BI Edukasi Uang Baru Mahasiswa dan Pelajar

EDUKASI: Deputi Pimpinan Perwakilan BI NTB, Wahyu Yuana Hidayat (tengah), dan perwakilan Direskrimsus Polda NTB, serta perwakilan Bakesbangpoldagri NTB, saat edukasi uang rupiah TE 2016, Rabu (23/3) (LUKMAN HAKIM/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Polemik dugaan menyerupai gambar palu arit yang ada di logo hologram uang baru tahun emisi (TE) 2016, masih mewarnai perbincangan berbagai pihak. Tak hanya di sosial media, namun juga di dunia nyata.

Terkait polemik dugaan gambar palu arit di logo hologram uang baru TE 2016 untuk tujuh pecahan uang kertas tersebut, Samalas Institute NTB menggelar sosialisasi mata uang baru TE 2016 dengan menghadirkan Deputi Pimpinan Perwakilan BI Provinsi NTB, Wahyu Yuana Hidayat,  Direktur Reskrimsus Polda NTB, Rabu kemarin (22/3) di IKIP Mataram.

Direktur Samalas Institute NTB, Yusin Sali mengatakan munculnya berbagai macam tafsir atas logo BI di mata uang baru tersebut merupakan sesuatu yang wajar, mengingat ketika sebuah tulisan ataupun simbol melekat pada suatu objek, maka dengan sendirinya telah terjadi otonomisasi teks yang berujung pada adanya otonomisasi pembaca teks dan simbol.

[postingan number=3 tag=”ekonomi”]

Tidak heran jika kemudian muncul berbagai macam tafsir dari para pembaca teks. Termasuk ketika mereka menafsirkan logo BI sebagai simbol yang identik dengan logo palu arit.

Baca Juga :  Professor Selandia Baru Tertarik Kembangkan Sapi Sumbawa

Sementara di satu sisi, BI sebagai institusi yang punya otoritas mutlak memberikan tafsir, terkesan lamban memberikan penjelasan terhadap msyarakat. Padahal BI sejatinya bisa lebih cepat memberikan respon, tanpa harus menunggu menguatnya polemik di tengah masyarakat.

Menurut dia, di era keterbukaan informasi dengan semakin membaiknya iklim demokrasi saat ini, masyarakat berhak memberikan tafsir dan penilaian atas berbagai kebijakan pemerintah. Begitu juga pemerintah, mempunyai kewajiban memberikan penjelasan kepada masyarakat. Proses itu sekaligus menandai bahwa demokrasi kita berjalan sesuai dengan harapan bersama.

“Kita tidak bisa menyalahkan masyarakat ketika memberikan tafsir semacam itu. Karena masyarakat mempunyai hak menyampaikan pendapatnya, termasuk mengkritisi, dan memberikan penilaian atas kebijakan yang dikeluarkan pemerintah,” ucapnya.

Pada titik inilah, kegiatan sosialisasi mata uang baru tahun emisi 2016 digelar oleh Samalas Institute. Dengan harapan agar polemik yang merisaukan tersebut dapat segera berakhir, dengan adanya penjelasan dari para pemateri. Karena sampai detik ini ada sebagian masyarakat yang tidak berani menggunakan uang baru tersebut sebagai alat transaksi jual beli dengan beragam alasan.

Baca Juga :  Penukaran Uang, BI Siapkan Layanan Kas Keliling

Sementara Deputi Pimpinan Perwakilan BI Provinsi NTB, Wahyu Yuana Hidayat menjelaskan, bahwa logo uang baru TE 2016 tersebut bukanlah gambar palu arit. Gambar yang dinilai menyerupai logo palu arit tersebut bukanlah logo terlarang, melainkan logo BI.

Logo BI yang pecah tersebut merupakan teknik pengamanan uang kertas yang menggunakan teknik rectoverso, yang secara umum digunakan oleh berbagai negara dalam pengamanan uang kertas. “Rectoverso itu merupakan pengamanan uang rupiah untuk meminimalisir percobaan pemalsuan uang rupiah ,” jelas Wahyu.

Wahyu berharap sosialisasi uang baru TE 2016 dengan menghadirkan mahasiswa dan pelajar tersebut hendaknya disampaikan juga kepada masyarakat luas, bahwa logo tersebut adalah gambar BI, bukan palu arit, lambang terlarang  seperti yang diisukan selama ini oleh sebagian masyarakat. (luk)

Komentar Anda