
MATARAM — Pemerintah pusat telah menggelontorkan anggaran sebanyak Rp 45 milliar, kepada Dinas Kesehatan NTB, untuk program penanganan stunting di NTB. Terkait itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Hasto Wardoyo mempertanyakan sejauh mana serapan anggaran tersebut, dikerahkan untuk mendukung penurunan angka stunting di NTB.
“Kepada Pak Kepala Dinas Kesehatan, ingat punya uang Rp 45 milliar. Mohon di cek lah berapa serapannya ini.
Karena saya tidak bisa cek ini, mungkin yang bisa bapak Kepala Dinas Kesehatan, apakah sudah terserap Rp 45 milliar itu untuk membeli makanan,” tanya Hasto, dalam kegiatan forum koordinasi percepatan penurunan stunting tingkat provinsi NTB, kemarin.
Hasto mengingatkan bahwa anggaran sebesar itu diperuntukkan membeli makanan dan minuman bagi Balita dan ibu hamil di NTB dari produk-produk lokal. Karena itu, pihaknya meminta agar serapan anggaran tersebut sesuai dengan peruntukannya.
“Ini saya kira pentingnya forum ini untuk mengingatkan, karena kita belum mengecek Rp 45 milliar itu berapa yang belum diserap NTB untuk memberikan makanan ibu hamil dan Balita. Karena betul-betul Rp 45 milliar itu untuk membeli makanan,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) NTB, dr Lalu Hamzi Fikri membenarkan Pemprov mendapatkan DAK sebesar Rp 45 miliar untuk program pemberian makanan tambahan (PMT) berbahan pangan lokal dalam upaya penurunan stunting pada anak.
Dijelaskan, dana sebesar itu dikhususkan untuk intervensi penanganan stunting secara spesifik, misalnya pengadaan tablet penambah darah, kemudian pemberian makanan tambahan kepada mereka yang memiliki faktor resiko stunting, lalu ibu hamil dan Balita stunting di NTB.
Hamzi juga memastikan dana tersebut, disalurkan sesuai dengan Juklak dan Juknis dari pemerintah pusat. “Kita di NTB memang evaluasi kita percepat untuk penyerapan anggarannya. Ini sesuai arahan Kemenkes dan Pak Presiden, bagaimana dana itu tepat sasaran dan dirasakan manfaatnya oleh sasaran,” ujarnya.
Kepala Dikes membantah jika dana fantastis dari pusat itu digunakan untuk program gerakan gotong royong bhakti stunting. Dia berdalih jika dana program bhakti stunting lebih banyak disuport dari swadaya OPD lingkup Pemprov dan CSR dari pihak-pihak lainnya, termasuk keterlibatan pihak swasta didalamnya.
Ketika disinggung sejauh mana serapan anggaran penanganan stunting tersebut, direalisasikan. Hamzi mengatakan masih akan melakukan pengecekan. Namun dipastikan masih ada sisa anggaran yang belum dibelanjakan, dan saat ini masih berproses penyerapannya. “Nanti saya cek update-nya biar tidak salah. Tapi yang jelas masih ada anggaranya, dan ini sedang berproses,” ujarnya.
Dalam upaya menurunkan angka stunting di NTB, perlu dilakukan penguatan-penguatan, terutama pada level yang paling terdepan. Berdasarkan Data Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), menunjukkan tingkat stunting di NTB per November diangka 13,49 persen.
Hamzi menyebut delapan Kabupaten/Kota yang capaian penurunan stuntingnya sukses dibawah target 2023, sebesar 16 persen, yakni Kabupaten Sumbawa Barat sebesar 7,64 persen, Kabupaten Sumbawa 8,47 persen, Kabupaten Dompu 10,89 persen, Kabupaten Bima 11,78 persen, Lombok Barat 12,38 persen, Kota Bima 12,39 persen dan Lombok Tengah 12,39 persen, serta Kota Mataram 14,24 persen.
Sedangkan dua kabupaten di NTB yang capaian stuntingnya masih diatas target adalah Lombok Timur dan KLU masing-masing 17,24 persen dan 18,3 persen. “NTB telah melakukan pendampingan dan penguatan pemanfaatan E-PPGBM pada Posyandu Keluarga. Secara kelembagaan, NTB telah memiliki 7.716 Posyandu Keluarga, yang tersebar di 10 Kabupaten/Kota se-NTB,” ulasnya. (rat)