Berkas P-19, Polisi akan Panggil Lagi Kadis Dikbud

DIPERIKSA: Kadis Dikbud NTB, Aidy Furqan usai diperiksa penyidik di kasus Pungli yang menjerat anak buahnya Kabid SMK, Ahmad Muslim, beberapa waktu lalu. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Berkas kasus dugaan pungutan liar (Pungli) proyek pembangunan di SMKN 3 Mataram, dengan tersangka Kepala Bidang (Kabid) SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Ahmad Muslim, ternyata belum lengkap (P-19), atau dikembalikan jaksa ke polisi untuk dilengkapi.

Terkait itu, Kasatreskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili mengungkap pihaknya akan kembali memanggil Kepala Dinas (Kadis) Dikbud NTB, Aidy Furqan, untuk diminta keterangan tambahan. “Bisa jadi (Aidy Furqan dipanggil lagi),” ujar Regi, Kamis kemarin (30/1).

Ahmad Muslim sendiri pernah menyebut adanya keterlibatan Aidy Furqan dalam kasus Pungli yang menjeratnya. Hanya saja, kendati Aidy Furqan disebut sebagai orang yang memerintah, namun Regi mengakui pihaknya masih kekurangan alat bukti untuk menetapkan Aidy Furqan sebagai tersangka. “Alat bukti yang sangat sulit. Tapi kita masih usahakan. Kita masih gali,” tegasnya.

Penyidik Unit Tipidkor Satreskrim Polresta Mataram pernah memeriksa Aidy Furqan pada Senin (13/1) lalu, selama 5 jam. Namun rupanya pemeriksaan itu tidak cukup, dan polisi kembali merencanakan pemanggilannya untuk diperiksa kedua kalinya. “Kadis ada dipanggil lagi. Rencana Senin (1/2), kita layangkan panggilan,” katanya.

Pemanggilan kembali Kepala Dikbud NTB itu berdasarkan permintaan kejaksaan dalam berkas perkara Ahmad Muslim, yang dikembalikan ke polisi. Jaksa meminta penyidik untuk menggali keterangan dari Aidy Furqan. “P19-nya (petunjuk jaksa peneliti) Kadis (pemeriksaan tambahan),” ungkap Regi.
Selain Aidy Furqan, kejaksaan dalam petunjuknya juga meminta penyidik untuk memeriksa kembali saksi ahli hukum pidana. “P19-nya Kadis sama ahli,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, keterlibatan Aidy Furqan pernah disebut Ahmad Muslim melalui kuasa hukumnya, Asmuni. Pungli yang dilakukan Ahmad Muslim berawal dari perintah Aidy Furqan untuk mencari dana untuk menanggulangi biaya proyek pembangunan sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) yang tidak memiliki anggaran dari pemerintah.
Sekolah TK itu berada di lingkup salah satu instansi aparat penegak hukum, yang dikerjakan salah seorang kontraktor berinisial A, dan sudah selesai.

Baca Juga :  Kesal Anggota Fraksi Dipindah, Ruslan Ancam Buka Borok DPRD NTB

“(Keterangan) ini mutlak dari klien yang saya sampaikan. Ada proyek yang sudah dikerjakan oleh seorang kontraktor berinisial A, dan proyek itu tidak ada anggarannya. Proyeknya dimana? Proyek di instansi aparat penegak hukum,” kata kuasa hukum Ahmad Muslim, Asmuni, Rabu (15/1) lalu.

Karena tidak ada anggaran, kontraktor A menggunakan uang pribadinya. Kontraktor itu pun meminta uang sebesar Rp 700 juta ke Dikbud NTB, untuk mengganti uang yang dipakai mengerjakan sekolah taman kanak-kanak tersebut.

Jika tidak dituruti, kontraktor A mengancam akan membongkar rahasia di lingkup Dikbud NTB. Ancaman itupun membuat Aidy Furqan takut, dan kemudian memerintahkan tersangka (Kabid SMK) dan seorang pejabat di Dikbud NTB lain berinisial C alias LS, untuk menanggulangi permintaan kontraktor A itu.

Mendengar perintah atasannya, Ahmad Muslim yang kebingungan kemudian mencari cara untuk mematuhi perintah atasannya itu. Muslim melihat adanya peluang di SMKN 3 Mataram yang sedang ada pembangunan toilet, ruang kelas baru dan ruang laboratorium. Proyek ini anggarannya bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) 2024.

Dari pihak pelaksana proyek berinisial HA, Muslim mendapatkan uang kali pertama sebesar Rp 50 juta. Pemberian uang pertama itu aman. “Kemudian uang itu diserahkan ke yang mengerjakan proyek di instansi aparat penegak hukum tersebut,” katanya.
Namun Muslim kembali kebingungan untuk mencari uang guna pembayar sisa permintaan pembayaran proyek sekolah taman kanak-kanak tersebut. Sehingga terpaksa Ahmad Muslim mengeluarkan uang pribadinya.

“Karena kesulitan mencari uang, Pak Muslim menggunakan uangnya pribadi sebesar Rp 100 juta, untuk menjalankan perintah tersebut. Karena perintah tersebut, datangnya dari atas. Dia adalah pimpinan tertinggi di Dikbud NTB,” ujar Asmuni.

Baca Juga :  Kepala Distanbun NTB Ingin Ajukan Pensiun Dini

Total, Ahmad Muslim telah menyetorkan uang ke kontraktor berinisial A tersebut sebesar Rp 150 juta. Namun uang itu pun belum cukup, dan Ahmad Muslim kembali memutar otak agar bisa menyelesaikan pembayaran ke kontraktor inisial A, seperti yang diperintahkan atasannya.
Pada akhirnya, Ahmad Muslim kembali meminta ke pelaksana proyek berinisial HA sebesar Rp 50 juta, dan diantarkan ke kantor Dikbud NTB.

Namun kali ini usai menerima uang Rp 50 juta itu, Ahmad Muslim tertangkap tangan oleh Satreskrim Polresta Mataram, pada 11 Desember 2024 lalu, di ruangannya.
“Nah inilah apesnya. Jadi, jangan bilang bahwa Pak Muslim bermain sendiri, tidak. Ada alurnya. Kemana uang itu (Rp 50 juta).

Uang itu bukan untuk Pak Muslim, bukan. Tapi uang itu untuk membayar proyek yang diperintahkan oleh si kepala dinas menyelesaikan ini (proyek taman kanak-kanak) yang tidak ada anggaran itu. (Uang itu) untuk membayar proyek yang sudah selesai di instansi penegak hukum. Tidak ada anggarannya itu, diminta bayar oleh Dikbud NTB,” tegasnya.

Diketahui, Ahmad Muslim ditangkap sesaat setelah menerima uang sebesar Rp 50 juta dari supplier bahan bangunan untuk pembangunan toilet, ruang laboratorium dan ruang kelas baru (RKB) di SMKN 3 Mataram.
Proyek tersebut sumber dananya dari dana alokasi khusus (DAK) 2024 sebesar Rp 1,3 miliar. Tersangka memeras supplier tersebut dengan meminta uang fee sebesar 5 sampai 10 persen. Jika tidak diberikan, maka tidak dicairkan anggaran proyek tersebut.

Sebagai tersangka, Ahmad Muslim dijerat Pasal 12 hurup e subsider pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999. (sid)