Asa Petani Cengkeh Di Tengah Duka Gempa KLU

Buruh Hilang, Pemborong Tak Ada yang Datang

petani cengkeh
CENGKEH : Inaq Mina, seorang buruh cengkeh di Dusun Selelos Desa Persiapan Selelos Kecamatan Gangga dan cengkeh kering yang dijemur di halaman rumahnya yang hancur karena gempa belum lama ini. (RASINAH ABDUL IGIT/RADAR LOMBOK)

Telah lama cengkeh menjadi komoditas perkebunan utama di Kabupaten Lombok Utara (KLU). Masa panen cengkeh kini bersamaan dengan datangnya bencana gempa yang meluluhlantakkan perekenomian daerah ini. Tidak ada buruh yang memanen. Order juga terhenti.


*RASINAH ABDUL IGIT – LOMBOK UTARA*


INAQ Mina (50), lebih banyak terdiam sambil memandangi rumahnya yang hancur akibat gempa saat koran ini berkunjung ke wilayah terdampak gempa di Dusun Selelos Desa Persiapan Selelos Kecamatan Gangga KLU belum lama ini. Matanya berkaca-kaca. Di dekatnya berdiri ada beberapa karung berisi cengkeh kering yang ia panen beberapa hari sebelum gemba datang. Di halaman rumah juga ada cengkeh yang sedang dijemur. Untuk membantu menjelaskan, ia panggil anak sulungnya. “ Habis sudah,” hanya sepenggal kalimat ini ia sampaikan lalu pergi.

BACA JUGA: Cerita Pilu Dari Korban Gempa, Ibu Meregang Nyawa demi Selamatkan Anak

Ya, gempa datang bersamaan dengan datangnya musim panen cengkeh. Di beberapa tenda pengungsian, ada warga yang sempat mengamankan hasil panen cengkeh mereka. Mereka berharap ada pembeli yang datang. Uang hasil penjualan bisa dipakai untuk menyambung hidup.

Baca Juga :  Dijanjikan Umrah, Namun Tak Pernah Terbukti

Hadi (45), warga Bentek Kecamatan Gangga, sempat mengantar koran ini melihat beberapa pohon cengkeh yang siap panen tidak jauh dari tenda darurat yang ia tempati bersama warga yang lain. Kata Hadi, pohon yang ia tunjukkan sudah melewati masa panen. 

Tidak ada buruh yang bersedia memanen. “ Semua buruh di pengungsian, bagaimana sempat metik,” ungkapnya datar.

Sebagaimana diketahui, wilayah Kabupaten Lombok Utara (KLU) ditumbuhi berbagai tanaman perkebunan yang hasilnya diantarpulaukan bahkan diekspor seperti kakao, kopi, kelapa, jambu mete, dan cengkeh. Luas areal cengkeh di KLU mencapai sekitar 995 hektare atau atau 53 prosen dari total areal cengkeh di wilayah NTB yang mencapai 1.8750 hektar. Konsentrasi areal cengkeh di KLU terdapat di wilayah Kecamatan Gangga dan Tanjung.

Di Selelos saja luasnya lebih dari 100 hektar yang dikelola oleh warga setempat dengan sistem sewa lahan, termasuk keluarga Hadi. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi NTB, luas tanaman cengkeh di NTB baru mencapai 1.421,52 ha dengan produksi totalnya 329,48 ton per tahun. Cengkeh produk NTB umumnya untuk ramuan rokok kretek sebagaimana produk cengkeh dari daerah lainnya.

Baca Juga :  Mengenal Latief Putra Angga, Pembuat Kereta Mobil Yang Viral Di Medsos

Muhammad Nur, petani cengkeh Desa Bentek menjelaskan, pohon cengkeh dipanen setahun sekali. Satu pohon ukurun besar bisa menghasilkan sekitar 100 kilo cengkeh basah. Setelah dipanen, cengkeh basah dipisahkan antara bunga dan tangkainya. Saat musim panen, banyak warga memilih sebagai buruh, baik buruh memetik di pohon, maupun buruh pemisahan bunga dari tangkai yang selanjutnya dijemur hingga kering.

BACA JUGA: Gempa Lombok, 455 Orang Tercatat Meninggal Dunia

Nur mengaku harga cengkeh kering tidak menentu. Harga normalnya sekitar Rp 70 ribu hingga Rp 80 ribu per kilo. Setelah panen dan pengeringan, biasanya ada pemborong asal Mataram yang datang untuk membeli cengkeh petani. “ Jadi biaya produksinya besar, sementara harga kadang anjlok. Pas panen kita butuh tangga, biaya pemisahan, pengeringan dan lain-lain,” ungkapnya.

Gempa melumpuhkan sendi perekonomian KLU, salah satunya sektor perkebunan cengkehnya. Namun karena ini adalah usaha sejak lama, asa petani cengkeh tetap hidup di tengah penderitaan besar ini. (**)

Komentar Anda