Balita Pendek di Lobar Tembus 32,9 Persen

Ilustrasi Bayi
Ilustrasi Bayi

GIRI MENANG-Fenomena stunting atau balita pendek (tinggi badan tidak sesuai dengan umur) di Lombok Barat masih tergolong tinggi. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) 2016, di Lobar angkanya 32,9 persen.

Kendati angka stunting ini masih tinggi, namun disebutkan Kepala Dinas Kesehatan Lombok Barat Rachman Sahnan Putra, progres penurunannya termasuk tinggi. Pada 2007 angka stunting Lobar masih 49 persen. Itu bisa diturunkan hingga 16 poin pada 2017 menjadi 32,9 persen. “Kalau melihat progres, penanganan stunting kita sangat luar biasa. Semua daerah pasti punya stunting,” ungkapnya, Selasa (1/8).

Lobar ditunjuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai pilot project penanganan stunting bersama tiga daerah lainnya di Indonesia diantaranya Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Kulon Progo Jogjakarta, Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah serta Kabupaten Lobar Provinsi NTB.

Baca Juga :  Panwas Lobar Minta Tambahan Anggaran

Dijadikannya empat kabupaten tersebut menjadi pilot project, bukan dikarenakan urutan terbanyak masalah stunting di daerah itu, melainkan dikarenakan melihat bagaimana penanganan stunting di kabupaten itu sendiri. Bisa jadi Lobar dinilai karena upaya luar biasa yang dilakukannya, sehingga penurunan sangat drastis. Lebih-lebih Lobar menggalakan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi (Germadazi), Gerakan Anti Merariq Kodeq (Gamaq) serta sudah melakukan sensus balita. “Data kita sangat valid. Kita terus menerus melakukan permberdayaan terhadap kader kesehatan juga, memberdayakan posyandu, menggerakkan seluruh upaya yang ada, maka penanganan stunting ini menjadi lebih baik,” jelasnya.

Stunting ini faktor penyebabnya tergantung pola hidup pada 1.000 hari kehidupan. Mulai dari masa kehamilan, hingga balita itu berumur dua tahun. Dalam masa 1.000 hari kehidupan itu, asupan nutrisi pada ibu dan bayi harus terjaga. Bila itu terjaga, diyakini tidak ada stunting. Namun faktor lain dari itu adalah, merariq kodeq atau pernikahan di bawah umur. Di mana saat mental dan organ reproduksi remaja putri belum siap betul, kemudian hamil dan melahirkan, itu dipastikan akan mempengaruhi kesehatan bayi. “Anak itu akan lahir BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah), kurang gizi, pasti itu. Jadi kalau bisa, perempuan itu di atas 20 tahun, laki-laki di atas 25 tahun baru menikah,” tandasnya.(zul)

Komentar Anda