Belajar Revolusi Mental dari Kampung Bugis

Dulu Kumuh, Kini Diproyeksi Jadi Portofolio Kampung Wisata

Seolah tak mau kalah akal, Aditya lantas memasang strategi baru. Ia mengajak anak-anak warga nelayan ikut melakukan aksi bersih pantai. Sampah yang dikumpulkan anak-anak itu kemudian dihargakan. Ia membeli setiap kantong sampah yang telah terkumpul.

“Harganya tidak mahal, tapi cukup sebagai pengganti uang jajan anak-anak itu,” kisahnya.

Warga yang kalah strategi rupanya pelan-pelan mulai melihat kesungguhan pria yang menetap di Jakarta ini. Satu dua orang mulai “turun gelanggang” membantu aktivitasnya bersih-bersih pantai. “Warga mungkin berpikir, saya datang jauh-jauh dari Jakarta bolak balik mengendari motor hanya sekedar untuk menyapu pantai di sini. Mungkin mereka tergugah dan kasihan,” ucapnya.

Baca Juga :  Mengenal Khairul Mahfuz, Penggiat Pesantren Digital Indonesia

Singkat kisah, setelah menilai warga cukup siap menerima kehadiran dirinya, ia pun membentuk KNSW. Dari perkumpulan ini diinisiasi lahirnya PAUD dan TPQ. PAUD tersebut dihajatkan demi mengawal semangat warga agar bergairah memberi pendidikan bagi anak-anaknya. Sementara TPQ dihajatkan agar anak warga setempat bisa mengaji.

Khusus TPQ, bebernya, ia titipkan kepada seorang ibu rumah tangga warga setempat yang ditugaskan mengajarkan anak-anak mengaji. Petugas ini diberikan “gaji” bulanan dari kantongnya sendiri.

Baca Juga :  MENIKMATI KEINDAHAN ALAM BUKIT PAL JEPANG DI DESA SAPIT

Dari rangkaian kerja yang sudah dilakukan itu, sebutnya, warga mulai merasakan ketulusan dirinya. Tidak ada iming-iming imbalan yang diharapkan dari apa yang ia kerjakan.

Meski sudah berbuat banyak bagi warga setempat, ia mengaku, apa yang dikerjakan belum apa-apa. Semuanya baru permulaan. Ada rencana lebih besar yang ingin dikerjakan di tempat itu.

Komentar Anda
1
2
3
4
5
6
7
8
9