Banyak SKPD akan Dipanggil Kejaksaan

Ibnu Salim
KERUGIAN NEGARA : Inspektur Inspektorat Provinsi NTB, Ibnu Salim memperlihatkan data perkembangan pengembalian kerugian negara yang ada di tangannya, Jumat kemarin (12/5). (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Jumlah kerugian negara yang belum dikembalikan ke daerah masih cukup besar sekitar Rp 17 miliar.

Sementara, Inpsektorat sendiri menargetkan tahun 2017 ini bisa menyelesaikan kerugian negara mencapai 50 persen dari sisa kerugian negara yang awalnya sekitar Rp 20 miliar.

Untuk bisa mencapai target tersebut, tidak ada pilihan lain kecuali tegas dan cepat melakukan upaya-upaya pengembalian kerugian negara. Salah satu langkah konkritnya dengan melibatkan pihak kejaksaan selaku pengacara negara. “SKPD yang ditemukan ada kerugian negara akan dipanggil oleh kejaksaan,” ungkap Inspektur Inspektorat Provinsi NTB, Ibnu Salim kepada Radar Lombok, Jumat kemarin (12/5).

Menurut Ibnu, sejauh ini sebagian Surat Kuasa Khusus (SKK) telah dikeluarkan dan serahkan ke kejaksaan. Kini, pihak kejaksaan yang memiliki wewenang untuk menagih kerugian negara yang belum juga disetorkan ke daerah.

Ibnu sendiri enggan membeberkan nilai kerugian negara yang ada di Satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD). Termasuk SKPD mana yang paling besar belum mengembalikan kerugian negara. “Ini kan memang pelakunya bukan pejabat SKPD saat ini, tapi mereka tetap harus bertanggungjawab,” ucapnya.

Upaya pengembalian kerugian negara sampai saat ini belum seberapa. Pada tahun 2017 misalnya, dari bulan Januari hingga April hanya bisa mengembalikan kerugian negara sekitar Rp 885 juta. Sementara, yang diketahui tidak bisa dilanjutkan dengan alasan yang sah mencapai Rp 1.129.722.500.

Data kerugian negara yang belum dikembalikan terus mengalami penurunan meski tidak signifikan. Persoalannya, kerap kali ada temuan kerugian negara baru. “Makanya tugas kami itu bukan hanya mengembalikan kerugian negara, tapi yang paling penting juga bagaimana agar tidak terjadi kerugian negara,” ujar Ibnu.

Kerugian negara tersebut terdiri dari banyak item. Diantaranya dana bergulir TKI sebesar Rp 1,9 miliar, yang sampai saat ini baru tertagih hanya sekitar Rp 992 juta.  Kemudian kerugian negara yang diakibatkan dalam pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB tahun 2013-2014. Kontraktor proyek tersebut, PT Berdikari tidak bisa menyelesaikan proyek tepat waktu sehingga didenda sebesar Rp 314 juta.

Baca Juga :  Wagub Tegur SKPD Realisasi Anggaran Rendah

Ada juga dana bergulir proyek pengadaan tungku untuk omprongan tembakau Virginia pada tahun 2009-2011. Jumlah kerugian negara pada kasus tersebut mencapai Rp  424 juta lebih.

Lalu kerugian negara akibat kelebihan pembayaran  Surat Perintah Perjalanan Dinas  (SPPD) DPRD NTB yang belum dikembalikan oleh mantan anggota DPRD NTB dan pejabat sekretariat disana. Jumlah kerugian negara yang ditagih kepada anggota DPRD NTB dan pejabat sekretariat sebesar Rp 4.686.535.366.

Untuk kedepan, pihak kata Ibnu, akan benar-benar fokus meningkatkan pencegahan kerugian negara akibat praktek korupsi. Apalagi, Inspektorat telah dimasukkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam program pencegahan korupsi terintegrasi.

