Banyak RS Swasta Tidak Lagi Layani Peserta BPJS

Nurhandini Elka Dewi
dr Nurhandini Eka Dewi (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Memasuki tahun baru 2017, banyak Rumah Sakit (RS) swasta tidak lagi bisa melayani masyarakat yang menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.  Bahkan, lima RS swasta yang ada di Kota Mataram sepakat untuk tidak memperpanjang kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) Provinsi NTB, dr Nurhandini Eka Dewi mengungkapkan, persoalan ini sebenarnya sudah dilakukan upaya antisipasi agar tidak terjadi. “Kami sudah berupaya melakukan mediasi antara rumah sakit swasta dan BPJS Kesehatan Cabang Mataram, tapi gagal,” ungkapnya kepada Radar Lombok  Senin kemarin (2/1).

Disampaikan, pada bulan Desember 2016 lalu sudah dilakukan mediasi sebanyak 2 kali. Namun tidak juga ada kesepakatan untuk melanjutkan kerja sama. Mediasi tersebut akhirnya deadlock dan Memorandum of Understanding (MoU) gagal ditandatangani. Dengan tidak adanya kesepakatan, maka RS swasta tidak dapat lagi memberikan pelayanan kepada peserta BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2017. “ Masih deadlock, karena tidak ada kata sepakat sehingga MoU tidak di tanda tangani. Dengan tdk adanya MoU, maka RS swasta tidak dapat memberikan pelayanan kepada peserta BPJS. Ini sedang dibicarakan baik ditataran nasional, regional sampai kabupaten kota,” kata Eka.

Beberapa RS swasta di Kota Mataram yang tidak lagi melayani peserta BPJS yaitu RS Islam Siti Hajar Mataram, RS Risa Sentra Medika Mataram, RS Harapan Keluarga Mataram, RS Biomedika Mataram dan RS St. Antonius Ampenan. “Masalah ini penyebabnya karena beberapa pasal dalam PMK Nomor 64 Tahun 2016 tidak dapat dilaksanakan oleh rumah sakit swasta,” terang Eka.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 64 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan JKN, terdapat klausul baru yang dianggap memberatkan rumah sakit terutama yang mengatur soal pasien kelas VIP. Apabila nantinya ada pasien naik kelas ke kelas VIP, tambahan pembayaran pada kasus itu adalah selisih tarif kamar rawat inap kelas VIP dengan tarif kamar kelas sebelumnya. Selisih bayar tersebut ditanggung peserta BPJS Kesehatan, pemberi kerja atau asuransi kesehatan tambahan.

Baca Juga :  Penderita PTM Sedot Dana BPJS di KLU

[postingan number=3 tag=”bpjs” ]

Persoalannya, selisih biaya perawatan di kelas VIP selama ini bukan hanya tarif kamar. Tetapi meliputi jasa-jasa lain seperti dokter spesialis, jenis obat-obatan, dan pelayanan lainnya. Pihak RS khawatir, jika aturan tersebut berlaku, pasien hanya bersedia menanggung selisih tarif kamar saja.

Menurut Eka, RS swasta yang tidak lagi melayani masih sebatas di Kota Mataram saja. Sementara di wilayah Lombok Timur maupun Lombok Tengah, RS sasta masih memberikan pelayanan kepada peserta BPJS Kesehatan. “Untuk rumah sakit swasta di luar Mataram seperti Selong dan Praya, berdasarkan konfirmasi kepala cabang BPJS-nya tetap bekerja sama,” ujar Eka.

Dinas Kesehatan Provinsi NTB sendiri telah mengeluarkan imbauan kepada seluruh Direktur RS yang masih bekerja sama dengan BPJS, untuk menyiapkan ekstra pelayanan. Mengingat, akan banyak pasien beralih dari RS swasta ke RS yang masih melayani peserta BPJS.

