Berkas Oknum Dosen Cabul Segera Dilimpahkan ke Kejaksaan

DIGELANDANG: Tersangka WJ, oknum dosen kasus pencabulan digelandang petugas usai proses penyidikan di Polda NTB. (NASRI/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan, maka berkas perkara WJ (35), oknum dosen UIN Mataram segera dilimpahkan ke kejaksaan oleh Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB.
“Sementara ini kami melengkapi berkasnya dulu. Nanti selanjutnya berkas perkara kasus pencabulan ini akan kami limpahkan ke Kejaksaan,” kata Kepala Subdirektorat Bidang Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati kepada awak media, Sabtu (24/5).

Dikatakannya, berkas pelimpahan tersangka sudah pasti dilakukan kepolisian untuk proses penyidikan lebih mendalam. Hanya saja saat ini, pihak kepolisian masih menyusun dan melengkapi sejumlah barang bukti yang akan dijadikan pemberkasannya.
Diakuinya, sejak masuknya laporan ke Polda NTB pihaknya langsung bekerja secara marathon melakukan penyelidikan.

Memeriksa sejumlah korban dan saksi, kemudian memeriksa terlapor juga yang awalnya sebagai saksi, kini sudah di tetapkan sebagai tersangka. “Kita tetap bekerja profesional, bahkan kita secara marathon menuntaskan semuanya,” lanjutnya.

Disebutkannya, sejumlah barang bukti dan hasil chatnya juga sudah diamankan. Ia menyebut, modus yang digunakan pelaku masih seputar prabawanya. Dengan mengimingi beberapa hadiah serta rayuan. “Kami sudah mengumpulkan dan melakukan penyitaan sejumlah barang bukti berkaitan dengan dokumen,” katanya.

Sementara itu, Rektor UIN Mataram Prof. Masnun Tahir mengatakan, pihak kampus tetap mengikuti dan mengawal perkembangan kasus dosen nonaktif tersebut. Termasuk setelah di jadikannya oknum Dosen Bahasa Arab itu tersangka dan ditahan Polda NTB. “Berdasarkan hasil aparat penegak hukum (APH) ini, Nanti kami BAP bersama Inspektorat Kemenag RI,” ujar Prof Masnun.

Kendati begitu, Masnun menyebut pihaknya tetap mengikuti mekanisme yang ada. Sejauh ini pihak kampus hanya berwenang menonaktifkan oknum dosen inisial WJ tersebut. Selebihnya nanti tetap berkoordinasi dengan pihak Kemenag RI, seperti Dirjen Pendis dan Inspektorat Kemenag RI. “Kami sudah laporkan kasus ini ke Pak Dirjen Pendis dan Pak Irjen Inspektorat Kemenag RI. Kasus yang bersangkutan ini jadi atensi,” katanya.

Sebelumnya, setelah kasusnya mencuat ke publik, pihak kampus langsung bertindak tegas dengan menonaktifkan oknum pelaku kasus pelecehan seksual yang dilakukan oknum Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.

“Kami tidak mentolerir kasus pelecehan seksual di kampus. Oknum itu sudah kami nonaktifkan dari segala aktifitas kampus,” tegas Rektor UIN Mataram Prof. Masnun Tahir saat ditemui di ruangannya, beberapa waktu lalu.

Dikatakannya, pihak kampus sangat mendukung aparat berwenang melakukan proses penyelidikan. Penegakan hukum menurutnya tidak boleh dihalang-halangi. Walaupun itu pelakunya adalah orang-orang yang bergelut di dunia pendidikan.

Diakuinya, sejak peristiwa pelecehan seksual di kampus yang dipimpinnya itu mencuat. Pihaknya langsung mengumpulkan seluruh civitas akademika kampus. Guna membahas apa yang menjadi persoalan atas kasus tersebut. “Oknum ini masih cukup muda, usianya sekitar 30 tahunan, dia itu di Asrama dan tergolong sebagai pegawai PPPK,” jelasnya.

Adapun terkait sanksi, Prof Masnun menyebut akan memberikan sanksi administratif. Termasuk sanksi ringan hingga seberat-beratnya. Namun karena sementara ini masih proses Lidik, dan kasusnya masih seputar pelecehan seksual, pihaknya tidak bisa dengan gamblang memberikan Sanski berat. Bahkan statusnya sebagai pegawai PPPK bisa dicabut. “Ini kan masih proses Lidik, dan juga kasus pelecehan seksual tidak mengarah persetubuhan,” katanya.

Oknum Dosen inisial WJ ini diketahui sudah melangsungkan aksinya sejak 2021 hingga 2024. Dalam hal ini, pihaknya mengakui keteledoran dalam memberikan wewenang kepada terduga pelaku di asrama Ma’ahad Kampus.

Atas peristiwa ini, pihaknya bakal berupaya melakukan seleksi ketat terhadap pegawai. Kemudian akan melakukan kontrol ketat di tiap sudut asrama Kampus. Ini dilakukan untuk menghindari kasus serupa terjadi lagi di kampus. “Nantinya kami akan lebih selektif lagi. Upaya ini sudah kami rapatkan seluruh pihak di kampus,” katanya.

Adapun untuk tetap menjaga Marwah kampus, Prof Masnun menghimbau kepada seluruh mahasiswa dan yang terkait di kampus untuk tidak takut melapor apapun kasus yang merugikan.

Selanjutnya, pihak kampus juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh lapisan masyarakat yang sudah memberikan masukan terhadap kemajuan UIN Mataram. “Kami himbau kepada seluruh mahasiswa dan pihak terkait dikampus untuk melapor. Kami juga berterimakasih kepada seluruh lapisan masyarakat yang turut memberikan saran masukan,” ucapnya.

Terpisah, Kuasa Hukum Tersangka WJ, Abdul Fatah Muzakir mengatakan, bahwa terkait kasus yang sedang di jalani oleh kliennya, WJ tersebut. Ia meminta hendaknya yang bukan pihak terkait di perkara ini untuk menahan diri dan tidak berstatemen yang sifatnya memojokkan terlapor.
Karena pada prinsipnya, lanjut Fatah, kasus ini sedang proses hukum.

Dimana antara terlapor dan korban juga sudah sama-sama dewasa dan mempunyai kematangan dalam menentukan sikap. “Kami dari kuasa hukum dalam hal ini masih mendalami antara pelapor dan terlapor. Artinya apakah mempunyai hubungan yang spesial, karena kejadian ini sudah begitu lama dan hubungan antara pelapor dan terlapor masih sangat baik sampai dengan masuknya laporan ini,” jelasnya.

Dalam hal ini, bagi Fatah, jika memang ada indikasi perbuatan ini dilakukan dengan kondisi suka sama suka. Itu berarti unsur pasal pelecehan seksual yang disangkakan kepada kliennya ini bisa jadi tidak terbukti.

Adapun terkait salah satu modus yang disampaikan dalam beberapa media tentang sosok seorang ayah atau bapak. Pihaknya merasa predikat itu cukup wajar, karena status terlapor sebagai guru. Sehingga sudah wajar bapak atau orang yang di tuakan pun kadang di anggap sebagai orang tua atau bapak. “Seperti bapak guru, bapak aing, bapak RT, bapak kades dan banyak bapak lainnya,” katanya.

Menurutnya, pemberian atau sebutan bapak yang dimaksud tidak spesifik hanya untuk para pelapor saja akan tetapi secara keseluruhan pengurus yang ada di Ma’had tersebut. “Secara agama kami sebagai kuasa hukum memang tidak membenarkan ini tapi mari kita sama-sama hargai aturan hukum yang berlaku,” tutupnya. (rie)