Bekas Kadispar Lobar Diganjar 4 Tahun Penjara

DIVONIS: Terdakwa Ispan Junaidi saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram, Selasa (24/3). DERY HARJAN/RADAR LOMBOK
DIVONIS: Terdakwa Ispan Junaidi saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram, Selasa (24/3). DERY HARJAN/RADAR LOMBOK

MATARAM – Bekas Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat, Ispan Junaidi divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram. Ispan terbukti telah memeras kontraktor proyek pembangunan destinasi wisata Pusuk Lestari Kecamatan Batulayar.

Akibat perbuatannya, Ispan harus berlama-lama mendekam di dalam penjara. Ia divonis bersalah majelis hakim dan dijatuhi hukuman selama empat tahun penjara. “Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menjatuhkan pidana oleh karenaya dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan,” vonis ketua majelis hakim Sri Sulastri dalam persidangan, Selasa (24/3).

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyebutkan bahwa terdakwa Ispan Junaidi terbukti memeras salah seorang kontraktor proyek pembangunan destinasi wisata di hutan Pusuk Lestari, Lombok Barat yaitu Muhammad Tauhid. Perbuatan ini dilakukan terdakwa bermula pada saat adanya 3 paket pengerjaan dana alokasi khusus (DAK) dalam bentuk fisik. Yaitu, proyek penataan kawasan wisata Pusuk Lestari senilai Rp 1.588.633.000. Proyek ini dikerjakan CV Titian Jati. Selajutnya proyek penataan kawasan wisata Sesaot senilai Rp 1.065.798.546 dan dikerjakan CV Bing Bang. Dan, proyek penataan wisata Buwun Mas senilai Rp 1.090.305.199 dikerjakan CV Twikrama.  

Sekitar bulan Agustus, ada kegiatan ada kegiatan pree contracton meeting (PCM) yang dilakukan di kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Barat. Selesai kegiatan tersebut, I Gde Aryana Susanta selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Dinas Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Barat menginformasikan kepada tiga pemilik CV tersebut untuk bertemu terdakwa di kantornya. Ketiganya yaitu Erwan Daryanto dari CV Twikrama, Topan Apriantara dari CV Bing Bang, dan Muhammad Tauhid dari CV Titian Jati.

Selang beberapa hari setelah diberitahukan informasi tersebut, ketiga orag tersebut kemudian bertemu terdakwa di kantornyya. Dalam pertemuan tersebut terdakwa kemudian menyampaikan kepada ketiga  kontraktor proyek tersebut untuk menyerahkan fee sebesar 8,5 persen dari nilai kontrak proyek. Namun ketiga kontraktor tersebut menolak dengan alasan tidak sanggup dengan jumlah sebanyak itu. Tetapi terdakwa menggatakan hal itu sudah berlaku di semua dinas.

Sekira bulan September 2019 setelah uang muka CV Bing Bang seiumlah Rp 280.000.000 dicairkan, kemudian saksi I Gede Aryana Susanta menghubungi Topan Apriantara. Gede mengatakan bahwa terdakwa memerintahkan Topan Apriantara, agar segera menyerahkan fee sebesar 8,5 persen dari nilai kontrak sebesar Rp 1.065.798.546. Namun  Topan Apriantara hanya menyanggupi sebesar 6 persen dari nilai kontrak dan diserahkan hanya Rp 63.000.000. Uang itu diserahkan melalui  I Gede Aryana Susanta di Lesehan Bebek Pondok Galih Lombok Barat. Oleh I Gede Aryana Susanta, uang tersebut kemudian diserahkan kepada terdakwa di kantornya.

Selanjutnya, atas perintah terdakwa, I Gede Aryana Susanta mengarnbil uang dari Erwan Darwanto di Hotel Paradiso. Dari nilai  kontrak sebesar Rp 1.090. 305.199, Erwan Darwanto hanya menyerahkan  uang sebesar Rp 50.000.000 dari fee 8,5 persen yang diminta terdakwa. Sisanya ia berikan keesokan harinya kepada terdakwa langsung di ruangannya.

Selanjutnya untuk Muhammad Tauhid dengan sendirinya datang ke ruangan terdakwa. Di sana, ia memberitahukan terdakwa bahwa dirinya tidak sanggup membayar 8,5 persen dari nilai kontrak. Alasannya pekerjaan di Pusuk sangat berat sehingga memerlukan biaya tambahan seperti pengangkutan material dan air.

Atas hal itu terjadilah tawar menawar hingga akhirnya terjadi kesepakatan 5 persen dari nilai proyek. Usai Muhammad Tauhid menyanggupi 5 persen tersebut, barulah terdakwa mau menandatangani pengajuan termin pertama. Selanjutnya beberapa hari setelah itu, Muhammad Tauhid menemui terdakwa di ruang kerjanya kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 72.000.000.

Selasa, 19 November, Kejaksaan Negeri Mataram yang mendapat informasi dari masyarakat terkait adanya pemerasan yang dilakukan terdakwa langsung mengamankan terdakwa di ruang kerjanya. Selanjutnya dilakukan penggeledahan dan ditemukan sebuah tas ransel punggung berwarna hitam yang tersimpan di lemari rak bagian bawah. Setelah dibuka di dalamnya terdapat amplop warna cokelat berisi uang sebesar Rp 75.000.000 bertuliskan Pusuk Lestari di bagian atasnya, 2 buah amplop berisi uang masing-masing Rp 5.000.000 dan kresek hitam berisi uang Rp 15.350.000. Barang bukti yang ditemukan kemudian dibawa menuju kantor Kejaksaan Negeri Mataram.

Vonis hakim ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang sebelumnya. Di mana terdakwa Ispan Junaidi dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dalam memberikan putusan ini, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringanklan terdakwa. Hal yang memberatkan yaitu terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya selama di persidangan, dan perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi. Sementara hal yang meringakan yaitu terdakwa tidak pernah dihukum dan punya tanggungan keluarga.

Meski begitu, vonis hakim ini belum berkekuatan hukum tetap. Sebab baik pihak terdakwa maupun JPU belum mengambil sikap apapun terhadap putusan tersebut. “Pikir-pikir dulu yang mulia,” kata terdakwa Ispan Junaidi. Begitu juga dengan JPU yang diwakili M Hasan. “Kami juga pikir-pikir dulu yang mulia,” ungkapnya. (der)

Komentar Anda