BPR di NTB Perlu Hadirkan Inovasi

BPR di NTB Perlu Hadirkan Inovasi
ILUSTRASI : Salah satu kantor BPR di Kota Mataram tetap eksis di tengah gempuran bank umum nasional yang memberikan kemudahan dan biaya murah bagi masyarakat di pedesaan.( DEVI HANDAYANI /RADAR LOMBOK)

MATARAM– Perkembangan pembiayaan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Nusa Tenggara Barat pada 2019 kurang menggembirakan dan terkesan jalan ditempat (stagnan). Bahkan, kondisi BPR di NTB sekarang ini semakin terjepit dengan perbankan yang mulai agresif memberikan pembiayaan ke pelosok desa dengan berbagai skim pembiayaan.

Jika BPR di NTB masih melakukan pola tradisional dan minim inovasi, maka akan semakin tersisih dari banyaknya industri keuangan yang semakin inovatif dan mudah pelayanannya kepada masyarakat. Bahkan, hadirnya PNM (Permodalan Nasional Madani), pembiayaan Ultra Mikro dan Bank Wakaf Mikro akan semakin menggilas keberadaan BPR, karena minim inovasi.

Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) NTB Yanuar Alfan mengatakan BPR memiliki potensi besar untuk mendapatkan pembiayaan di tengah masyarakat NTB, baik itu pelaku UMKM dan pengusaha besar lainya. Terlebih lagi, BPR memiliki produk-produk tidak kalah dengan bank umum konvensional maupun syariah.

“BPR harus punya strategi tersendiri menghadapi persaingan. Salah satunya dengan kecepatan dan kemudahan proses persyaratan,” kata Yanuar Alfan, Minggu (10/11).

Menurut Yanuar, meski memberikan kemudahan persyarata kepada calon debitur, namun harus tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudent). Karena bagaimanpun juga, industri perbankan ini  mengelola uang masyarakat luas (nasabah), maka tetap harus memperhatikan kelayakan dari calon debiturnya, sehingga nantinya tidak menjadi masalah dikemudian hari yang dampaknya menjadi kredit bermasalah dan meningkatkan Non Performing Loan (NPL) bagi BPR itu sendiri.

Dia menjelaskan, banyak calon nasabah atau pengusaha ternak sapi yang mendapatkan tawaran produk pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tetapi, diarahkan ke BPR yang memiliki bunga atau margin jauh lebih besar.

“Kami yakin, pengurus BPR atau BPRS di NTB memiliki inovasi untuk mengembangkan produknya, sehingga bisa merebut pasar yang ada,” ujarnya.

Dikatakan Yanuar, BPR sudah mulai melibatkan Financial Tekhnologi (Fintech). Salah satunya, BPR diinisiasi Perbarindo sejak beberapa tahun terakhir, begitu pula dengan BPR syariah dan telah melaunching tabungan GAUL, berbasis teknologi. Hal ini merupakan inovasi BPR di daerah, khususnya, guna sejajar dengan keberadaan bank-bank konvensional maupun syariah yang ada di Indonesia maupun daerah.

“Sebelumnya, tabungan GAUL ini diprakarsai salah satu BPR Syariah terbesar di Madura,” katanya.

Dijelaskannya, produk tabungan GAUL ini bukan hanya difokuskan sebagai produk tabungan saja. Melainkan untuk mempermudah nasabah dalam pembayaran pinjaman maupun jasa lainnya (PPOB). Dan jika sudah terkoneksi kesemua BPRS, nasabah bisa menarik atau menyimpan dananya disemua BPRS se Indonesia.

Sementara itu, dari data BPR NTB, sudah ada dua BPRS yang mengembangkan ATM dengan sistem cardless atau tanpa kartu. Sayanganya, di NTB kolaborasi bersama Fintech tidak mudah dilakukan. Mengingat, biaya yang akan dikeluarkan akan sangat banyak. Kalau dilakukan sendiri-sendiri, tentu biayanya akan sangat mahal.

“Untuk menyiasatinya Perbarindo menggandeng bank umum atau bekerja sama menggunakan fasilitas IT mereka,” kata Yanuar. (dev)

Komentar Anda