BI NTB Kirim Perajin Tenun Pringgasela Belajar ke Bali

PERAJIN TENUN: Bagi masyarakat di Pulau Lombok, tradisi menenun merupakan warisan nenek moyang yang hingga kini masih lestari. Tampak salah satu perajin tenun di Lombok Timur sedang menenun kain (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Budaya menenun memang sudah turun-temurun dilakukan oleh kaum wanita di Desa Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur (Lotim). Sehingga sudah sepatutnya secara bersama-sama melestarikan budaya tersebut. Selain menjaga kelestarian budaya, usaha tenun diharapkan juga dapat menjadi penopang pendapatan masyarakat dan sektor pariwisata di Provinsi NTB.

Paska penandatanganan perjanjian kerjasama pengembangan klaster usaha tenun Desa Pringgasela Lombok Timur, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB mengajak perwakilan dari kelompok tenun Pringgasela yang tergabung dalam klaster untuk capacity building pada pertengahan Desember 2016 ke Pulau Bali, tepatnya ke Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Bangli.

Dalam capacity building tersebut selain mengajak kelompok perajin tenun, Kantor Perwakilan BI Provinsi NTB jga mengajak ikut serta pemerintah Desa Pringgasela Induk dan instansi terkait sebagai pendamping.

Kepala Perwakilan BI Provinsi NTB, Prijono mengatakan, pemilihan tempat capacity building di Bali tersebut tidak terlepas dari Pulau Bali yang merupakan gudangnya seni dan inovasi tenun dapat memenuhi selera masyarakat modern saat ini. “Gianyar merupakan tempat yang pertama kali dipilih untuk belajar tentang pewarnaan alam untuk kerajinan kain tenun,” kata Prijono, Kamis (29/12).

Dikatakan, ada lima warna dasar yang  dikembangkan oleh CV. Tarum, Gianyar Bali sebagai tempat kunjungan rombongan perajin tenun Pringgasela, yaitu merah, hitam, kuning, coklat dan biru indigo, yang diperoleh dari tanaman secang, mangga, mahoni, ketapang dan tarum.

Sedangkan  bagian tanaman pohon yang digunakan hanya bagian daun, dengan tujuan untuk menjaga kelestariaan tanaman tersebut. Tak berhenti sampai disitu, perajin tenun Desa Pringgasela kemudian diajak belajar pengembangan motif Tenun Aksara dengan menggunakan minimal 150 gun sehingga tenun yang dihasilkan kaya motif.

Namun hal ini juga membutuhkan ketelitian dari penenun. Kain tenun Pringgasela baru menghasilkan 15 gun sehingga motifnya terbatas. Hal lain yang dapat di pelajari dari tenun Aksara adalah keberhasilan yang didapatkan beranjak dari pembagian peran mulai dari designer, produksi, sampai dengan pemasaran. Selain itu, quality control juga terus dilakukan demi menjaga kualitas produk tenun.

Selain mengunjungi perajin kain tenun di Gianyar,  peserta capacity building  juga diajak mengunjungi Desa Wisata Penglipuran di Kabupaten Bangli. Tujuannya untuk belajar tentang pengembangan desa wisata, mulai dari cara membangun kesadaran masyarakat, menata desa, dan mempertahankan budaya lokal.

“Dengan segala potensi yang dimiliki, diharapkan Desa Pringgasela dapat berkembang layaknya Desa Penglipuran Kabupaten Bangli sebagai desa wisata,” harapnya. (luk)