ASN Koruptor belum Dipecat, Zul-Rohmi tidak Tegas

H. Fathurrahman
H. Fathurrahman (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Hingga saat ini Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup Pemprov NTB berstatus koruptor belum juga diberhentikan sesuai perintah pusat. Padahal batas terakhir diberikan bulan April 2019.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTB, H. Fathurrahman, yang dikonfirmasi Radar Lombok, membenarkan para ASN koruptor belum diberhentikan hingga saat ini. “ Status sekarang mereka belum diberhentikan, masih dirumahkan menunggu 30 April,” ungkap Fathurrahman, Kamis (25/4).

Pemerintah pusat menginstruksikan seluruh ASN koruptor berdasarkan putusan pengadilan agar diberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Instruksi tersebut tidak main-main. Bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) seperti gubernur dan bupati/wali kota yang tidak melaksanakannya, terancam diberhentikan.  Menteri PANRB Syafruddin belum lama ini mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor B/50/M.SM.00.00/2019 tertanggal 28 Februari 2019. Dalam SE tersebut ditegaskan, batas waktu yang diberikan sampai tanggal 30 April. “ Besok saya konsultasi terakhir dengan LBH KORPRI di Jakarta. Lalu saya laporkan ke pimpinan (gubernur),” katanya.

ASN koruptor di Pemprov NTB yang harus dipecat terdiri dari mantan pejabat eselon II, eselon III dan eselon IV. Saat ini jumlahnya bertambah menjadi 11 orang dari data awal yang hanya 7 orang.

Siapa sebenarnya ASN koruptor yang tidak juga diberhentikan tersebut? Fathurrahman sendiri belum mau membuka nama-nama 11 pejabat tersebut. “ Waktu kan masih ada sampai hari Selasa. Makanya besok saya berangkat ke Jakarta, apapun hasilnya nanti, tanggal 30 April kita berhentikan sesuai edaran,” ucapnya.

Baca Juga :  TGB Dipastikan Turun Kampanyekan Zul-Rohmi

Berdasarkan informasi yang diserap Radar Lombok, beberapa nama ASN koruptor tersebut seperti mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB Magdalena, mantan Kepala Dinas Koperasi Provinsi NTB Budi Subagio, mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Husnuddin Achsyid dan lain-lain.

Semua pejabat tersebut telah divonis bersalah. Namun Fathurrahman menilai, mantan Kepala Dikes dan mantan Kepala BPBD tidak masuk data ASN yang akan diberhentikan. “Ibu Magdalena sudah diberhentikan dulu, ada putusannya, ada SK,” katanya.

Lalu bagaimana dengan Husnuddin Achsyid yang divonis korupsi dana bencana? Menurut Fathurrahman, Husnuddin tetap berhak mendapatkan dana pensiun. Namun namanya sudah bukan ASN lagi.”Yang dipecat tidak ada uang pensiun, namanya juga dengan tidak hormat. Tapi mantan kepala BPBD itu APS istilahnya, pensiun atas permintaan sendiri sebelum inkrah. Jadi tidak kena SE, tetap akan dapat uang pensiun. Karena berhenti sendiri sebelum ada keputusan inkrah,” terangnya.

Beberapa kali diminta nama-nama ASN koruptor yang terkesan tidak tega dipecat itu, Fathurrahman belum juga mau mempublikasikannya. “Jadi nanti hari Selasa itu ada 10 orang ASN yang akan diberhentikan,” ujar Fathurrahman.

Baca Juga :  ASN di-Warning Ikut Politik Praktis

Anggota komisi I DPRD NTB, H. Usmar Iwan Surambian yang membidangi pemerintahan dan hukum, menyesalkan sikap Pemprov yang terkesan melakukan pembiaran dan memelihara ASN koruptor. “ Kalau berdasarkan aturan perundang-undangan, memang harus diberhentikan. Apalagi kasus korupsi. Payung hukumnya jelas,” ujarnya.

Menurut politisi PKS ini, kejahatan korupsi adalah tindak pidana khusus. Negara telah bersepakat, bahwa korupsi adalah musuh bersama karena masuk dalam kategori kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime.

Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk melindungi ASN koruptor. Apalagi jika berdalih rasa kemanusiaan atau rasa kasihan. “ Coba buka UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, pasal 87 ayat 4 huruf b sangat jelas kok ketentuannya,” kata Iwan.

Berdasarkan UU ASN, seorang ASN diberhentikan secara tidak hormat apabila pernah dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. “ Dasar hukum pemecatan PNS yang pernah dihukum penjara atau pernah menjadi Napi, itu sangat jelas. Terutama terkait korupsi,” ucapnya.

Persoalan tersebut sebenarnya sangat sederhana. Namun akan menjadi sulit, apabila aturan tidak ditegakkan secara tegas. “Hukum tidak boleh mengenal pandang bulu. Kalau salah secara hukum pidana korupsi, ya dipecat. Intinya, kalau mengikuti aturan, harus tanpa pandang bulu,” tegas Iwan.(zwr)

Komentar Anda