MATARAM – Menyambut Hari Ibu yang jatuh pada Kamis besok (22/12), dijadikan sebagai momentum oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB untuk melihat kembali kondisi para orang tua di NTB. Pasalnya, banyak ditemukan orang tua yang diterlantarkan oleh anaknya. Kepala Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil (Sosdukcapil) Provinsi NTB, H Ahsanul Khalik mengungkapkan, di NTB banyak ibu-ibu yang sudah jompo diterlantarkan oleh anaknya. “Mereka itu ada yang memang tidak ada keluarganya, tapi ada juga yang diterlantarkan oleh anak-anaknya,” ungkap Khalik usai mengikuti acara peringatan Hari Ibu di kantor Gubernur, Selasa kemarin (20/12).
Berdasarkan data yang dimilikinya, jumlah orang tua yang dimasukkan ke panti Sosial Tresna Werdha Puspakarma Mataram saja mencapai 100 orang. Kemudian di panti Sosial Tresna Werdha Meci Angi Bima ada 75 orang. Belum lagi di panti-panti asuhan lainnya.
Selain itu, di NTB banyak juga Lembga Kesejahteraan Lanjut Usia (LKLU) yang menampung orangtua jompo. Namun, Khalik memastikan semua kebutuhan hidupnya ditanggung oleh pemerintah. “Pakaian dan semua kebutuhan sampai kesehatan dijamin pemerintah,” katanya.
Orang tua yang berada di panti asuhan penyebabnya bukan hanya diterlantarkan oleh anak-anaknya. Tetapi memang ada juga yang sudah tidak memiliki keluarga, kemudian pemerintah desa membawanya ke panti. “Kalau yang masih ada anaknya, memang ada juga tapi entah dimana anaknya. Keberadaannya tidak diketahui oleh orangtuanya,” terang Khalik.
Disampaikan, ada kasus ditemukan di Lombok Tengah, orang tua jompo diterlantarkan oleh keluarganya. Begitu juga di Lombok Timur, kemudian setelah lama di panti keluarganya ingin datang menjemput. “Tapi si ibu ini tidak mau dibawa pulang, mungkin karena pernah diterlantarkan. Tapi tidak usah kita sebut nama desanya,” ujar Khalik.
Berbeda halnya dengan temuan dinas dosial baru-baru ini di Labuan Lombok Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur, seorang ibu bernama Nurhasanah ditemukan hidup dan tinggal di tenda sejak tiga bulan lalu. Parahnya lagi, tenda tersebut berada di atas tanah kuburan karena ia tidak memiliki tanah dan harta apapun.
Nurhasanah tinggal di tenda di atas kuburan tersebut bersama kedua anaknya yang masih sekolah SD dan MI. “Baru-baru ini kita tahu makanya, sangat kasian mereka. Saya sudah lapor ke Pak Gubernur dan diperintahkan langsung untuk segera bangunkan rumah. Kita juga sekarang lagi cari rakyat yang nasibnya seperti itu, biar pemprov yang tanggung jawab,” kata Khalik.
Derita yang dialami Nurhasanah itu berawal dari perceraian dengan suaminya. Masalahnya, mantan suaminya tersebut tidak bertanggung jawab selama ini. “Bayangkan tiga bulanan mereka hidup di kuburan, tapi sekarang kita akan bangunkan rumah. Pak Gubernur tidak ingin ada lagi rakyatnya yang seperti itu,” ucapnya.
Tahun ini saja, anggaran yang digelontorkan Pemprov NTB untuk masalah kesejahteraan sebesar Rp 5,6 miliar. Kemudian dari APBN sebesar Rp 3,4 miliar, lalu tahun 2017 dari APBD Rp 23 miliar dan APBN Rp 15 miliar. “Selain masalah kesejahteraan sosial, di NTB ini masalah kekerasan terhadap perempuan juga tinggi. Semoga momentum Hari Ibu ini membuat hati kita terketuk,” kata Khalik.
Kepala Badan Pemberdayaan perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Provinsi NTB, Eva Nurcahaya Ningsih mengungkapan, pada semester pertama tahun 2016 ini telah ditemukan 538 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah NTB.
Disampaikan, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTB tahun 2015 sebanyak 1279 kasus. Untuk tahun 2016 sampai bulan Juni mencapai 538 Kasus. “Kalau untuk data update sampai saat ini, belum saya dapatkan. Nanti akhir bulan kita tahu data validnya,” ujarnya.
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia, memang sudah menjadi isu darurat nasional. Oleh karena itu, penanganan permasalahan tersebut harus ditangani secara serius oleh lintas sektoral baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. “Angka kekeresan terhadap perempuan dan anak ibarat fenomena gunung es, sehingga pemanfaatan teknologi informasi untuk mempermudah pelaporan sangatlah dibutuhkan,” katanya.
Menurut Eva, berbagai upaya yang diikhtiarkan guna perlindungan terhadap perempuan dan anak menjadi tanggung jawab semua pihak. Pencegahan harus dilakukan secara berkesinambungan dan penuh tanggung jawab.
Dijelaskan, bagi prempuan dan anak korban tindak kekerasan sudah memiliki SOP sesuai Peraturan Mentri PP dan PA No. 01 tahun 2010 yang melibatkan SKPD sesuai dengan jenis pelayanan diantaranya Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Nakertrans, Kanwil Agama, Kepolisian , kejaksaan dan pengadilan. (zwr)