Belanja Modal Strategis Turun, Belanja Pegawai Meningkat

PARIPURNA: Rapat Paripurna DPRD NTB tentang penyampaian Banggar atas hasil pembahasan Raperda APBD 2023. (AHMAD YANI/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Belanja modal strategis mengalami penurunan sangat tajam di APBD 2023, bila dibandingkan pada APBD-Perubahan 2022. Penurunan itu mencapai sekitar 60,88 persen, atau mengalami penurunan sebesar Rp 883 miliar lebih.

Belanja modal strategis dialokasikan sebesar Rp 567 miliar lebih di APBD 2023, atau jauh menurun dibandingkan alokasi APBD-P 2022 yang sebesar Rp 1, 451 triliun lebih.

“Rasio belanja modal dibandingkan total belanja daerah pada APBD 2023 sebesar 9,7 persen, jauh menurun dibandingkan dengan rasio belanja modal pada APBD-P 2022 23,03 persen,” kata juru bicara Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB, Lalu Hadrian Irfani dalam penyampaian hasil Banggar terhadap rancangan Raperda APBD NTB 2023, di gedung DPRD NTB, Senin kemarin (28/11).

Menurutnya, penurunan belanja modal strategis ini tentu akan berimplikasi terhadap laju pembangunan dan pertumbuhan sektor-sektor produktif.

Sebab itu, pihaknya mendorong Pemprov NTB melalui OPD-OPD strategis agar lebih agresif melobi dan mendatangkan anggaran dari pemerintah pusat, dan menghadirkan investasi di daerah.

Namun demikian, dia mengakui turun tajamnya belanja modal strategis itu tidak terlepas dari naiknya belanja modal pegawai atau belanja rutin. Dimana untuk belanja pegawai dialokasikan sebesar Rp 2,115 triliun lebih di APBD 2023, atau meningkat bila dibandingkan di APBD-P 2022 yang mencapai Rp 1,813 triliun lebih.

“Artinya ada kenaikan sebesar Rp 302 miliar lebih. Rasio belanja pegawai dibandingkan total belanja daerah pada APBD 2023 sebesar 35,30 persen, jauh meningkat dibandingkan rasio belanja pegawai di APBD-P 2022 yang sebesar 28,77 persen,” tandas Ketua DPW PKB NTB tersebut.

Untuk itu, pihaknya mengingatkan kepada Pemprov NTB agar melakukan pengendalian terhadap jumlah pegawai. Mengingat ketentuan yang diamanahkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah  (HKPD),  membatasi alokasi belanja pegawai sebesar 30 persen secara bertahap. “Ini harus menjadi catatan penting bagi Pemprov terkait pengendalian jumlah pegawai,” paparnya.

Dia menilai Pemprov terlalu optimisme dalam menentukan target pendapatan daerah, terutama dari komponen pendapatan asli daerah (PAD) yang ditetapkan dalam RAPBD 2023 sebesar Rp 2,985 triliun lebih, atau meningkat sebesar Rp 250 miliar dibandingkan dengan APBD-P 2022 yang sebesar Rp 2,735 trilliun lebih atau tumbuh sekitar 9,15 persen.

Namun demikian, pihaknya berpendapat bahwa optimisme itu harus dibarengi dengan kegigihan dan strategi yang cermat dalam pelaksanaan program pencapaian target PAD. Hal ini penting, mengingat tahun 2023 diprediksi akan terjadi resesi.

Karena itu pihaknya mendorong agar Pemprov NTB menyiapkan skema antisipatif atau skenario mitigasi resiko atau dampak terhadap resesi atau perlambatan ekonomi yang kemungkinan besar berdampak terhadap realisasi pendapatan daerah tahun 2023.

“OPD-OPD yang menjadi ujung tombak pendapatan daerah, terutama peran dan fungsi UPTD daerah wisata unggulan Gili Tramena sebagai institusi baru yang khusus mengelola potensi pendapatan dari aset provinsi di Tiga Gili (Trawangan, Meno dan Gili Air),” imbuhnya.

Banggar pun meminta kepada Eksekutif bekerja lebih maksimal lagi, dan terus bersinergi dengan semua stakeholder untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Sehingga memiliki daya ungkit atau multy player effect terhadap RPJMD, agar berimplikasi terhadap penurunan angka kemiskinan, perluasan kesempatan kerja, penurunan angka pengangguran terbuka serta peningkatan daya beli masyarakat.

Lebih lanjut disampaikan dalam beberapa tahun terakhir realisasi pendapatan asli daerah yang bersumber dari retribusi, capaiannya sangat rendah. “Sebab itu, Pemprov NTB harus mengambil inisiatif yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas realisasi dan mengidentiifikasi potensi retribusi baru sesuai kewenangan yang dimiliki,” ujarnya.

Kesempatan itu, Hadrian pun membeberkan rincian kegiatan APBD 2023, yakni Pertama; urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Diantaranya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengelola anggaran sebesar Rp 1,824 triliun lebih. Dinas Kesehatan mengelola anggaran capai Rp 705 miliiar lebih.

Dinas Pekerjaan umum dan penataan ruang sebesar Rp 475 miliar lebih. Dinas Perumahan dan kawasan permukiman sebesar Rp 392 miliar lebih. Dinas Sosial sebesar Rp 76 miliar lebih, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah sekitar Rp 9,363 miliar lebih.

Ke dua; Urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Dengan rincian, diantaranya ; Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 8,248 miliar lebih. Dinas Tenaga Kerja sebesar Rp 25 miliar, Dinas Ketahanan Pangan sebesar Rp 8,792 miliar. Dinas Koperasi dan UMKM sebesar Rp 11,347 miliar lebih.

Ke tiga; urusan pemerintahan pilihan, diantaranya Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengelola anggaran sebesar Rp 8,763 miliar lebih, Dinas Pariwisata sebesar Rp 22,257 miliar lebih, Dinas Pertanian dan Perkebunan sebesar Rp 190 miliar lebih, Dinas Perindustrian sebesar Rp 17 miliar lebih.

Ke empat; unsur pendukung urusan pemerintahan. Dengan rincian diantaranya Sekretariat Daerah sebesar Rp 215 miliar lebih. Sekretariat DPRD NTB sebesar Rp 134 miliar lebih.

Ke lima; unsur penunjang urusan pemerintahan, dengan rincian, diantaranya Bappeda sebesar Rp 37 miliar lebih, Badan Pengelola Pendapatan Daerah sebesar Rp 117 miliar, Badan Riset dan Inovasi Daerah sebesar Rp 45 miliar.

“Berikutnya ke enam unsur pengawasan urusan pemerintahan, dengan rincian, yakni Inspektorat sebesar Rp 22 miliar lebih,” pungkasnya. (yan)

Komentar Anda