BNNP Kukuh Rehabilitasi Reza Tanpa Penetapan Pengadilan

Kombes Pol Sriyanto (Ali Ma'shum/Radar Lombok)

MATARAM— Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) NTB tetap bersisikukuh  bahwa  Reza Artamevia beserta ketiga orang rekannya  yang direhabilitasi sebagai penyalahguna narkotika tanpa penetapan dan keputusan dari pengadilan.

Menurut Kepala BNNP NTB Kombes Pol Sriyanto, sesuai dengan pasal 103 Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang narkotika, rehabilitasi dengan penetapan dan keputusan pengadilan  jika seseorang dinyatakan tersangka oleh penyidik. ‘’ Yang dimintakan permohonan penetapan di pengadilan itu adalah seseorang yang dinyatakan sebagai tersangka,’’ ujarnya  kemarin.

Sriyanto meminta  masyarakatagar  bisa membedakan seseorang yang akan direhabilitasi tersebut apakah menyandang status tersangka atau tidak. ‘’ Nah Reza Artamevia ini kan tidak dalam status sebagai tersangka. Kalau bukan tersangka, maka bisa direhabilitasi tanpa penetapan pengadilan. Jadi harus bisa dibedakan antara seseorang yang tersangka atau tidak,’’ katanya.

Dicontohkannya, jika seseorang ditangkap oleh petugas seperti kepolisian maupun BNN terkait dengan tindak kejahatan apapun, hal itu harus bisa dibuktikan dengan disertai barang bukti. Jika barang buktinya tidak ada, petugas hanya bisa menahan seseorang dalam beberapa hari saja. " Kalau barang bukti tidak itu tidak ada, maka seseorang harus segera dilepas dan tidak ditahan," katanya.

Khusus untuk kasus narkotika katanya,  jika tidak mempunyai barang bukti namun hasil tes urinenya positif mengandung narkotika, maka   dikategorikan sebagai penyalahguna narkotika dan tidak tersangkut dengan kejahatan lain. Maka tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka. " Kalau tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka, maka penyalahguna ini bisa dimintakan untuk direhabilitasi," jelasnya.

Rehabilitasi tersebut jelasnya, bukan hanya bisa dimintakan kepada BNN. Namun juga bisa ke rumah sakit dan tempat rehabilitasi lainnya. Hanya saja kepolisian selama ini memita penyalahguna narkotika untuk direhabilitasi di BNN. " Jadi  bukan hanya ke BNN orang bisa meminta untuk bisa direhab,’’ imbuhnya.

Ia menegaskan menurut pasal 103 UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika, seseorang yang diputuskan untuk direhabilitasi dengan meminta penetapan dan keputusan pengadilan adalah seseorang yang telah menyandang status tersangka dan terdakwa ataupun narapidana. Sedangkan Reza Artamevia berserta ketiga rekannya yang diputuskan direhabilitasi di BNNP belum atau tidak menyandang status tersangka ataupun terdakwa. " Kecuali Polda menyatakn mereka ini tersangka oleh Polda NTB. Maka tentu yang diminta ke kita (BNNP, red) itu asassment, bukannya rehabilitasi. Itu harus bisa dibedakan," jelasnya.

Terpisah kepolisian menepis penangkapan Reza Artamevia dan ketua Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) serta enam orang lainnya di Hotel Golden Tulip, Minggu lalu (28/8) akibat dijebak.  Kapolda Brigjen Pol Umar Septono  mengatakan silahkan saja masyarakat mengartikan. Karena kepolisian dalam menanggapi dan menindaklanjuti laporan masyarakat tetap melakukan tindakan secara terukur. " Soal terlepas anggapan masyarakat ini ada jebakan atau diskenariokan dan sebagainya silahkan saja. Nanti fakta hukum yang akan berbicara," katanya.

Sebelumnya, melalui Irfan Suryadiata selaku salah seorang penasehat hukum keenam orang yang tertangkap tersebut kepada media mengatakan adanya dugaan keganjilan sebelum polisi melakukan penangkapan. Keganjilan tersebut terjadi sehari sebelum penangkapan di Hotel Golden Tulip. Pada waktu itu saat kliennya memesan minuman. Tapi bertambah satu minuman minuman pada saat diantarkan. Satu minuman tersebut juga menurutnya  berbeda dengan minuman yang dipesan dan berwarna hijau. Meski demikian, keenamnya tetap meminum minuman tersebut.

Terkait dengan keterangan salah seorang penasehat hukum tersebut, Kapolda mengatakan tidak mengetahuinya. " Kalau itu saya tidak tahu. Saya tidak mau mengada-ada. Karena itu keterangannya harus dari keterangan penyidik." Katanya.

Yang jelas kata dia penyidik tetap menjadikan tes urine yang dilakukan di Puslabfor cabang Denpasar sebagai rujukan dan acuan. " Faktanya hasil dari Labfor kan begitu hasilnya. Kalau masalah minuman itu saya tidak tahu. Itu urusan penyidik," imbuhnya.

Sebelumnya Wakil Direktur (Wadir) Ditresnarkoba Polda NTB AKBP Eko Santoso juga membantah penangkapan  khususnya kepada Reza Artamevia  akibat dijebak. Menurutnya, cara menkonsumsi narkotika jenis sabu tersebut tidak dilarutkan kemudian diminum. " Jadi tidak ada sabu itu kalau dikonsumsi dengan cara ditaruh atau dilarutkan dalam minuman kemudian diminum," ungkapnya.

Kapolres Mataram AKBP Heri Prihanto saat dikonfirmasi secara rinci menjelaskan kronologis penangkapan. Menurutnya, pada saat penangkapan yang berada di dalam kamar nomor 1100 tersebut awalnya empat orang. Yaitu Gatot Brajamusti dan istrinya  Dewi Aminah serta  Richard dan istrinya Yuti Yustini. Kemudian Reza Artamevia datang hendak masuk kamar bersama Devina dengan mengetuk pintu dan dibuka oleh seseorang yang berada di dalam kamar tersebut. Belum sempat pintu ditutup, petugas kepolisian langsung memasuki kamar tersebut dan melakukan pemeriksaan. " Jadi kalau dibilang ini menjebak. Jebaknya itu dimana?," katanya.

Kepolisian kata dia dalam melakukan penggerebekan tersebut menunggu waktu yang tepat. Sedangkan kasus narkoba yang menjerat Gatot Brajamusti tersebut disebutnya kasus tindak pidana lain yang diusut kepolisian. " Jadi waktu itu, kita memerlukan waktu yang tepat. Karena kalau tidak, kita tidak akan mendapatkan barang bukti. Pasti hilangnya," sebutnya.

Ia juga mengakui keenam orang yang berada dikamar tersebut saat digerebek tidak sedang menkonsumsi narkotika. Namun, dari hasil tes urine pertama kali yang dilakukan di Bapelkes Mataram hasilnya positif. " Berarti sebelumnya kan sudah menggunakan narkotika jenis sabu. Memang bukan saat itu. Bisa kapan saja," jelasnya.(gal)

Komentar Anda