BPN Tepis Ada Permintaan Pembatan SHM Sekaroh

Hutan Lindung Sekaroh.

MATARAM – Polemik Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan di kawasan hutan lindung Sekaroh, Lombok Timur belum berakhir.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) NTB  Slameto Dwi Martono menegaskan  Pemprov NTB baik itu gubernur maupun tim yang dibentuk tidak pernah meminta BPN membatalkan SHM di kawasan hutan Sekaroh. " Tidak ada itu. Rapat terakhir kemarin juga tidak pernah ada pembicaraan untuk pembatalan sertifikat," tegasnya Senin kemarin (28/11).

Dalam rapat tim terkait polemik SHM, pemprov   hanya meminta data ke BPN. Sebagai bentuk dukungan dan sikap koperatif BPN dalam menyelesaikan masalah tersebut, semua data yang dibutuhkan telah diberikan. Data-data yang diminta tersebut untuk lebih menggali masalahnya dan akan melakukan peninjauan langsung ke lapangan.

Slameto tetap yakin, bahwa tim tidak pernah merekomendasikan agar SHM dicabut. "Jadi kami belum menentukan sikap, karena permintaan atau pemberitahuan juga tidak ada. Ucapan Pak Gubernur yang minta sikap ketegasan BPN juga tidak ada suratnya ke kami," jawabnya.

Terpisah Ketua tim penuntasan kasus SHM Sekaroh, M Agus Patria yang juga Asisten I Pemprov NTB mengungkapkan, belum lama ini tim yang beranggotakan semua pihak terkait termasuk BPN  telah melakukan rapat.  "Waktu rapat kita sudah sampaikan argumentasi hukum, sehingga SHM di kawasan hutan harus dibatalkan," tutur Agus Patria.

Dalam rapat tersebut, Agus juga menyampaikan bahwa Kantor Wilayah BPN NTB menerima rekomendasi dari hasil kerja tim yang dibentuk. Mengingat, pada saat membentuk tim memang telah ada komitmen bersama untuk melaksanakan apapun rekomendasi dari tim.

Ditegaskan, sampai saat ini jumlah SHM yang telah dikeluarkan BPN masih simpang siur. Ada yang menyebut 31 SHM, 34 dan 35 SHM. "Yang jelas, berdasarkan hasil kajian tim, jika SHM masuk kawasan hutan maka memang harus dibatalkan," ujar Agus.

Saat ini lanjut Agus, pihak BPN NTB sedang melakukan koordinasi dengan BPN pusat. Mengingat, dalam hal pembatalan, meskipun BPN NTB berhak melakukannya namun tentu perlu adanya koordinasi. "Kita berharap tentu segera bisa dibatalkan, segera ditindaklanjuti rekomendasi tim. Kan sudah ada komitmen juga agar kita laksanakan apapun rekomendasi tim," tutup Agus.

Permintaan tim agar pihak BPN membatalkan puluhan SHM tersebut setelah melalui berbagai kajian. Tim kecil yang dibentuk Pemprov NTB beranggotakan dinas kehutanan, biro hukum, biro pemerintahan, inspektorat, biro humas dan juga Badan Pertanahan Nasional (BPN). Berbagai data dan aturan telah dikaji seperti Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 399/KPTS-II/1990 tentang Pedoman Pengukuhan Hutan, peta kawasan hutan Sekaroh, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 418/KPTS-II/1999 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan di NTB seluas 1.021.566 hektare.

Ada juga Surat Keputusan (SK) Gubernur NTB Nomor 497 tahun 1990 tentang Pembentukan Panitia Tata Batas Hutan di Kabupaten se-NTB, berita acara tata batas kelompok hutan Sekaroh, Kecamatan Keruak Lombok Timur tanggal 14 Maret 1992, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Surat edaran Menteri Kehutanan dengan nomor SE.3/Menhut-II/2012 tentang Putusan  Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PUU-IX/2011 tentang Pengajuan Konstitusionalisasi pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 41 tentang Kehutanan.

Berikutnya  surat Gubernur NTB tanggal 29 Mei 2015 yang ditujukan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang dan Kepala BPN yang berisi permohonan penelusuran dan peninjuan kembali atas sertifikat dalam kawasan hutan Sekaroh RTK.15 di Lombok Timur. (zwr)