Asosiasi Hotel Minta Penundaan Penarikan Pajak

Pemasukan Hotel dan Restoran Lagi Sekarat

TAMU SEPI : Nampak depan salah hotel yang sudah mulai beroperasi beberapa waktu lalu, meski tamu masih sepi. (DEVI HANDAYANI / RADAR LOMBOK )

MATARAM –  Penarikan kembali pajak bagi pengusaha hotel, restoran dan parkir mulai di berlakukan Oktober mendatang. Namun para pengusaha menilai rencana kebijakan menarik kembali pajak tersebut kurang tepat. Pasalnya, kondisi usaha justru masih terpuruk dampak dari pandemi Covid-19.

Ketua Kehormatan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB I Gusti Lanang Patra, menyatakan penarikan pajak yang mulai diberlakukan Oktober mendatang, khususnya di Kota Mataram akan sangat memberatkan. Karena melihat dari semua kondisi pelaku usaha, baik hotel maupun restoran belum membaik. Tak hanya di Kota Mataram saja, tetapi hampir di seluruh willayah NTB bahkan nasional.

“Pelaku usaha sudah menerima surat terkait kembali diberlakukan penarikan pajak oleh Pemkot Mataram. Penarikan pajak ini sifatnya seperti setengah memaksakan,” ucap I Gusti Lanang Patra, Minggu (20/9).

Ia menilia dari Pemkot Mataram beranggapan jika kondisi wabah virus Corona (Covid-19) ini sudah mereda, tapi kenyataannya semakin parah. Bahkan kondisi perhotelan tidak seperti diperkirakan pemerintah, justru banyak diantaranya masih merumahkan karyawannya hingga 50 persen.

“Jadi saya kira belum saatnya pajak usaha hotel dan restorat ini kembali ditagih. Kalaupun di tagih teman teman tidak punya kemampuan, tamu pun tidak ada. Kita bukan mau tutup mata (tidak membayar pajak, red) kita lihat saja faktanya semua sepi,” ungkapnya.

Meskipun dari Pemkot Mataram menilai hotel sudah membaik dilihat dari  beberapa hotel yang melaksanakan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE), namun tidak semua menyelenggarakan kegiatan tersebut. Sehingga tidak bisa disamakan semua hotel menyelenggarakan MICE, apalagi adanya pembatasan dalam setiap penyelenggaraannya. Begitu juga dengan kondisi restoran.

“Tidak bisa dipukul rata, tidak semua hotel membaik. Hotel yang masih aktif tidak lebih dari 10-20 persen sisanya tidak aktif. Belum mereka harus membayar bunga bank, menanggung karyawan yang begitu banyak. Mestinya di subsidi modal dan lainnya, kok malah di tagih pajak. Pelaku usaha sekarang ini lagi sekarat,” cetusnya.

Senada, Ketua Asosiasi Hotel Mataram (AHM) Yono Sulistyo menilai penarikan kembali pajak bagi pengusaha ditengah masih berlangsungnya Covid-19 ini sangat memberatkan. Melihat dari harga jual untuk kamar hotel dan makanan masih jauh dibawah harga saat kondisi normal. Sehingga belum bisa dikatakan jika dalam kondisi sudah membaik.

“Asosiasi Hotel Mataram (AHM) akan melayangkan surat untuk meminta kebijakan lagi berkenaan dengan pajak hotel dan restorat ini,” katanya.

Saat ini saja, tingkat hunian kamar masih antara 25-30 persen di hotel Kota Mataram. Tetapi jika semua hotel buka untuk tamu umum tentunya tingkat hunian bisa berkurang lagi. Karena semua tamu akan mengisi hotel-hotel yang ada, kemudian harga jual kamar/makanan kami jauh dibawah.

“Harga itu kami turunkan, karena untuk mendapatkan bisnis, saat ini buying power (kekuatan untuk belanja) menurun juga,” ungkapnya.

Sebelumnya Pemkot Mataram sudah menyurati pelaku usaha hotel dan restoran terkait dengan pembatasan pemberian relaksasi pajak beberapa waktu lalu. Pemberian relaksasi pajak tersebut untuk mempertahankan kondisi pengusaha ditengah Covid-19. Mengingat, banyak usaha terpaksa tutup sementara waktu.

“Saat relaksasi sudah disampaikan di surat tersebut bahwa bebas pajak dari April sampai Agustus. Untuk sekarang juga sudah diberitahukan,” tuturnya.

Pemkot Mataram juga menargetkan untuk penerimaan pajak sebesar Rp 6,5 miliar, pihaknya memproyeksikan pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak perhotelan dapat menembus angka Rp 200 juta per bulan hingga akhir tahun mendatang. Untuk target pajak restoran juga diturunkan dari Rp27 miliar menjadi Rp18 miliar. Kemudian pajak hiburan dari Rp3,5 miliar menjadi Rp1,6 miliar, pajak parkir dari Rp2,5 miliar menjadi Rp 1,4 miliar, dan pajak bumi bangunan (PBB) dari Rp 27 miliar menjadi Rp18 miliar.

“Pada kesempatan ini juga kami mengucapkan terima kasih atas pengurangan PBB (pajak pendapatan PB1) yang di bayar di tahun ini,” pungkasnya. (dev)

Komentar Anda