Terdapat beberapa amanah dari KPK untuk Inspektorat yang harus dijalankan. Terutama benar-benar mengawasi dan mencegah terjadinya tindak korupsi dalam pengelolaan Anggaran Pendaatan dan Belanja Daerah (APBD), pengadaan barang dan jasa, perizinan dan aset daerah.

Salah satu bentuk konkrit meminimalisir peluang korupsi, dengan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan. “KPK minta agar penyelenggaraan pemerintahan itu melalui elektronik, biar bisa dipantau semua pihak,” katanya.

Sebagai tindaklanjut komitmen tersebut, terdapat 7 aplikasi yang akan dikembangkan Pemprov NTB. Mulai dari elektronik Rencana Pembanguan Jangka Menengah Daerah (e-RPJMD), e-Musrenbang, e-Pokir (Pokok-pokok pikiran dewan), e-RKPD, KUA-PPAS dan e-RAPBD.

Inspektorat akan tetap melakukan pemantauan terhadap Pemprov NTB maupun Pemkab/kota. Penandatanganan komitmen telah dilakukan oleh seluruh kepala daerah yang harus ditaati dan dijalankan. “Jadi kami di Inspektorat akan tetap melapor ke KPK atas pelaksanaan komitmen itu,” ungkap Ibnu.

Sejauh ini, lanjutnya, belum ditemukan adanya indikasi-indikasi korupsi pada pengelolaan APBD, pengadaan barang dan jasa, perizinan dan juga pengelolaan aset. “Memang sih rentan korupsi pada area itu, tapi kan kita berpatokan pada aturan. Sejauh ini tidak ada laporan yang masuk,” katanya.

Baca Juga :  SKPD Tertentu Tetap Berikan Pelayanan

Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB, Wahyu Priyono saat dimintai tanggapannya mengaku puas dengan upaya pemprov yang serius melakukan pengembalian kerugian negara. Mengingat, kerugian negara terus masuk dalam temuan BPK selama ini.

Terkait dengan adanya kerugian negara yang tidak dapat ditindaklanjuti. BPK sendiri menilai pemutihan tersebut bisa dilakukan jika sesuai dengan aturan karena memang tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan yang sah.

Menurut Wahyu, pihaknya sejauh ini telah menyetujui beberapa item untuk tidak ditindaklanjuti lagi. Namun, ada juga yang belum disetujui karena beberapa syarat belum terpenuhi. “Kita setujui atau tidak, itu kan tergantung,” katanya.

Beberapa item yang belum disetujui oleh BPK untuk diputihkan, karena berkasnya tidak lengkap. Wahyu mencontohkan kerugian negara yang telah ditinggal mati, Inspektorat seharusnya melengkapi hasil kajian tersebut dengan keterangan kematian.

Selain itu, apabila mantan pejabat telah meninggal dunia, masih ada kewajiban pihak keluarga atau ahli waris yang harus mengembalikan kerugian negara. “Kalau ahli waris tidak mampu, ada surat keterangan tidak mampu,” terangnya.

Diungkapkan, kerugian negara di wilayah NTB sejak tahun 2005 sampai tahun 2016 mencapai Rp 256,9 miliar lebih. Jumlah tersebut didapatkan dari 3.118 temuan di tingkat Pemprov NTB dan kabupaten/kota.

Sampai dengan tahun 2016, kerugian negara yang berhasil ditagih baru mencapai Rp 172,7 miliar. Itu artinya, kerugian negara yang belum tertagih di wilayah NTB masih sekitar Rp 84 miliar. “Itu se-NTB ya, bukan hanya Pemprov saja,” jelasnya.

Apabila dibandingkan dengan daerah lainnya, Wahyu mengklaim pengembalian kerugian negara di NTB sudah sangat baik. Jumlah presentasenya mencapai 88 persen dan menjadi yang tertinggi kedua di Indonesia. “Tahun 2015 itu, kerugian negara yang dikembalikan sekitar Rp 152 miliar. Tapi tahun 2016, dalam setahun saja sudah meningkat mencapai Rp 172 miliar,” tandasnya. (zwr)

Komentar Anda