MATARAM—Ditengah gencarnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB bersama kabupaten/kota NTB untuk menekan jumlah angka kemiskinan. Ternyata orang miskin NTB bukannya berkurang, melainkan justru semakin bertambah.
Hal itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, dimana jumlah orang miskin NTB pada Maret 2016 bertambah menjadi 804.044 orang. Sementara data September 2015 ada sebanyak 802.029 orang miskin. “Komoditi makanan berpengaruh besar terhadap bertambahnya penduduk miskin, baik di perkotaan maupun di pedesaan Provinsi NTB,” kata Kepala Bidang Sosial, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Sunarno, Senin kemarin (18/7).
Sebagai daerah lumbung pangan nasional, atau penghasil beras tingkat nasional, ternyata angka kemiskinan sebagian besar justru di sumbang oleh komoditi beras. Tingginya harga jual beras menjadi salah satu penyebab orang miskin di NTB bertambah, dimana beras memberikan sumbangan sebesar 27,85 persen di perkotaan, dan 33,93 persen di pedesaan.
Selain beras sebagai pemicu utama meningkatnya garis kemiskinan penduduk NTB, rokok kretek filter juga berperan besar menambah orang miskin di NTB. Peran rokok ini ini memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap garis kemiskinan, yakni 7,76 persen di perkotaan dan 6,96 persen di pedesaan. Selanjutnya telur ayam ras menjadi peringkat ketiga penyumbang penduduk miskin di NTB, yakni 2,63 persen di perkotaan dan 2,09 persen di pedesaan.
Sunarno mengatakan, selama periode September 2015 – Mare 2016, penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sekitar 7.094 orang, dari 377.028 orang pada September 2015, menjadi 385.022 orang pada Maret 2016. Berbeda dengan di daerah pedesaan, penduduk miskin berkurang sebanyak 5.078 orang, dari 425.001 orang pada September 2015, menjadi 419.023 orang pada Maret 2016.
Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi kebutuhan makanan. Ini terjadi baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pada Maret 2016, sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,27 persen untuk perkotaan, dan 76,38 persen untuk daerah pedesaan.
Selain itu, pada periode September 2015-Maret 2016, indeks kedalaman kemiskinan mengalami peningkatan dari 2,725 pada September 2015 menjadi 3,00 pada Maret 2016. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk bertambah.
Begitu juga dengan indeks keparahan kemiskinan mengalami peningkatan dari 0,726 pada September 2015, naik menjadi 0,774 pada Maret 2016. “Dengan meningkatnya indeks keparahan kemiskinan di NTB, berarti menunjukkan kesenjangan diantara penduduk miskin semakin bertambah,” papar Sunarno.
Lebih lanjut, selama Maret 2015 – Maret 2016, garis kemiskinan mengalami kenaikan sebesar 6,29 persen, yaitu dari Rp 314.238/kapita/bulan pada Maret 2015, menjadi Rp 333.996/kapita/bulan pada Maret 2016. Pada bulan September 2015 sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sekitar 74,72 persen, dan sekitar 74,96 persen pada Maret 2016. (luk)