Tari dan aktivitas menari adalah bagian dari hidup Dewi Kusuma. Sejak masih duduk di bangku SMA kelas 2, dirinya bahkan sudah punya sanggar tari yang ia dirikan.
ZULFAHMI-MATARAM
Warga Kota Mataram pasti masih ingat dengan tarian medley yang dibawakan anak-anak saat berlangsung puncak Festival Hari Anak Nasional (FAN) di Mataram 24 Juli lalu. Tari ini dimainkan di hadapan sejumlah menteri.
Nah, di belakang tari tersebut ada sosok perempuan bernama Dewi Kusuma. Perempuan kelahiran Mataram 26 Agustus 1983 inilah yang menciptakan tarian tersebut. Tari tersebut diberi nama Tari Nusantara.
Karyanya tidak hanya satu tari, melainkan banyak tarian lain yang juga dipersembahkan saat ada kegiatan-kegiatan resmi pemerintah. Kepada Radar Lombok, guru di SDN 31 Cakranegara ini menyampaikan kebahagiaannya ketika anak didiknya yang masih di bangku SD bisa menari dengan baik dan membanggakan di hadapan para menteri. “ Ya jelas bangga anak-anak didik saya menarikan tarian tradisi tiap-tiap daerah dengan baik pada waktu itu,” ungkapnya (7/11).
Waktu itu, para bocah penari tidak ada yang terlihat canggung. Semua memainkan tarian dengan rileks meski ditonton ribuan orang. Padahal waktu itu persiapannya tidak lama.”Terharu juga saya setelah semua orang memberi selamat atas kesuksesan pentas waktu itu,” ungkapnya.
Sanggar tari miliknya berdiri tanggal 26 Agustus 2000. Saat itu ia masih duduk di kelas 2 SMA. Sanggar ini eksis sampais sekarang. Sanggar ini awalnya berdiri dari kegiatan iseng-iseng karenadulu Dewi sering nari di acara-acara formal pemerintah atau acara adat di kampung-kampung. Sesekali ia juga diundang menari di hotel.
Rumahnya berada di Lingkungan Punia. Para tetangga merminta menyerahkan anak-anak mereka belajar menari, itu sebabnya ia memutuskan membuka latihan menari di rumahnya.” Awal buka waktu itu murid saya ada sekitar 20 anak dan terus berkembang sampai saat ini, ada ratusan anak,” ungkapnya.
Ia mengatakan menari adalah bagian dari kesenangannya. Menurut Dewi, menari itu menjalankan hobinya. Sanggar tari miliknya lebih memilih kepada tarian tradisional seperti Tari Sumbawa, Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan , Sulawesi, NTT dan tentu saja tarian khas Lombok.
Selain mengajar menari, sanggar miliknya yang berlokasi di Jalan Abdul Kadir Munsyi Gang Sandat No 1 Punia Saba mengadakan pentas evaluasi sanggar setiap 2 tahun sekali. Tidak hanya itu untuk melihat potensi menari anak didiknya, setiap ada even, sanggarnya selalu ikut berpartisipasi dan selalu mendapat juara. “ Makanya sanggar saya sering diperhitungkan sama sanggar lain kalau kami hadir ikut kompetisi,” ungkapnya.
Dewi mengaku tetap saja ada kendalanya. Salah satunya lokasi latihan. Karena tidak ada lokasi yang luas di rumahnya, untuk latihan ia lakukan di Taman Mayura setiap hari Minggu. Kendala yang lain juga yakni masih kurang minatnya para generasi muda mempelajari seni tari tradisional. Orang tua mereka juga lebih cenderung memberikan kegiatan les pelajaran bagi anak-anak mereka saat usai jam sekolah sehingga untuk latihan diambil hari minggu saja.
Sebagai seorang guru Dewi mengetahui benar bagaimana stresnya anak di sekolah ditambah jadwal padat les pelajaran sana sini. Agar tidak menjadi beban hari Minggu kegiatan sanggar dilewati dengan santai dan penuh canda tawa. Karena seni itu sangat indah dan keindahan itu harus dinikmati. “ Dengan cara ini jarang saya kehilangan murid karena bosan,” tutupnya.(*)