Pihak RS yang masih ada kerja sama harus memperkuat pelayanannya. Jangan sampai masyarakat yang menajdi peserta BPJS Kesehatan merasa kecewa. “Memang harus diperkuat untuk menampung limpahan pasien dari rumah sakit swasta. Nanti kalau sudah ada kesepakatan lagi antara BPJS Kesehatan dengan pihak rumah sakit swasta, baru dibuka lagi pelayanan mereka,” ucap Eka.

Rumah Sakit yang masih melayani peserta BPJS sampai saat ini yaitu RSUD Provinsi NTB, RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB, RSUD Kota Mataram, RSUD Patut Patuh Patju Gerung Kabupaten Lombok Barat, RSUD Tanjung Lombok Utara, Rumah Sakit (Rumkit) Tk IV Wirabhakti, RS Bahayangkara dan RS Khusus Ibu dan Anak Permata Hati Mataram.

Anggota Komisi V DPRD Provinsi NTB, Hj Suryahartin yang membidangi kesehatan mengaku sangat menyesalkan hal ini bisa terjadi. Seharusnya pemerintah daerah bisa cepat menyelesaikan polemik yang ada. “Kalau sudah begini, yang jadi korban rakyat saja,” katanya.

Politisi partai Nasdem ini berharap SKPD terkait lebih aktif lagi mengantisipasi masalah pelayanan terhadap peserta BPJS Kesehatan. “Saya sangat sering dengar keluhan dari masyarakat soal BPJS ini, sekarang malah masyarakat dipersulit. Bagaimana bisa pelayanan akan maksimal kalau pasien nantinya menumpuk ? Coba dipikir lagi, ini harus segera dicari solusinya,” ujar Suryahartin.

Baca Juga :  Kontrak RSUD-BPJS Sudah Diperpanjang

Sekretaris Jendral (Sekjen) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Moh. Adib Khumaidi menyayangkan munculnya klausul baru dalam Permenkes 64/2016 itu. Dia merasa aneh karena di permenkes sebelumnya, yakni Permenkes 52/2016, klausul itu tidak ada. "Terbitnya Permenkes 64/2016 itu cepat sekali. Tidak sampai dua bulan dari Permenkes 52/2016," kata dia.

Adib menjelaskan, selama ini biaya perawatan pasien BPJS Kesehatan yang masuk kelas VIP dihitung secara keseluruhan. Setelah itu total biaya tersebut dikurangi dari pembiayaan yang di-cover BPJS Kesehatan. "Setelah itu selisihnya dibayar pasien," jelasnya. 

Selama ini, tegas Adib, tidak ada masalah ketika ada pasien yang upgrade kelas perawatan ke VIP. Mereka juga diberi penjelasan oleh pihak RS bahwa ketika memilih kelas VIP, ada penambahan biaya-biaya juga. Penambahan itu terkait dengan pelayanan optimal sesuai dengan kelas VIP.

Adib menyatakan bersama pihak RS sudah melayangkan permohonan kepada Kemenkes supaya aturan baru tersebut diperbaiki. Atau ada surat edaran yang khusus mengatur selisih bayar sebagai dampak upgrade kelas jadi VIP.

Pihak RS, khususnya yang swasta, jelas Adib, juga ikut memperhatikan aturan tersebut. Dia memilih berprasangka positif bahwa RS swasta memutus kontrak dengan BPJS Kesehatan lantaran khawatir tidak bisa memberikan pelayanan maksimal kepada pasien yang upgrade ke kelas VIP.

Terkait pemutusan kerja sama itu, BPJS Kesehatan menanggapi santai. Kepala Grup Komunikasi Publik dan Hubungan Antarlembaga BPJS Kesehatan Arif Budi menerangkan, kontrak kerja sama antara instansinya dan RS swasta tersebut memang telah habis. Hingga kini belum ada pengajuan perpanjangan dari mereka. "Bukan dari kita (BPJS Kesehatan, Red) yang memutus. Tapi, memang tidak ada pengajuan perpanjangan,'' katanya. (zwr/wan/mia/c9/ang)

Komentar Anda