi, karena belum masanya panen sudah dipanen, sehingga banyak yang dibuang-buang,” imbuhnya.

Baca Juga :  Penyeberangan Pototano-Kayangan Ditutup

Mestinya masa panen akan jatuh pada akhir bulan September atau awal Oktober mendatang. Namun lantaran didemo para pengunjung, hingga kemudian ia terpaksa membuka, dan mengalami kerugian. Diperkirakan untuk panen kali ini ia hanya mengantongi kurang dari Rp. 10 juta.

Karena prospek budidaya apel di Sembalun sangat menjanjikan, banyak investor datang menawarinya kerjasama dalam pengelolaan kebun apel miliknya. Namun karena dianggap kurang menguntungkan, maka ia lebih memilih untuk mengelola sendiri, meski dengan modal pas-pasan.

Kepada pemerintah ia berharap jika infrastruktur menuju kebun apel sebagai tujuan wisatawan hendaknya mendapatkan perhatian. Dimana jalan sekitar 700 meter menuju kebunnya tak pernah disentuh pembangunan. Padahal animo masyarakat untuk berwisata ke sana sangat tinggi. Bahkan tidak jarang para wisatawan terpaksa kembali karena tidak sanggup melewati medan yang parah.

Padahal, sebelumnya Kadis Budpar dan Wagub NTB pernah mengunjungi kebun miliknya. Namun sampai saat ini pemerintah belum sama sekali turun untuk memberikan perhatian pada jalan yang akan memudahkan para wisatwan bisa menikmati alam Sembalun. (lal)

Komentar Anda