Kemudian ayat 2 dalam pasal tersebut ditegaskan, gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan wali kota atau wakil wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
Berikutnya ayat 3 menyebutkan, gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota dilarang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih. “Apabila petahana melanggar larangan itu, maka petahana dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU kabupaten/kota,” ujar Muzzammil.
Sementara itu, Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi mempertanyakan kejelasan pasal 71 tersebut. Terutama ayat 3 yang melarang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon. “Berarti mulai September, bupati/wali kota yang akan nyalon jadi gubernur tidak bisa memberikan bantuan ke masyarakat lagi. Kalau dilakukan, bisa bahaya karena terkena sanksi batal jadi calon. Bisa-bisa tidak ada calon gubernur nanti,” ujar gubernur.
HALAMAN SELANJUTNYA..