
Nusa Tenggara Barat meraih prestasi membanggakan di bidang pendidikan. Meski belum berhasil menjadi juara satu, Sapri SPd mengharumkan nama NTB dengan meraih juara dua Kepala SD Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Nasional tahun 2016.
Jalaludin–Lombok Timur
Tidak ada yang tidak mungkin dan bisa dilakukan selama ada kemauan. Tekad itu dibuktikan oleh Sapri SPd, Kepala SD di kaki Gunung Rinjani. Dari sekolah pelosok, dia berhasil mengukir prestasi tingkat nasional.
Tidak pernah terbayang dalam benaknya akan mendapatkan anugerah tertinggi selama 25 tahun sebagai guru. Mengemban amanah sebagai kepala sekolah di SDN 8 Sambelia yang berada di Desa Sugian, Sapri melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Sapri ditunjuk menjadi kepala SDN 8 Sambelia 4,5 tahun lalu. Sekolah ini tergolong padat. Muridnya mencapai 400 orang. Namun tak pernah tercatat memiliki prestasi apapun baik siswa mapupun gurunya. Bahkan sekolah ini berada di urutan terakhir dari 20 jumlah SDN di Kecamatan Sambelia.
Diceritakan, tahun pertama memimpin sekolah ini dirasakan cukup berat, terlebih dari jumlah peserta didik sangat besar hingga 400 orang lebih. Sapri bertekad membawa perubahan di sekolah ini. “Pertama pindah program yang pertama yakini membangun manajeman kebersamaan, kemudian baru merancang tenaga pendidik, sedikit demi sedikit pembinaan akademik dan non akademik melalui kegiatan pelatihan dan murid melalui penanaman karakter,” katanya pada Radar Lombok Kamis kemarin (1/9).
Upayanya ini mulai membuahkan hasil. Tahun kedua pretasi sekolah ini merangsek ke urutan 12 dan tahun ketiga diurutan ke-4 dari 20 SDN di Sambelia ini. Belakangan sekolah yang terdiri dari 12 rombel ini, mencatatkan diri sebagai sekolah paling berprestasi di Kecamatan Sambelia. Sekolah ini menduduki urutan teratas dari penilaian semua aspek berupa penilaian prestasi siswa seperti UN, OSN, O2SN, lomba-lomba lainnya serta nilai kerja guru dan kepala sekolah dan sebagainya.
Salah satu program yang dinilainya berhasil dengan menampilkan delapan budaya malu yaitu malu tidak disiplin, malu terlambat, malu lihat teman bekerja, malu tidak masuk sekolah, malu tidak kreatif, malu tidak berprestasi, malu tidak berbudi pekerti, dan malu tidak naik kelas. Lambat laun angka putus sekolah yang sebelumnya tinggi berangsur-angsur berkurang hingga kini sama sekali tidak ada.
Atas prestasi ini, alumni IKIP Mataram jurusan Teknologi Pendidikan yang lulus tahun 2003 ini,terpilih mewakili NTB pada lomba guru dan kepala sekolah berprestasi tingkat nasional dari tanggal 12 sampai 19 Agustus lalu di Jakarta. Sapri harus bersaing dengan guru dan kepala sekolah terbaik dari seluruh provinsi di Indonesia. “Semua peserta sebanyak 821 rang dengan sebanyak 24 kategori yang dilombakan mulai dari tingkat TK sampai SMA,” jelasnya.
Juri menilai portopolio dengan bobot 35 persen, tes tulis 30 persen, presentasi 35 persen. Dalam proses penilaian tersebut,Sapri
memaparkan deskripsi diri berupa portofolia selama empat tahun terakhir ia menjalankan tugas, Penilaian Tindakan Kelas (PTK) sampai pada penilaian terhadap inovasi karya seni dan sebagainya.
Awalnya aku Sapri, ia tidak yakin akan mampu mengalahkan peserta dari daerah lain. Namun entah dari mana kemampuan tersebut sehingga semua proses mampu ia lalui dengan baik. Juri mengganjarnya dengan prestasi guru berprestasi dan berinovasi terbaik kedua tingkat nasional dan mendapatkan anugerah dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI pada tanggal 18 Agustus lalu.
Sebenarnya banyak lagi prestasi yang telah ditorehkan oleh kepala sekolah kelahiran tahun 1972 ini, baik di SDN 10 Sambelia di Pulur Desa Labuhan Pandan tempat ia pertama bertugas sebagai guru, kemudian tiga tahun menjabat Kasek di SDN 1 Sambelia.
Kepala Dinas Dikpora Lotim L Suandi berharap agar torehan prestasi ini kemudian dapat ditularkan pada para guru dan kepala sekolah lainnya, sehingga ilmu yang telah didapatkan akan dapat diserap orang lain. “Saya berharap akan ada Sapri Sapri yang lainnya muncul kedepan,” katanya.
Sementara Kanit Dikpora Kecamatan Sambelia M Ishak mengatakan akan memfungsikan yang bersangkutan dengan optimal. Mengingat masa jabatannya sebagai kepala sekolah sebentar lagi akan berakhir. Pihaknya akan mengusulkan yang bersangkutan sebagai pengawas agar ilmunya dapat lebih dikembangkan. “Jika nanti akan dikembalikan sebagai guru, sayang ilmua akan kurang optimal dimanfaatkan,” katanya. (*)