MATARAM – Sudah lebih dari dua pekan tenggat waktu yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), anggota DPRD NTB belum juga menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Sebelumnya, KPK telah menyurati sejumlah DPRD di NTB agar anggota dewan segera menyerahkan LHKPN. Surat KPK diterima tanggal 20 Maret lalu dan anggota dewan diberikan tenggat waktu dua pekan sejak surat diterima.
Sekretaris DPRD Provinsi NTB, Mahdi menyampaikan, sampai tanggal 19 April, belum ada satupun tambahan anggota DPRD Provinsi NTB dan pimpinan yang menyerahkan LHKPN. “Belum ada yang nambah serahkan LHKPN,” ungkapnya kepada Radar Lombok, Rabu kemarin (19/4).
Sejauh ini, dari 65 kursi DPRD NTB, hanya ada dua orang yang telah menyerahkan LHKPN. Keduanya yaitu Hj Baiq Isvie Rupaedah yang saat ini menjadi ketua DPRD dan Mori Hanafi selaku wakil ketua dewan.
Menurut Mahdi, banyak kendala yang dialami para wakil rakyat dalam menyusun LHKPN. Namun, secara khusus belum ada yang melakukan konsultasi kepada sekretariat DPRD. “Tapi akan ada sosialisasi kok untuk bantu mereka susun LHKPN,” imbuhnya.
Disampaikan, untuk membantu para wakil rakyat tersebut dalam melaksanakan kewajibannya, pada tanggal 5 Mei nanti akan diselenggarakan sosialisasi oleh KPK. Sosialisasi tersebut fokus tentang penyusunan LHKPN untuk anggota DPRD.
Dalam sosialisasi nanti, pesertanya tidak hanya melibatkan anggota DPRD Provinsi NTB. Semua pimpinan DPRD kabupaten/kota juga akan hadir untuk mengikuti sosialisasi tersebut. “Kegiatan dilaksanakan di gedung DPRD Provinsi, supaya tidak ada lagi polemik tentang LHKPN. Nanti pimpinan DPRD kabupaten/kota juga hadir,” terangnya.
Ketua DPRD Provinsi NTB, Hj Baiq Isvie Rupaedah saat dimintai tanggapannya turut merespon serius persoalan LHKPN. Menurutnya, tidak ada alasan bagi wakil rakyat untuk lepas dari tanggungjawabnya menyusun LHKPN.
Isvie sendiri mengaku sejak lama menghimbau agar semua anggota DPRD memperhatikan kewajibannya. “Saya akan dorong terus anggota agar segera melaksanakan kewajibannya. Isi LHKPN ini kan harus, insya Allah anggota akan isi semua kok,” ucap Isvie.
Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi NTB, Busrah Hasan juga belum menyerahkan LHKPN. Diakuinya, dirinya mengalami kesulitan. Terutama soal harta-harta yang sulit dihitung nilainya.
Busrah mencontohkan jika ada anggota dewan yang memiliki batu akik atau benda lainnya dengan nilai miliaran. Hal tersebut masih tabu apakah harus dimasukkan atau tidak. “Saya sendiri masih belum isi makanya, masih ada kendala,” dalihnya.
Rencana sosialisasi yang akan dilakukan oleh KPK, sangat direspon baik. Busrah berharap semua kendala dan persoalan yang dihadapi dewan dalam mengisi LHKPN, bisa tuntas setelah sosialisasi. “Nanti kita juga kawal agar selesai sosialsiasi semua mengurus LHKPN,” kata Busrah.
Kewajiban menyerahkan LHKPN sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Selain itu, diatur pula dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Kemudian Tahun 2005 lalu keluar juga Keputusan Komisi PemberantasanKorupsi (KPK) tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Penyelenggara negara diharuskan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat. Mereka juga diharuskan melapor harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun. (zwr)