GIRI MENANG–Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Barat mengelar Debat Terbuka Kedua Calon Bupati dan Wakil Bupati Lombok Barat di Hotel Merummata Senggigi, Kecamatan Batulayar Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (13/11) malam.
Tema debat kedua adalah Sinergitas Kebijakan Strategis Pemerintahan Pusat dengan Daerah serta Memperkokoh Keutuhan Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia.
Debat terakhir ini diikuti empat paslon, yakni paslon nomor urut 1 Naufar Furqony Farinduan-Khairatun (Rintun), 2 Nurhidayah-Imam Kafali (Dafa), 3 Sumiatun-Ibnu Salim (Manis) 4 Lalu Ahmad Zaini-Nurul Adha (Lazadha).
Dari sekian calon, Naufar Furqony Farinduan alias Farin tetap mendominasi sebagai calon dengan intelektual tertinggi.
Kemampuan Farin mengolah pertanyaan baik dari panelis maupun calon lain dengan tanggap dan tepat sasaran. Maklum saja Farin merupakan satu-satunya calon Bupati Lombok Barat dengan latar belakang pendidikan S3 dengan gelar MBA.
Farin juga merupakan sarjana S2 lulusan luar negeri, yakni lulusan Management Development Institute of Singapore (MDIS), Singapore.
Contoh saja ketika panelis bertanya soal tambang ilegal di Sekotong yang ditutup paksa oleh KPK, Farin dengan tegas mengatakan tambang ilegas harus mendapat tindakan tegas dari aparat.
Lantas mengenai peluang pertambangan sebagai salah satu sumber PAD Lombok Barat, Farin berpendapat lebih baik menyerahkan hal itu ke Pemerintah Provinsi dan Pusat.
“Biar mereka yang kaji karena memang kewenangan ijin pertambangan ada di Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat,” tega Farin.
Menurut Farin, tadinya hanya ada dua sektor unggulan di Lombok Barat yang menjadi sumber PAD potensial dan harus dioptimalkan yakni sektor pertanian dan pariwisata. Namun berjalannya waktu masuk potensi pertambangan di Lombok Barat.
Namun seperti yang dia katakan di awal, sektor tambang ini menjadi ranah nasional dan provinsi.
“Kami dari pemerintah daerah akan tetap mendukung, baik itu penindakan tegas tambang ilegal maupun pemberian ijin baru tambang legal, termasuk keberadaan tambang rakyat nantinya, kami serahkan kewenangan ke pusat dan provinsi,” ucap Farin menjawab pertanyaan panelis.
Namun Farin mengingatkan jika sektor tambang tidak boleh mengganggu ekonomi biru maupun sektor pariwisata pesisir.
“Tidak boleh ada limbah yang merusak ekosistem, karena akan sangat mengganggu potensi sektor pariwisata dan pertanian yang selama sudah terbukti mampu mendongkrak PAD Lombok Barat,” tegasnya.
Sekali lagi Rintun menyatakan sepakat jika tambang emas ilegal di Sekotong agar dijadikan tambang rakyat maupun tambang profesional yang dikelola pihak swasta secara legal.
Namun sekali lagi soal tambang ini bukan kewenangan daerah kabupaten, melainkan kewenangan pusat, sebagai pihak yang akan memberikan izin sesuai Undang-Undang.
“Sepanjang tidak memberikan dampak lingkungan saya yakin tentu akan kami setuju,” tambah Farin.
Dengan mengembalikan pengelolaan tambang tersebut, Farin meyakini tambang emas di Sekotong mampu memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat Lombok Barat. (rl)