
MATARAM—Advokat Pembela Tanah Air (APTA) NTB membeberkan hasil investigasinya terkait penguasahaan tanah milik negara.
Investigasi dilakukan 49 advokat yang tergabung dalam APTA. Hasilnya, ditemukan banyak tanah milik negara yang di kuasai oleh investor atau pengusaha dengan cara menghalalkan segala cara atau melanggar hukum.
Pencaplokan tanah negara tersebut sebagian besar terjadi di di pinggir pantai. Pengusaha atau investor tersebut biasanya menggunakan modus dengan cara bermain dengan oknum aparat pemerintah mulai dari tingkat bawah hingga atas. ”Banyak masyarakat yang terusir dari wilayahnya sendiri karena ulah para pengusaha yang diduga mendapatkan tanah negara dengan cara melawan hukum,”ungkap Ali Usman Ahim selaku direktur APTA NTB, Kamis kemarin (23/3).
[postingan number=3 tag=”mataram”]
Salah satu contoh kasus adanya dugaan pencaklokan tanah negara yaitu tanah yang berada di Desa Meninting Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat. Tanah negara ini tercatat dalam sertifikat hak milik No: 2152 Desa Meninting Kecamatan Batulayar. ”Berdasarkan hasil investigasi berawal dari informasi masyarakat bahwa sudah ada yang bersertifikat milik pengusaha keturunan dengan luas 5.599 m2,”ungkapnya.
Padahal menurutnya berdasarkan data sebelumnya sampai tahun 2013 tanah tersebut masih berstatus tanah negara sebagaimana tercatat dalam sertifikat hak milik No.22 dan No.23 Desa Meninting Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat. ”Namun kok secara tiba-tiba pada tahun 2014 tanah tersebut berubah menjadi sertifikat hak milik,”ujarnya.
Merujuk pada ketentuan pertanahan yang berlaku, tanah negara dapat berubah menjadi hak milik jika dikuasai secara terus menerus selama 30 tahun. Sedangkan diketahui tanah tersebut tidak dikuasai oleh pihak manapun sejak tahun 1977. ”Sehingga sangat aneh dan janggal jika secara tiba- tiba tanah tersebut ada pihak yang mengklaim dan kemudian dibuatkan sertifikat hak milik atas nama pihak tertentu,”ujarnya.
Advokat lainya yakni Husni Tamrin menyampaikan bahwa dalam waktu dekat akan meminta kelarifikasi kepada pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia menilai, pencaplokan tanah negara di Desa Meninting merupakan sebagian kecil dari tanah-tanah negara yang dikuasai oleh para pemilik modal dengan cara- cara yang tidak benar.”Kami bersurat ke BPN untuk minta klarifikasi terkait data yang valid dan sah terkait data peralihan hak atas tanah tersebut,”ujarnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan APTA sebagai upaya menegakan perinsip keadilan sehingga para penguasa tidak semena-mena berpihak kepada orang-orang yang berduit,sementara masyarakat menjadi budak di tanah kelahiran sendiri.”Memiliki dan menguasai tanah memang hak dari semua orang tapi yang menjadi pertanyaan apakah pantas dengan cara melanggar hukum, sementara orang asli pribumi menjadi telantar,”ujarnya.
APTA NTB akan terus melakukan pengawalan terhadap para pemilik modal yang mau menguasai tanah di NTB ini. Ia berharap agar pemerintah tidak mudah dalam memberikan ruang kepada para pengusaha untuk mendapatkan tanah- tanah di NTB. ”Di Loteng dan di Lotim juga kita akan lakukan pengawalan karena masyarakat harus tetap bertahan dan bisa mencari makan di tanah yang ditempatinya berpuluh-puluh tahun,”tutupnya.(cr-met)