MATARAM – Bank Indonesia (BI) Provinsi NTB optimis pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat pada 2025 masih tetap positif di tengah kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang melakukan efisiensi di semua sektor, termasuk konstruksi.
“Kita tetap optimis ekonomi NTB tumbuh positif pada 2025 di tengah kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat. Banyak sektor yang bagus untuk menggerakkan roda perekonomian NTB,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi NTB Berry Arifysah Harahap, Senin (10/2).
Menurut Berry, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat memang memiliki dampak terhadap perekonomian daerah, namun tidak terlalu besar. Karena efisiensi anggaran itu hanya di pos pos tertentu saja, tidak sampai pada pos konsumsi masyarakat. Di mana gaji, dan pendapatan lainnya PNS masih tetap seperti biasa, dan juga jumlah PNS tidak ada pengurangan, tetap seperti biasanya. Artinya, hal tersebut tetap mendorong tingkat konsumsi masyarakat, yang menggerakan pertumbuhan ekonomi.
Dengan berbagai potensi yang menggerakan roda perekonomian daerah di tengah efisiensi anggaran, Berry memproyeksikan pertumbuhan ekonomi NTB pada 2025 masih tumbuh di kisaran 4,3 -5,1 persen. Menurutnya, faktor utama yang akan menopang pertumbuhan ekonomi adalah akselerasi investasi, serta stabilnya konsumsi rumah tangga, meskipun sektor pertambangan diperkirakan akan mengalami perlambatan akibat siklus produksi yang lebih rendah.
Dikatakannya, BI NTB mengidentifikasi beberapa faktor yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada 2025. Risiko tersebut terbagi menjadi dua sisi, yaitu upside (potensi pertumbuhan lebih tinggi) dan downside (potensi perlambatan ekonomi). Faktor pendorong pertumbuhan (Upside), diantaranya, cuaca yang lebih stabil sepanjang 2025, yang mendukung produksi sektor pertanian. Peningkatan kinerja industri pengolahan seiring meningkatnya investasi. Peningkatan aktivitas di sektor pariwisata dan pertambangan. Program hilirisasi tambang yang terus berjalan.
Sementara itu, faktor penghambat pertumbuhan (Downside) diproyeksikan, rencana produksi tembaga yang lebih rendah dibandingkan 2024, akibat siklus produksi tambang. Ketidakpastian kebijakan fiskal yang dapat berdampak pada konsumsi pemerintah. Dampak kenaikan PPN 12% terhadap daya beli masyarakat. Potensi cuaca ekstrem yang dapat mengganggu hasil pertanian dan suplai pangan. Dan prospek ekspor konsentrat tembaga yang lebih rendah akibat faktor eksternal.
Oleh karena itu, kata Berry, untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi dan menekan dampak negatif dari berbagai risiko yang ada, BI NTB menyiapkan beberapa strategi utama. Diantaranya, meningkatkan produktivitas sektor pertanian dengan mendorong modernisasi dan penggunaan teknologi dalam pertanian, serta penguatan kelembagaan dan SDM.
Investasi di industri makanan dan minuman dengan memastikan hilirisasi hasil pertanian dan perikanan serta pengembangan industri lokal. Investasi di Sektor Pariwisata yaitu dengan Meningkatkan daya saing destinasi wisata serta memperkuat infrastruktur pendukung. Untuk Pengembangan UMKM untuk mendorong sektor rill, BI mendorong akses pendanaan lebih luas bagi pelaku usaha kecil serta memperkuat ekosistem bisnis berbasis digital.
“Dengan strategi-strategi tersebut, kami optimis pertumbuhan ekonomi daerah dapat terus berlanjut dengan stabil di tengah berbagai tantangan global dan domestik,” pungkasnya. (luk)